Web Analytics Made Easy - Statcounter

Biografi Singkat Abu `Abdillah al-Qurthubi

  • ARTIKEL
  • Senin, 4 Maret 2024 | 08:37 WIB
  • 65
foto

Abu `Abdillah al-Qurthubi atau Qurthubi adalah seorang Imam, Ahli hadis, Alim, dan seorang mufassir (penafsir) Al-Quran yang terkenal. Nama lengkapnya adalah Abu `Abdullah Muhammad bin Ahmad bin Abu Bakr al-Anshari al-Qurthubi (Arab: أبو عبدالله القرطبي). Dia berasal dari Qurthub (Cordoba, Spanyol) dan mengikuti mahzab fiqih Maliki. 

Kelahirannya terjadi saat pemerintahan Almohad sedang mengalami kemunduran total, yaitu ketika di bawah kepemimpinan Khalifah Muhammad al-Nasir yang memerintah antara tahun 1198 dan 1213, sehingga para sejarawan menentukan tanggal kelahiran al-Qurthubi di antara tanggal-tanggal tersebut. Kemungkinan, Imam Quthtubi mengalami masa pertempuran Navas de Tolosa.

Pertempuran Las Navas de Tolosa

Lukisan Pertempuran Las Navas de Tolosa

Pertempuran Las Navas de Tolosa (Spanyol: Batalla de Las Navas de Tolosa / Arab: معركة العقاب); terjadi pada 16 Juli 1212 adalah pertempuran yang dianggap sebagai titik balik sejarah Semenanjung Iberia pada Abad Pertengahan. Pasukan Alfonso VII dari Kastilia bergabung dengan saingan-saingan Kristennya, Sancho VII dari Navarra dan Pedro II dari Aragon melawan pasukan Muslim Berber pimpinan Muhammad An-Nasir dari dinasti Muwahidun, yang berkuasa di Maroko dan selatan Semenanjung Iberia.

Pertempuran ini mempercepat kemunduran dinasti Muwahidun baik di Iberia maupun Afrika, melemahkan kekuasaan umat Islam, dan memberikan momentum bagi Reconquista umat Kristen di Iberia.

Lahir dari orang tua yang bekerja sebagai petani, asal usul dan masa kecilnya begitu sederhana. Dalam bukunya al-Tadzkirah, ia menceritakan bagaimana keadaan masa mudanya, ia bersama teman-temannya pergi ke kuburan untuk mengumpulkan kaolin (tanah liat cina/tanah lempung), dan kemudian menjualnya ke produsen lempengan dan lubang keramik. Dia menceritakan anekdot bahwa terkadang, ketika menggali tanah untuk mencari kaolin, muncul tulang dan sisa daging. Namun hal ini tidak menghalangi Qurtubi untuk mengembangkan ilmu yang sangat baik dalam ilmu Al-Quran, hadis nabi, yurisprudensi Islam dan bahasa Arab.

Di kota Córdoba, pendidikan dan intelektualitasnya terdidik di tangan guru-guru hebat. Di sana ia belajar 7 ragam bacaan Al-Quran kepada Abu Jafar bin Abi Huyya, guru spesialis hadis, tata bahasa, dan fiqih.

Ia juga belajar dengan Abu Amir Yahya yang mempunyai rivalitas dengan Ibnu Rusyd atau Averroes, dan menjadi guru penentunya pada periode Andalusia. Sementara, ilmu tasawuf ia peroleh di bawah bimbingan Abu l-Asbag.

Saat meningkatnya pelecehan umat Kristen kepada umat Islam di provinsi Córdoba, yang berujung pada penaklukan ibu kota dan lembah Guadalquivir, al-Qurtubi menjadi yatim piatu ditinggal ayahnya pada usia dini. Fakta ini menimbulkan situasi yang memungkinkan kita melihat sekilas sikap nonkonformis dan rasa hormat terhadap ilmu, ia mendalami ilmu selalu sampai ke akar permasalahannya.

Ayahnya meninggal dunia ketika orang-orang Kristen menyerang mereka saat sedang bekerja di ladang, sehingga ketika tiba waktunya untuk menguburkan, dia tidak tahu apakah dia harus diperlakukan sebagai seorang syahid, atau haruskah dia memandikan dan mengurusnya seperti jenazah biasa. Maka dia bertanya kepada guru-gurunya, di mana dia menemukan perbedaan pendapat, ada yang mengatakan bahwa dia adalah seorang syahid, sementara yang lain tidak. Ketika ragu, dia mencoba berkonsultasi kepada qadi besar Córdoba, Abul Hasan, yang setelah berkonsultasi dengan sekelompok alfaquíes, memutuskan bahwa ayahnya tidak boleh dikuburkan sebagai seorang martir (syahid), sebuah keputusan yang harus diterima oleh pemuda tersebut. Setelah itu, dan karena ketidakpuasannya, ia memutuskan untuk menyelidiki sendiri karya-karya yurisprudensi lainnya, dan akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa ia seharusnya dikuburkan sebagai seorang syahid.

Kejadian lain yang dapat membantu kita lebih memahami karakter al-Qurtubi akan rasa cinta dan hormatnya yang besar terhadap Al-Quran yang mulia, adalah ketika di pinggiran Toledo, dua orang penunggang kuda Kristen sedang mengejarnya melewati pedesaan. Karena tidak menemukan tempat berlindung atau tempat untuk bersembunyi, dia berbaring di pinggir jalan dan mulai membacakan awal Surat Yasin beserta ayat-ayat Al-Quran lainnya. Menurutnya, Allah melindunginya dengan ayat-ayat itu, dengan dibutakannya mata para penunggang kuda yang lewat ketika itu sehingga tidak dapat melihatnya.

Migrasi dari Al Andalus

Kepergian dari Andalus merupakan peristiwa yang pahit bagi Al-Qurtubi. Kemungkinan penyebabnya adalah ketika Córdoba jatuh ke tangan Kristen, karena perjanjian penyerahan yang ditandatangani penguasa berarti pengusiran seluruh umat Islam dari wilayah tersebut. Mengingat fakta ini, ia menyatakan bahwa perintah para penguasa pada masanya tidak wajib baginya, karena korupsi dan ketidakmampuan mereka, dan hanya para ulama dan perawi hadis dan fiqh yang menjadi satu-satunya otoritas yang ia hormati.

Sedikit yang diketahui setelah kepergiannya dari al-Andalus, adalah bahwa ia berakhir di Mesir. Di Alexandria, ia menyelesaikan studi hadis dan yurisprudensi di tangan guru lain dari Córdoba, Ibnu al-Muzayyin, yang mempunyai pengaruh penting terhadap pemahaman ilmu-ilmu Hadis al-Qurtubi. Di Aleksandria juga ia dididik dalam ilmu hukum fiqh Maliki.

Dia akhirnya menetap di tepi sungai Nil, tempat kota Menia berada saat ini, di mana dia melanjutkan studinya tentang Fiqh Maliki, tasawuf dan tradisi kenabian serta Sunah di tangan Abu Ali al-Hassan, keturunan Abu Bakar al-Siddiq. Untuk memberi kita kronologi, pertemuan ini terjadi pada tahun 1259.

Namun al-Qurthubi, yang selalu mencari guru untuk belajar, melanjutkan perjalanan melalui Mesir, menyusuri tepian Sungai Nil ke arah selatan, ia pergi untuk belajar kepada Sihab al-Din al-Qarafi, seorang spesialis fikih Maliki. Saat ini, baik gurunya maupun al-Qurtubi sudah ahli di bidangnya: Al Qurtubi dalam ilmu tafsir Al-Quran dan ilmu Hadits, dan Al Qarafi dalam metodologi hukum dan teologi diskursif. Saat itu dia sudah menggubah salah satu karyanya, at-Tadkirah.

Sebagai seorang spesialis dalam bidangnya, para ulama dari kota lain mulai meminta izin kepadanya untuk menularkan dan mengajar.

Terkenal sebagai ulama yang produktif menulis, salah satu karya terbesarnya adalah Kitab Tafsir Al-Quran yang berjudul Al-Jami'li Ahkaam Al-Qur'an wa al-Mubayyin Lima Tadhammanahu Min as-Sunnah wa Ayi al-Furqan atau lebih dikenal sebagai Tafsir Al-Qurthubi.

Kitab tafsir ini merupakan salah satu tafsir terbesar, terdiri dari 20 jilid dan terbanyak manfaatnya dalam sejarah Islam. Di dalamnya penulis tidak mencantumkan kisah-kisah atau sejarah, Penulis memfokuskan dalam menetapkan hukum-hukum al-Quran, melakukan istimbath atas dalil-dalil, menyebutkan berbagai macam qira`at, i`rab, nasikh dan mansukh. Tafsir al-Qurthubi menggunakan sumber penafsiran Bil-Ma'tsur & Bir-Ra'yi, juga bercorak fikih Maliki.

Imam Qurthubi meninggal dunia dan dimakamkan di Mesir, pada Senin, 09 Syawal tahun 671 H 29 April 1273 dalam usia 59 tahun.

Karya-karya lain

  1. Al-Asna fi Syarh Asma’illaj al-Husna
  2. At-Tidzkar fi Afdhal al-Adzkar
  3. Syar at-Taqashshi
  4. Qam’ al-Hirsh bi az-Zuhd wa al-Qana’ah
  5. At-Taqrib likitab at-Tamhid
  6. Al-I’lam biima fi Din an-Nashara min al-Mafasid wa al-Auham wa Izhharm Mahasin Din al-Islam
  7. At-Tadzkirah fi Ahwal al-Mauta wa umur al-Akhirah

Rujukan

  1. Al-A’lam karya Az-Zirikli, 5/322.
  2. Hadiyyatul ‘Arifin, karya Al-Babani, 2/129.

Penulis: Muhamad Basuki
Editor: Abu Halima
©2024 Al-Marji'

Bagikan melalui:

Topik Pilihan