Al-Baqarah (Sapi Betina) [2]:255 {286 Ayat | Madaniyah}

اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۚ اَلْحَيُّ الْقَيُّوْمُ ەۚ لَا تَأْخُذُهٗ سِنَةٌ وَّلَا نَوْمٌۗ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهٗٓ اِلَّا بِاِذْنِهٖۗ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْۚ وَلَا يُحِيْطُوْنَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهٖٓ اِلَّا بِمَا شَاۤءَۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَۚ وَلَا يَـُٔوْدُهٗ حِفْظُهُمَاۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ ﴿البقرة [٢]:٢٥٥﴾

allāhu lā ilāha illā huw, al-ḥayyul-qayyụm, lā ta`khużuhụ sinatuw wa lā na`ụm, lahụ mā fis-samāwāti wa mā fil-arḍ, man żallażī yasyfa'u 'indahū illā bi`iżnih, ya'lamu mā baina aidīhim wa mā khalfahum, wa lā yuḥīṭụna bisyai`im min 'ilmihī illā bimā syā`, wasi'a kursiyyuhus-samāwāti wal-arḍ, wa lā ya`ụduhụ ḥifẓuhumā, wa huwal-'aliyyul-'aẓīm

Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Yang Mahahidup, Yang terus menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu-Nya melainkan apa yang Dia kehendaki. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Dia Mahatinggi, Mahabesar. (Al-Baqarah [2]:255)

38

ٱللَّهُ
Allah

لَآ
tidak

إِلَٰهَ
tuhan

إِلَّا
melainkan

هُوَ
Dia

ٱلْحَىُّ
yang hidup

ٱلْقَيُّومُ
terus menerus mengurus

لَا
tidak

تَأْخُذُهُۥ
menimpaNya

سِنَةٌ
kantuk

وَلَا
dan tidak

نَوْمٌ
tidur

لَّهُۥ
kepunyaanNya

مَا
apa

فِى
didalam

ٱلسَّمَٰوَٰتِ
langit

وَمَا
dan apa

فِى
di

ٱلْأَرْضِ
bumi

مَن
siapakah

ذَا
orang

ٱلَّذِى
yang

يَشْفَعُ
memberi syafa'at

عِندَهُۥٓ
disisiNya

إِلَّا
kecuali

بِإِذْنِهِۦ
dengan izinnya

يَعْلَمُ
Dia mengetahui

مَا
apa

بَيْنَ
diantara

أَيْدِيهِمْ
tangan/hadapan mereka

وَمَا
dan apa

خَلْفَهُمْ
dibelakang mereka

وَلَا
dan tidak

يُحِيطُونَ
mereka mengetahui

بِشَىْءٍ
dengan sesuatu

مِّنْ
dari

عِلْمِهِۦٓ
ilmu Allah

إِلَّا
kecuali

بِمَا
dengan apa

شَآءَ
Dia kehendaki

وَسِعَ
luas/meliputi

كُرْسِيُّهُ
kekuasaanNya

ٱلسَّمَٰوَٰتِ
langit

وَٱلْأَرْضَ
dan bumi

وَلَا
dan tidak

يَـُٔودُهُۥ
Dia merasa berat

حِفْظُهُمَا
memelihara keduanya

وَهُوَ
dan Dia

ٱلْعَلِىُّ
Maha Tinggi

ٱلْعَظِيمُ
Maha Besar

{اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ وَلا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ (255) }

Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk, dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada seorang pun yang dapat memberi syafaat di sisi Allah melainkan dengan seizin-Nya. Allah mengetahui semua apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.

Ayat ini disebut "ayat Kursi", ia mempunyai kedudukan yang besar.

Di dalam sebuah hadis sahib, dari Rasulullah Saw. disebutkan bahwa ayat Kursi merupakan ayat yang paling utama di dalam Kitabullah.

Imam Ahmad mengatakan:

حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ سَعِيدٍ الْجَرِيرِيِّ عَنْ أَبِي السَّلِيلِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ رَبَاحٍ، عَنْ أُبَيٍّ -هُوَ ابْنُ كَعْبٍ-أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَأَلَهُ: "أَيُّ آيَةٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ أَعْظَمُ"؟ قَالَ: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ. فَرَدَّدَهَا مِرَارًا ثُمَّ قَالَ أُبَيٌّ: آيَةُ الْكُرْسِيِّ. قَالَ: "لِيَهْنك الْعِلْمُ أَبَا الْمُنْذِرِ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّ لَهَا لِسَانًا وَشَفَتَيْنِ تُقَدِّسُ الْمَلِكَ عِنْدَ سَاقِ الْعَرْشِ"

telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Sa'id Al-Jariri, dari Abus Salil, dari Abdullah ibnu Rabah, dari Ubay ibnu Ka'b, bahwa Nabi Saw. pernah bertanya kepadanya, "Ayat Kitabullah manakah yang paling agung?" Ubay menjawab, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Nabi Saw. mengulang-ulang pertanyaannya, maka Ubay menjawab, "Ayat Kursi." Lalu Nabi Saw. bersabda: Selamatlah dengan ilmu yang kamu miliki, hai Abul Munzir. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya ayat Kursi itu mempunyai lisan dan sepasang bibir yang selalu menyucikan Tuhan Yang Mahakuasa di dekat pilar Arasy.

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Abdul A'la ibnu Abdul A'la, dari Al-Jariri dengan lafaz yang sama. Akan tetapi, pada hadis yang ada pada Imam Muslim tidak terdapat kalimat "Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya", hingga akhir hadis.

Hadis yang lain diriwayatkan dari Ubay pula mengenai keutamaan ayat Kursi ini. Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan:

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدَّوْرَقِيُّ حَدَّثَنَا مُبَشِّرٌ عَنِ الْأَوْزَاعِيِّ عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ عَنْ عَبْدَةَ بْنِ أَبِي لُبَابَةَ  عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ: أَنَّ أَبَاهُ أَخْبَرَهُ: أَنَّهُ كَانَ لَهُ جُرْنٌ فِيهِ تَمْرُّ قَالَ: فَكَانَ أُبَيٌّ يَتَعَاهَدُهُ فَوَجَدَهُ يَنْقُصُ قَالَ: فَحَرَسَهُ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَإِذَا هُوَ بِدَابَّةٍ شَبِيهُ الْغُلَامِ الْمُحْتَلِمِ قَالَ: فَسَلَّمَتْ عَلَيْهِ فَرَدَّ السَّلَامَ. قَالَ: فَقُلْتُ: مَا أَنْتَ، جِنِّيٌّ أَمْ إِنْسِيٌّ؟ قَالَ: جِنِّيٌّ. قُلْتُ: نَاوِلْنِي يَدَكَ. قَالَ: فَنَاوَلَنِي، فَإِذَا يَدُ كَلْبٍ وَشَعْرُ كَلْبٍ. فَقُلْتُ: هَكَذَا خَلْقُ الْجِنُّ؟ قَالَ: لَقَدْ عَلِمَتِ الْجِنُّ مَا فِيهِمْ أَشَدُّ مِنِّي، قُلْتُ: فَمَا حَمَلَكَ عَلَى مَا صَنَعْتَ؟ قَالَ: بَلَغَنِي أَنَّكَ رَجُلٌ تُحِبُّ الصَّدَقَةَ فَأَحْبَبْنَا أَنَّ نُصِيبَ مِنْ طَعَامِكَ. قَالَ: فَقَالَ لَهُ  فَمَا الَّذِي يُجِيرُنَا مِنْكُمْ؟ قَالَ: هَذِهِ الْآيَةُ: آيَةُ الْكُرْسِيِّ. ثُمَّ غَدَا إِلَى النَّبِيِّ  صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "صَدَقَ الْخَبِيثُ".

telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ibrahim Ad-Dauraqi, telah menceritakan kepada kami Maisarah, dari Al-Auza'i, dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Ubaidah ibnu Abu Lubabah, dari Abdullah ibnu Ubay ibnu Ka'b yang menceritakan, ayahnya pernah menceritakan kepadanya bahwa ia memiliki sebuah wadah besar yang berisikan buah kurma. Ayahnya biasa menjaga tong berisikan kurma itu, tetapi ia menjumpai isinya berkurang. Di suatu malam ia menjaganya, tiba-tiba ia melihat seekor hewan yang bentuknya mirip dengan anak lelaki yang baru berusia balig. Lalu aku (Ka'b) bersalam kepadanya dan ia menyalami salamku. Aku bertanya, "Siapakah kamu, jin ataukah manusia?" Ia menjawab, "Jin." Aku berkata, "Kemarikanlah tanganmu ke tanganku." Maka ia mengulurkan tangannya ke tanganku, ternyata tangannya seperti kaki anjing, begitu pula bulunya. Lalu aku berkata, "Apakah memang demikian bentuk jin itu?" Ia menjawab, "Kamu sekarang telah mengetahui jin, di kalangan mereka tidak ada yang lebih kuat daripada aku." Aku bertanya, "Apakah yang mendorongmu berbuat demikian?" Ia menjawab, 'Telah sampai kepadaku bahwa kamu adalah seorang manusia yang suka bersedekah, maka kami ingin memperoleh sebagian dari makananmu." Lalu ayahku (Ka'b) berkata kepadanya, "Hal apakah yang dapat melindungi kami dari gangguan kalian?" Jin itu menjawab, "Ayat ini," yakni ayat Kursi. Pada keesokan harinya Ka'b berangkat menemui Nabi Saw., lalu menceritakan hal itu kepadanya. Nabi Saw. bersabda: Benarlah (apa yang dikatakan oleh) si jahat itu.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya. melalui hadis Abu Daud At-Tayalisi, dari Harb ibnu Syaddad, dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Al-Hadrami ibnu Lahiq, dari Muhammad ibnu Amr ibnu Ubay ibnu Ka'b, dari kakeknya dengan lafaz yang sama. Imam Hakim mengatakan bahwa sanad hadis ini berpredikat sahih, tetapi keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim) tidak mengetengahkannya.

Jalur yang lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ غِيَاثٍ قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا السَّلِيلِ قَالَ: كَانَ رَجُلٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحَدِّثُ النَّاسَ حَتَّى يَكْثُرُوا عَلَيْهِ فَيَصْعَدُ عَلَى سَطْحِ بَيْتٍ فَيُحَدِّثُ النَّاسَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَيُّ آيَةٍ فِي الْقُرْآنِ أَعْظَمُ؟ " فقال رجل: {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ} قَالَ: فَوَضَعَ يَدَهُ بَيْنَ كَتِفَيَّ فَوَجَدْتُ بَرْدَهَا بَيْنَ ثَدْيَيَّ، أَوْ قَالَ: فَوَضَعَ يَدَهُ بَيْنَ ثَدْيَيَّ فَوَجَدْتُ بَرْدَهَا بَيْنَ كَتِفَيَّ وَقَالَ: "لِيَهْنِكَ الْعِلْمُ يَا أَبَا الْمُنْذِرِ"

telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Itab yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Abus Salil menceritakan hadis berikut: Ada seorang lelaki dari kalangan sahabat Nabi Saw. menceritakan hadis kepada orang-orang hingga banyak orang yang datang kepadanya. Lalu lelaki itu naik ke loteng sebuah rumah dan menceritakan hadis (dari tempat itu) kepada orang banyak. Rasulullah Saw. mengajukan pertanyaan (kepada lelaki itu), "Ayat Al-Qur'an manakah yang paling agung?" Lelaki itu menjawab: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). (Al-Baqarah; 255) Lelaki itu melanjutkan kisahnya, "Setelah itu Nabi Saw. meletakkan tangannya di antara kedua pundakku, dan aku merasakan kesejukan di antara kedua susuku." Atau ia mengatakan, "Nabi Saw. meletakkan tangannya di antara kedua susuku dan aku merasakan kesejukan tangannya menembus sampai ke bagian di antara kedua pundakku," lalu Nabi Saw. bersabda: Selamatlah dengan ilmumu itu, hai Abul Munzir.

Hadis yang lain diriwayatkan dari Al-Asqa' Al-Bakri.

Imam Tabrani mengatakan: telah menceritakan kepada kami Abu Yazid Al-Qaratisi, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Abu Abbad Al-Maliki, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Khalid, dari Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Umar ibnu Ata atau Maula Ibnul Asqa', seorang lelaki yang jujur; dia menceritakan hadis ini dari Al-Asqa' Al-Bakri. Disebutkan bahwa ia pernah mendengar Al-Asqa' menceritakan hadis berikut: Nabi Saw. datang kepada mereka dengan ditemani oleh orang-orang suffah dari kalangan Muhajirin. Lalu ada seorang lelaki bertanya kepadanya, "Ayat apakah yang paling agung di dalam Al-Qur'an?" Maka Nabi Saw. membacakan firman-Nya: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. (Al-Baqarah: 255), hingga akhir ayat.

Hadis lain diriwayatkan dari Anas r.a.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْحَارِثِ حَدَّثَنِي سَلَمَةَ بْنُ وَرْدَانَ أَنَّ أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ حَدَّثَهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم سَأَلَ رَجُلًا مِنْ صَحَابَتِهِ فَقَالَ: "أَيْ فُلَانُ هَلْ تَزَوَّجْتَ"؟ قَالَ: لَا وَلَيْسَ عِنْدِي مَا أَتَزَوَّجُ بِهِ. قَالَ: "أَوَلَيَسَ مَعَكَ: {قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ} "؟ قَالَ: بَلَى. قَالَ: "رُبُعُ الْقُرْآنِ. أَلَيْسَ مَعَكَ: {قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ} "؟ قَالَ: بَلَى. قَالَ: "رُبُعُ الْقُرْآنِ. أَلَيْسَ مَعَكَ {إِذَا زُلْزِلَتِ} "؟ قَالَ: بَلَى. قَالَ: "رُبُعُ الْقُرْآنِ أَلَيْسَ مَعَكَ: {إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ [وَالْفَتْحُ] } "؟ قَالَ: بَلَى. قَالَ: "رُبُعُ الْقُرْآنِ. أَلَيْسَ مَعَكَ آيَةُ الْكُرْسِيِّ: {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ } "؟ قَالَ: بَلَى. قَالَ: "رُبُعُ الْقُرْآنِ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami Salamah ibnu Wardan, bahwa sahabat Anas ibnu Malik pernah menceritakan hadis berikut kepadanya: Bahwa Rasulullah Saw. pernah bertanya kepada salah seorang lelaki dari kalangan sahabatnya, untuk itu beliau bertanya, "Hai Fulan, apakah kamu sudah kawin?" Lelaki itu menjawab, "Belum, karena aku tidak mempunyai biaya untuk kawin." Nabi Saw. bertanya, "Bukankah kamu telah hafal qul huwallahu ahad (surat Al-Ikhlas)?" Lelaki itu menjawab, "Memang benar." Nabi Saw. bersabda, "Seperempat Al-Qur'an." Nabi Saw. bertanya, "Bukankah kamu telah hafal qul ya ayyuhal kafirun (surat Al-Kafirun)?" Lelaki itu menjawab, "Memang benar." Nabi Saw. bersabda,    "Seperempat   Al-Qur'an."   Nabi   Saw.   bertanya, "Bukankah kamu telah hafal Ida zulzilal (surat Az-Zalzalah)?" Lelaki itu menjawab,  "Memang benar." Nabi Saw. bersabda, "Seperempat Al-Qur'an." Nabi Saw. bertanya, "Bukankah kamu hafal Ida ja'a nasrullahi (surat An-Nasr)?" Lelaki itu menjawab, "Memang   benar."   Nabi   Saw.   bersabda,    "Seperempat   Al-Qur 'an."   Nabi   Saw.   bertanya,    "Bukankah   kamu   hafal  ayat Kursi. yaitu 'Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia'?"Lelaki itu menjawab, "Memang benar." Nabi Saw. bersabda, "Seperempat Al-Qur'an."

Hadis lain diriwayatkan dari Abu Zar, yaitu Jundub ibnu Junadah.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ:حَدَّثْنَا وَكِيعُ بْنُ الْجَرَّاحِ حَدَّثَنَا الْمَسْعُودِيُّ أَنْبَأَنِي أَبُو عُمَرَ الدِّمَشْقِيُّ عَنْ عُبَيْدِ بْنِ الْخَشْخَاشِ عَنْ أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي الْمَسْجِدِ فَجَلَسْتُ. فَقَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ هَلْ صَلَّيْتَ؟ " قُلْتُ: لَا. قَالَ: "قُمْ فَصَلِّ" قَالَ: فَقُمْتُ فَصَلَّيْتُ ثُمَّ جَلَسْتُ فَقَالَ: "يَا أَبَا ذَرٍّ تَعَوَّذ بِالْلَّهِ مِنْ شَرِّ شَيَاطِينِ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ" قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَوَلِلْإِنْسِ شَيَاطِينُ؟ قَالَ: "نَعَمْ" قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ الصَّلَاةُ؟ قَالَ: "خَيْرُ مَوْضُوعٍ مَنْ شَاءَ أَقَلَّ وَمَنْ شَاءَ أَكْثَرَ". قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ فَالصَّوْمُ؟ قَالَ: "فَرْضٌ مُجْزِئ وَعِنْدَ اللَّهِ مَزِيدٌ" قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ فَالصَّدَقَةُ؟ قَالَ: "أَضْعَافٌ مُضَاعَفَةٌ". قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ فَأَيُّهَا أَفْضَلُ؟ قَالَ: "جُهْدٌ مِنْ مُقِلٍّ أَوْ سِرٌّ إِلَى فَقِيرٍ" قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْأَنْبِيَاءِ كَانَ أَوَّلَ؟ قَالَ: "آدَمُ" قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَنَبِيٌّ (9) كَانَ؟ قَالَ: "نَعِمَ نَبِيٌّ مُكَلَّمٌ" قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ كَمِ الْمُرْسَلُونَ؟ قَالَ: "ثَلَثُمِائَةٍ وَبِضْعَةَ عَشَرَ جَمًّا غَفِيرًا" وَقَالَ مَرَّةً: "وَخَمْسَةَ عَشَرَ" قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّمَا أُنْزِلَ عَلَيْكَ أَعْظَمُ؟ قَالَ: "آيَةُ الْكُرْسِيِّ: {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} "

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki' ibnul Jarrah, telah menceritakan kepada kami Al-Mas'udi, telah menceritakan kepadaku Abu Umar Ad-Dimasyqi, dari Ubaid ibnul Khasykhasy, dari Abu Zar r.a. yang menceritakan hadis berikut: Aku datang kepada Nabi Saw. yang saat itu berada di dalam masjid, lalu aku duduk, maka beliau bersabda, "Hai Abu Zar, apakah kamu telah salat?" Aku menjawab, "Belum." Nabi Saw. bersabda, "Bangkitlah dan salatlah!" Aku bangkit dan salat, kemudian duduk lagi. Maka beliau bersabda, "Hai Abu Zar, mohonlah perlindungan kepada Allah dari kejahatan setan-setan manusia dan jin." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah setan ada yang berupa manusia?" Nabi Saw. menjawab, "Ya." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan salat?" Beliau menjawab, "Salat merupakan sebaik-baik tempat. Barang siapa yang ingin sedikit melakukannya, ia boleh mengerjakannya sedikit; dan barang siapa yang ingin mengerjakannya banyak, maka ia boleh mengerjakannya banyak." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan ibadah puasa?" Beliau menjawab, "Puasa adalah fardu yang pasti diberi balasan pahala dan di sisi Allah ada (pahala) tambahan-(nya)." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan sedekah?" Nabi Saw. menjawab, "Pahalanya dilipatgandakan dengan penggandaan yang banyak." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, sedekah manakah yang paling afdal?" Beliau menjawab, "Jerih payah dari orang yang miskin atau sedekah kepada orang fakir dengan sembunyi-sembunyi." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, nabi manakah yang paling pertama?" Beliau menjawab, "Adam." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah Adam adalah seorang nabi (rasul)?" Nabi Saw. menjawab, "Ya, dia adalah seorang nabi yang diajak berbicara (secara langsung oleh Allah)." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, berapakah jumlah para rasul itu?" Nabi Saw. menjawab, "Tiga ratus lebih belasan orang, jumlah yang banyak," dan di lain waktu disebutkan "Lebih lima belas orang." Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, ayat apakah yang paling agung di antara yang diturunkan kepada engkau?" Beliau menjawab, "Ayat Kursi, yaitu 'Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya)' (Al-Baqarah: 255)." (Riwayat Imam Nasai)

Hadis lain diriwayatkan dari Abu Ayyub, yaitu Khalid ibnu Zaid Al-Ansari r.a.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنِ ابْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ أَخِيهِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى عَنْ أَبِي أَيُّوبَ: أَنَّهُ كَانَ فِي سَهْوَةٍ لَهُ، وَكَانَتِ الْغُولُ تَجِيءُ فَتَأْخُذُ فَشَكَاهَا إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: فَقَالَ: "فَإِذَا رَأَيْتَهَا فَقُلْ: بِاسْمِ اللَّهِ أَجِيبِي رَسُولَ اللَّهِ". قَالَ: فَجَاءَتْ فَقَالَ لَهَا: فَأَخَذَهَا فَقَالَتْ: إِنِّي لَا أَعُودُ. فَأَرْسَلَهَا فَجَاءَ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ؟ " قَالَ: أَخَذْتُهَا فَقَالَتْ لِي: إِنِّي لَا أَعُودُ، إِنِّي لَا أَعُودُ. فَأَرْسَلْتُهَا، فَقَالَ : "إِنَّهَا عَائِدَةٌ" فَأَخَذْتُهَا مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا كُلُّ ذَلِكَ تَقُولُ: لَا أَعُودُ. وَأَجِيءُ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَيَقُولُ: "مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ؟ " فَأَقُولُ: أَخَذْتُهَا فَتَقُولُ: لَا أَعُودُ. فَيَقُولُ: "إِنَّهَا عَائِدَةٌ" فَأَخَذْتُهَا فَقَالَتْ: أَرْسِلْنِي وَأُعُلِّمُكَ شَيْئًا تَقُولُهُ فَلَا يَقْرَبُكَ شَيْءٌ: آيَةُ الْكُرْسِيِّ، فَأَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ: "صَدَقَتْ وَهِيَ كَذُوبٌ".

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ibnu Abu Laila, dari saudaranya (yaitu Abdur Rahman ibnu Abu Laila), dari Abu Ayyub, bahwa ia selalu kedatangan jin yang mengganggu dalam tidurnya. Ia mengadukan hal tersebut kepada Nabi Saw., maka Nabi Saw. bersabda kepadanya: Apabila kamu melihatnya, maka ucapkanlah, "Bismillah (dengan menyebut asma Allah), tunduklah kepada Rasulullah!" Ketika jin itu datang, Abu Ayyub mengucapkan kalimat tersebut dan akhirnya ia dapat menangkapnya. Tetapi jin itu berkata, "Sesungguhnya aku tidak akan kembali lagi," maka Abu Ayyub melepaskannya. Abu Ayyub datang dan Nabi Saw. bertanya, "Apakah yang telah dilakukan oleh -tawananmu?" Abu Ayyub menjawab, "Aku dapat menangkapnya dan ia berkata bahwa dirinya tidak akan kembali lagi, akhirnya dia kulepaskan." Nabi Saw. menjawab, "Sesungguhnya dia akan kembali lagi." Abu Ayyub melanjutkan kisahnya, "Aku menangkapnya kembali sebanyak dua atau tiga kali. Setiap kutangkap, ia mengatakan, 'Aku sudah kapok dan tidak akan kembali menggoda lagi.' Aku datang lagi kepada Nabi Saw. dan beliau bertanya, 'Apakah yang telah dilakukan oleh tawananmu?' Aku menjawab, 'Aku menangkapnya dan ia berkata bahwa tidak akan kembali lagi.' Maka beliau Saw. bersabda, 'Sesungguhnya dia akan kembali lagi.' Kemudian aku menangkapnya kembali dan ia berkata, 'Lepaskanlah aku, dan aku akan mengajarkan kepadamu suatu kalimat yang harus kamu ucapkan, niscaya tiada sesuatu pun yang berani mengganggumu, yaitu ayat Kursi'. Abu Ayyub datang-'kepada Nabi Saw. dan menceritakan hal itu kepadanya. Lalu beliau Saw. bersabda: Engkau benar, tetapi dia banyak berdusta.

Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Turmuzi di dalam Bab "Keutamaan Al-Qur'an", dari Bandar, dari Abu Ahmad Az-Zubairi dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan garib.

Makna al-gaul yang ada dalam teks hadis menurut istilah bahasa adalah jin yang menampakkan dirinya di malam hari.

Imam Bukhari menyebutkan pula kisah hadis ini dari sahabat Abu Hurairah. Imam Bukhari di dalam Bab "Fadailil Qur'an (Keutamaan Al-Qur'an)", yaitu bagian Wakalah, mengenai sifat iblis, dalam kitab sahihnya mengatakan:

قَالَ عُثْمَانُ بْنُ الْهَيْثَمِ أَبُو عَمْرٍو حَدَّثَنَا عَوْفٌ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: وَكَّلَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحِفْظِ زَكَاةِ رَمَضَانَ فَأَتَانِي آتٍ فَجَعَلَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ فَأَخَذْتُهُ وَقُلْتُ: لَأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنِّي مُحْتَاجٌ وَعَلَيَّ عِيَالٌ وَلِي حَاجَةٌ شَدِيدَةٌ. قَالَ: فَخَلَّيْتُ عَنْهُ. فَأَصْبَحْتُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا أَبَا هُرَيْرَةَ مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ الْبَارِحَةَ؟ " قَالَ: قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ شَكَا حَاجَةً شَدِيدَةً وَعِيَالًا فَرحِمْتُه وَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ. قَالَ: "أَمَا إِنَّهُ قَدْ كَذَبك وَسَيَعُودُ" فَعَرَفْتُ أَنَّهُ سَيَعُودُ لِقَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "إِنَّهُ سَيَعُودُ" فَرَصَدْتُهُ فَجَاءَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ: لَأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: دَعْنِي فَإِنِّي مُحْتَاجٌ وَعَلَيَّ عِيَالٌ لَا أَعُودُ. فَرَحِمْتُهُ وَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ فَأَصْبَحْتُ فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "يَا أَبَا هُرَيْرَةَ مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ الْبَارِحَةَ؟ " قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ شَكَا حَاجَةً وَعِيَالًا فَرَحِمْتُهُ فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ. قَالَ: "أَمَا إِنَّهُ قَدْ كَذَبَكَ وَسَيَعُودُ" فَرَصَدْتُهُ الثَّالِثَةَ فَجَاءَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ: لَأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وَهَذَا آخَرُ ثَلَاثِ مَرَّاتٍ أنَّك تَزْعُمُ أَنَّكَ لَا تَعُودُ ثُمَّ تَعُودُ. فَقَالَ: دَعْنِي أُعَلِّمْكَ كَلِمَاتٍ يَنْفَعُكَ اللَّهُ بِهَا. قُلْتُ: مَا هُنَّ . قَالَ: إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِيِّ: {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} حَتَّى تَخْتِمَ الْآيَةَ فَإِنَّكَ لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ وَلَا يَقْرَبُكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ فَأَصْبَحْتُ فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ الْبَارِحَةَ؟ " قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ زَعَمَ أَنَّهُ يُعَلِّمُنِي كَلِمَاتٍ يَنْفَعُنِي اللَّهُ بِهَا فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ. قَالَ: "مَا هِيَ؟ " قَالَ: قَالَ لِي: إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِيِّ مِنْ أَوَّلِهَا حَتَّى تَخْتِمَ الْآيَةَ: {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} وَقَالَ لِي: لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ وَلَا يَقْرَبُكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ. وَكَانُوا أَحْرَصَ شَيْءٍ على الخير، فقال النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَمَا إِنَّهُ صَدَقَكَ وَهُوَ كَذُوبٌ تَعْلَمُ مَنْ تُخَاطِبُ مُذْ  ثَلَاثِ لَيَالٍ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ؟ " قُلْتُ: لَا قَالَ: "ذَاكَ شَيْطَانٌ".

bahwa Usman ibnul Haisam yang dijuluki Abu Amr mengatakan, telah menceritakan kepada kami Auf, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan hadis berikut: Rasulullah Saw. menugasi diriku untuk menjaga (hasil) zakat Ramadan. Datanglah kepadaku seseorang yang langsung mengambil sebagian dari makanan, maka aku menangkapnya dan kukatakan (kepadanya), "Sungguh aku akan melaporkan kamu kepada Rasulullah." Ia menjawab, "Lepaskanlah aku, sesungguhnya aku orang yang miskin dan banyak anak serta aku dalam keadaan sangat perlu (makanan)." Aku melepaskannya, dan pada pagi harinya Nabi Saw. bersabda (kepadaku), "Hai Abu Hurairah, apakah yang telah dilakukan oleh tawananmu tadi malam?" Aku menjawab, "Wahai Rasulullah, dia mengadu tentang kemiskinan yang sangat dan banyak anak, hingga aku kasihan kepadanya, maka kulepaskan dia." Nabi Saw. bersabda, "Ingatlah, sesungguhnya dia telah berdusta kepadamu dan dia pasti akan kembali lagi." Aku mengetahui bahwa dia pasti akan kembali karena sabda Rasul Saw. yang mengatakan bahwa dia akan kembali. Untuk itu aku mengintainya, ternyata dia datang lagi, lalu mengambil sebagian dari makanan itu. Maka kutangkap dia, dan aku berkata kepadanya, "Sungguh aku akan melaporkanmu kepada Rasulullah Saw." Ia berkata, "Lepaskanlah aku, karena sesungguhnya aku orang yang miskin dan banyak tanggungan anak-anak, aku kapok tidak akan kembali lagi." Aku merasa kasihan kepadanya dan kulepaskan dia. Pada pagi harinya Rasulullah Saw. bertanya kepadaku, "Hai Abu Hurairah, apakah yang telah dilakukan oleh tawananmu tadi malam?" Aku menjawab, "Wahai Rasulullah, dia mengadukan keadaannya yang miskin dan banyak anak, aku merasa kasihan kepadanya, akhirnya terpaksa kulepaskan dia." Nabi Saw. bersabda, "Ingatlah, sesungguhnya dia telah berdusta kepadamu dan dia pasti akan kembali lagi." Kuintai untuk yang ketiga kalinya, ternyata dia datang lagi, lalu mengambil sebagian dari makanan. Maka aku tangkap dia, dan kukatakan kepadanya, "Sungguh aku akan menghadapkan dirimu kepada Rasulullah. Kali ini untuk yang ketiga kalinya kamu katakan bahwa dirimu tidak akan kembali, tetapi ternyata kamu kembali lagi." Ia menjawab, "Lepaskanlah aku, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat yang akan membuatmu mendapat manfaat dari Allah karenanya." Aku bertanya, "Kalimat-kalimat apakah itu?" Ia menjawab, "Apabila kamu hendak pergi ke peraduanmu, maka bacalah ayat Kursi, yaitu 'Allah tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya)', hingga kamu selesaikan ayat ini. Sesungguhnya engkau akan terus-menerus mendapat pemeliharaan dari Allah dan tiada setan yang berani mendekatimu hingga pagi harinya." Maka aku lepaskan dia. Pada pagi harinya Rasulullah Saw. bertanya kepadaku, "Apakah yang telah dilakukan oleh tawananmu tadi malam?" Aku menjawab, "Wahai Rasulullah, dia menduga bahwa dirinya mengajarkan kepadaku beberapa kalimat yang menyebabkan aku mendapat manfaat dari Allah karenanya, maka dia kulepaskan." Rasulullah Saw. bertanya, "Apakah kalimat-kalimat   itu?"   Aku   menjawab,   "Dia   mengatakan   kepadaku, 'Apabila engkau hendak pergi ke peraduanmu, bacalah ayat Kursi dari awal hingga akhir ayat, yaitu: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya).' Dia mengatakan kepadaku, 'Engkau akan terus-menerus mendapat pemeliharaan dari Allah dan tidak ada setan yang berani mendekatimu hingga pagi harinya'." Sedangkan para sahabat adalah orang-orang yang paling suka kepada kebaikan. Maka Nabi Saw. bersabda, "Ingatlah, sesungguhnya dia percaya kepadamu, tetapi dia sendiri banyak berdusta. Hai Abu Hurairah, tahukah kamu siapakah orang yang kamu ajak bicara selama tiga malam itu?" Aku menjawab, "Tidak." Nabi Saw. bersabda, "Dia adalah setan."

Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Imam Bukhari secara ta'liq dengan memakai ungkapan yang tegas. Imam Nasai meriwayatkan hadis ini di dalam kitab Al-Yaum wal Lailah melalui Ibrahim ibnu Ya'qub, dari Usman ibnul Haisam, lalu ia menuturkan hadis ini.

Telah diriwayatkan dari jalur yang lain melalui Abu Hurairah dengan konteks yang lain, tetapi maknanya berdekatan dengan hadis ini. Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan di dalam kitab tafsirnya:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرَوَيْهِ الصَّفَّارُ، حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ زُهَيْرِ بْنِ حَرْبٍ أَخْبَرَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ مُسْلِمٍ الْعَبْدِيُّ أَخْبَرَنَا أَبُو الْمُتَوَكِّلِ النَّاجِيُّ: أَنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ كَانَ مَعَهُ مِفْتَاحُ بَيْتِ الصَّدَقَةِ وَكَانَ فِيهِ تَمْرٌ فَذَهَبَ يَوْمًا فَفَتَحَ الْبَابَ فَوَجَدَ التَّمْرَ قَدْ أُخِذَ مِنْهُ مَلْءُ كَفٍّ وَدَخَلَ يَوْمًا آخَرَ فَإِذَا قَدْ أُخِذَ مِنْهُ مَلْءُ كَفٍّ ثُمَّ دَخَلَ يَوْمًا آخَرَ ثَالِثًا فَإِذَا قَدْ أُخِذَ مِنْهُ مِثْلُ ذَلِكَ. فَشَكَا ذَلِكَ أَبُو هُرَيْرَةَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "تُحِبُّ أَنَّ تَأْخُذَ صَاحِبَكَ هَذَا؟ " قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: "فَإِذَا فَتَحَتَ الباب فقل: سبحان من سخرك محمد" فَذَهَبَ فَفَتَحَ الْبَابَ فَقَالَ: سُبْحَانَ مَنْ سَخَّرَكَ محمد . فَإِذَا هُوَ قَائِمٌ بَيْنَ يَدَيْهِ قَالَ: يَا عَدُوَّ اللَّهِ أَنْتَ صَاحِبُ هَذَا؟ قَالَ: نَعَمْ دَعْنِي فَإِنِّي لَا أَعُودُ مَا كُنْتُ آخِذًا إِلَّا لِأَهْلِ بَيْتٍ مِنَ الْجِنِّ فُقَرَاءَ، فَخَلَّى عَنْهُ ثُمَّ عَادَ الثَّانِيَةَ ثُمَّ عَادَ الثَّالِثَةَ. فَقُلْتُ: أَلَيْسَ قَدْ عَاهَدْتَنِي أَلَّا تَعُودَ؟ لَا أَدْعُكَ الْيَوْمَ حَتَّى أَذْهَبَ بِكَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَا تَفْعَلْ فَإِنَّكَ إِنْ تَدَعْنِي عَلَّمْتُكَ كَلِمَاتٍ إِذَا أَنْتَ قُلْتَهَا لَمْ يَقَرَبْكَ أَحَدٌ مِنَ الْجِنِّ صَغِيرٌ وَلَا كَبِيرٌ ذَكَرٌ وَلَا أُنْثَى قَالَ لَهُ: لَتَفْعَلَنَّ؟ قَالَ: نَعَمْ. قَالَ: مَا هُنَّ؟ قَالَ: {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} قَرَأَ آيَةَ الْكُرْسِيِّ حَتَّى خَتَمَهَا فَتَرَكَهُ فَذَهَبَ فَأَبْعَدَ فَذَكَرَ ذَلِكَ أَبُو هُرَيْرَةَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ ذَلِكَ كَذَلِكَ؟ ".

telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Amruwaih As-Saffar, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Zuhair ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Muslim ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Muslim Al-Abdi, telah menceritakan kepada kami Abul Mutawakkil An-Naji, bahwa sahabat Abu Hurairah diserahi tugas memegang kunci rumah sedekah (Baitul Mal) yang di dalamnya saat itu terdapat buah kurma. Pada suatu hari ia berangkat menuju rumah sedekah dan membuka pintunya, ternyata dia menjumpai buah kurma telah diambil sebanyak segenggam tangan penuh. Di hari yang lain ia memasukinya, dan menjumpainya telah diambil sebanyak segenggam tangan penuh pula. Pada hari yang ketiganya ia kembali memasukinya, ternyata telah diambil lagi sebanyak segenggam tangan penuh, sama dengan hari-hari sebelumnya. Kemudian Abu Hurairah melaporkan hal tersebut kepada Nabi Saw. Maka beliau Saw. bersabda kepadanya: "Apakah engkau ingin menangkap seterumu itu?" Abu Hurairah menjawab, "Ya." Nabi Saw. bersabda, "Apabila kamu membuka pintunya, maka katakanlah, 'Mahasuci Tuhan yang telah menundukkanmu kepada Muhammad'." Maka Abu Hurairah berangkat dan membuka pintu rumah sedekah itu, lalu mengucapkan, "Mahasuci Tuhan yang telah menundukkanmu kepada Muhammad." Dengan tiba-tiba muncul sesosok makhluk di hadapannya, lalu Abu Hurairah berkata, "Hai musuh Allah, kamukah yang melakukan ini?" Ia menjawab, "Ya, lepaskanlah aku, sungguh aku tidak akan kembali lagi. Tidak sekali-kali aku mengambil ini melainkan untuk ahli bait dari kalangan makhluk jin yang miskin." Maka Abu Hurairah melepaskannya. Pada hari yang kedua jin itu kembali lagi, begitu pula pada hari yang ketiganya. Abu Hurairah berkata, "Bukankah kamu telah berjanji kepadaku bahwa kamu tidak akan kembali lagi? Aku tidak akan melepaskanmu pada hari ini sebelum aku hadapkan kamu kepada Nabi Saw." Jin itu menjawab, "Tolong jangan kamu lakukan itu. Jika kamu melepaskan diriku, aku sungguh-sungguh akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat yang bila kamu ucapkan niscaya tidak ada satu jin pun yang mendekatimu, baik jin kecil maupun jin besar, jin laki-laki maupun jin perempuan." Abu Hurairah bertanya, "Kamu sungguh akan melakukannya?" Jin itu menjawab, "Ya." Abu Hurairah bertanya, "Apakah kalimat-kalimat itu?" Jin itu membacakan ayat Kursi hingga akhir ayat, yaitu: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). (Al-Baqarah: 255), hingga akhir ayat. Maka Abu Hurairah melepaskannya, lalu jin itu pergi dan tidak kembali lagi. Selanjutnya Abu Hurairah menuturkan hal tersebut kepada Nabi Saw. Beliau Saw. bersabda, "Tidakkah kamu tahu, memang hal tersebut adalah seperti apa yang dikatakannya."

Imam Nasai meriwayatkan pula dari Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ubaidillah, dari Syu'aib ibnu Harb, dari Ismail ibnu Muslim, dari Abul Mutawakkil, dari Abu Hurairah dengan lafaz yang sama. Dalam keterangan yang lalu telah disebutkan hadis dari Ubay ibnu Ka'b, menceritakan hal yang semisal. Semuanya itu merupakan tiga peristiwa.

Kisah yang lain diriwayatkan oleh Abu Ubaid di dalam Kitabul Garib-nya: telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Abu Asim As-Saqafi, dari Asy-Sya'bi, dari Abdullah ibnu Mas'ud, bahwa ada seorang lelaki dari kalangan manusia berangkat, lalu ia bersua dengan lelaki dari kalangan makhluk jin. Jin berkata kepadanya, "Maukah engkau berkelahi denganku? Jika kamu dapat mengalahkan aku, aku akan mengajarkan kepadamu suatu ayat yang jika kamu katakan ketika hendak memasuki rumahmu niscaya tidak ada setan yang berani memasukinya." Maka manusia itu berkelahi dengannya, dan ternyata dia dapat mengalahkannya. Lalu si manusia berkata, "Sesungguhnya aku menjumpaimu berbadan kurus lagi kasar, seakan-akan kedua tanganmu seperti tangan (kaki depan) anjing. Apakah memang demikian semua bentuk dan rupa kalian golongan jin, ataukah kamu hanya salah satu dari mereka?" Jin itu menjawab, "Sesungguhnya aku di antara mereka adalah jin yang paling kuat Sekarang marilah kita bertarung lagi." Maka manusia itu bertarung dengannya dan dapat mengalahkannya. Akhirnya jin itu berkata: Kamu baca ayat Kursi, karena sesungguhnya tidak sekali-kali seseorang membacanya bila hendak memasuki rumahnya, melainkan setan (yang ada di dalamnya) keluar seraya terkentut-kentut, seperti suara keledai. Kemudian dikatakan kepada Ibnu Mas'ud, "Apakah yang dimaksud dengan manusia tersebut adalah sahabat Umar?" Ibnu Mas'ud menjawab, "Siapa lagi orangnya kalau bukan Umar."

Abu Ubaid mengatakan bahwa ad-dail artinya bertubuh kurus, dan al-khaikh yang adakalanya juga dibaca al-haih artinya suara kentut.

Hadis lain diriwayatkan dari Abu Hurairah.

Imam Hakim (yaitu Abu Abdullah) telah mengatakan di dalam kitab Mustadrak-nya:

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حَمْشَاذَ حَدَّثَنَا بِشْرُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنِي حَكِيمُ بْنُ جُبَير الْأَسَدِيُّ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "سُورَةُ الْبَقَرَةِ فِيهَا آيَةٌ سَيِّدَةُ آيِ الْقُرْآنِ لَا تُقْرَأُ فِي بَيْتٍ فِيهِ شَيْطَانٌ إِلَّا خَرَجَ مِنْهُ! آيَةُ الْكُرْسِيِّ".

 

telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Hamsyad, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Al-Humaidi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepadaku Hakim ibnu Jubair Al-Asadi, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Surat Al-Baqarah di dalamnya terdapat sebuah ayat, yaitu penghulu semua ayat Al-Qur'an. Tidak sekali-kali ia dibaca di dalam sebuah rumah yang ada setannya, melainkan setan itu pasti keluar darinya, yaitu ayat Kursi.

Hal yang sama diriwayatkan melalui jalur lain, dari Zaidah, dari Hakim ibnu Jubair, lalu Imam Hakim mengatakan bahwa sanad hadis ini sahih tetapi keduanya (Imam Bukhari dan Imam Muslim) tidak mengetengahkannya. Demikianlah menurut Imam Hakim.

Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Zaidah yang lafaz (teks) yang berbunyi seperti berikut:

"لِكُلِّ شَيْءٍ سِنَامٌ وَسِنَامُ الْقُرْآنِ سُورَةُ البقرة وفيها آية هي سيدة آي القرآن: آيَةُ الْكُرْسِيِّ".

Segala sesuatu itu mempunyai puncaknya, dan puncak Al-Qur'an ialah surat Al-Baqarah; di dalamnya terdapat sebuah ayat, penghulu semua ayat Al-Qur'an, yaitu ayat Kursi.

Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib, kami tidak mengenalnya kecuali dari hadis Hakim ibnu Jubair. Sedangkan sehubungan dengan Hakim ibnu Jubair ini, Syu'bah meragukannya dan menilainya daif.

Menurut kami, Hakim ibnu Jubair dinilai daif pula oleh Ahmad, Yahya ibnu Mu'in, dan bukan hanya seorang dari kalangan para Imam. Ibnu Mahdi tidak memakai hadisnya, dan As-Sa'di menilainya dusta.

Hadis yang lain diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih. Disebutkan bahwa:

حَدَّثَنَا عَبْدُ الْبَاقِي بْنُ نَافِعٍ أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ مُحَمَّدٍ الْمَرْوَزِيُّ أَخْبَرَنَا عُمَرُ بْنُ مُحَمَّدٍ الْبُخَارِيُّ، أَخْبَرَنَا أَبِي أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ مُوسَى غُنْجَار عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ كَيْسان، أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ عَقِيلٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ يَعْمَرَ عَنِ ابْنِ عُمَرَ عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ: أَنَّهُ خَرَجَ ذَاتَ يَوْمٍ إِلَى النَّاسِ وَهُمْ سَمَاطَاتٌ فَقَالَ: أَيُّكُمْ يُخْبِرُنِي بِأَعْظَمِ آيَةٍ فِي الْقُرْآنِ؟ فَقَالَ ابْنُ مَسْعُودٍ: عَلَى الْخَبِيرِ سَقَطْتَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: "أَعْظَمُ آيَةٍ فِي الْقُرْآنِ: {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ}

telah menceritakan kepada kami Abdul Baqi ibnu Nafi’ telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Muhammad Al-Marwazi, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Muhammad Al-Bukhari, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Musa (yaitu Ganjar), dari Abdullah ibnu Kaisan, telah menceritakan kepada kami Yahya, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Uqail, dari Yahya ibnu Ya'mur, dari Ibnu Umar, dari Umar ibnul Khattab, bahwa pada suatu hari ia keluar menemui orang banyak yang saat itu mereka terdiam, lalu Umar bertanya, "Siapakah di antara kalian yang mengetahui ayat Al-Qur'an manakah yang paling agung?" Maka Ibnu Mas'ud menjawab: Engkau bertanya kepada orang yang tepat, aku pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, "Ayat Al-Qur'an yang paling agung ialah 'Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya)' (Al-Baqarah: 255)."

Hadis lain mengatakan bahwa di dalamnya terdapat asma Allah yang paling agung.

قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَكْرٍ أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ  بْنُ أَبِي زِيَادٍ حَدَّثَنَا شَهْرُ بْنُ حَوْشَبٍ عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ يَزِيدَ بْنِ السَّكَنِ قَالَتْ : سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم يقول فِي هَاتَيْنِ الْآيَتَيْنِ {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} وَ {الم * اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} [آلِ عِمْرَانَ:1، 2] "إِنَّ فِيهِمَا اسْمَ اللَّهِ الْأَعْظَمِ"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bakir, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Syahr ibnu Hausyab, dari Asma binti Yazid ibnus Sakan yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda sehubungan dengan kedua ayat berikut, yaitu firman-Nya: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). (Al-Baqarah: 255) Dan firman-Nya: Alif lam Mim. Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). (Ali Imran: 1-2) Beliau Saw. bersabda: Sesungguhnya di dalam kedua ayat tersebut terdapat asma Allah yang paling agung.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud melalui Musaddad, sedangkan Imam Turmuzi melalui Ali ibnu Khasyram, dan Ibnu Majah melalui Abu Bakar ibnu Abu Syaibah; ketiga-tiganya menceritakan hadis ini dari Isa ibnu Yunus, dari Abdullah ibnu Abu Ziyad dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan sahih.

Hadis lain semakna dengan hadis ini diriwayatkan dari Abu Umamah r.a.,

قَالَ ابْنُ مَرْدُويه: أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ نُمَيْرٍ أَخْبَرَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ بْنِ إِسْمَاعِيلَ أَخْبَرَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ أَخْبَرَنَا الْوَلِيدُ بْنُ مُسْلِمٍ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْعَلَاءِ بْنِ زَيْدٍ: أَنَّهُ سَمِعَ الْقَاسِمَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ يَرْفَعُهُ قَالَ: "اسْمُ اللَّهِ الْأَعْظَمِ الَّذِي إِذَا دُعِيَ بِهِ أَجَابَ فِي ثَلَاثٍ: سُورَةِ الْبَقَرَةِ وَآلِ عِمْرَانَ وَطَهَ" وَقَالَ هِشَامٌ -وَهُوَ ابْنُ عَمَّارٍ خَطِيبُ دِمَشْقَ-: أَمَّا الْبَقَرَةُ فَـ {اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} وَفِي آلِ عِمْرَانَ: {الم * اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ} وَفِي طَهَ: {وَعَنَتِ الْوُجُوهُ لِلْحَيِّ الْقَيُّومِ}

Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Ala ibnu Zaid, bahwa dia pernah mendengar Al-Qasim ibnu Abdur Rahman menceritakan hadis berikut dari Abu Umamah yang me-rafa'-kannya (kepada Nabi Saw.), yaitu: Asma Allah yang paling agung yang apabila dibaca di dalam doa pasti dikabulkan ada dalam tiga tempat, yaitu surat Al-Baqarah, surat Ali Imran, dan surat Thaha. Hisyam (yaitu Ibnu Ammar, khatib kota Damaskus) mengatakan, yang di dalam surat Al-Baqarah ialah firman-Nya: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). (Al-Baqarah: 255). Di dalam surat Ali Imran ialah firman-Nya: Alif Lam Mim. Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). (Ali Imran: 1-2), Dan yang di dalam surat Thaha ialah firman-Nya: Dan tunduklah semua muka kepada Tuhan Yang Hidup kekal lagi senantiasa mengurus (makhluk-Nya). (Thaha: 111)

Hadis lain dari Abu Umamah dalam keutamaan membacanya sesudah salat fardu.

قَالَ أَبُو بَكْرِ بْنُ مَرْدُويه: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مُحْرِزِ بْنِ مُسَاوِرٍ الْأُدْمِيُّ أَخْبَرَنَا جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَسَنِ أَخْبَرَنَا الحُسَين بْنُ بِشْرٍ بطَرسُوس أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ حِمْيَرٍ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ زِيَادٍ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ قَرَأَ دُبُر كُلِّ صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ آيَةَ الْكُرْسِيِّ لَمْ يَمْنَعْهُ مِنْ دُخُولِ الْجَنَّةِ إِلَّا أَنْ يَمُوتَ".

 

Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muharriz ibnu Yanawir Al-Adami, telah menceritakan kepada kami Ja'far ibnu Muhammad ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Bisyr di Tartus, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Humair, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ziyad, dari Abu Umamah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang membaca ayat Kursi sehabis setiap salat fardu, maka tiada penghalang baginya untuk memasuki surga kecuali hanya mati.

Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Nasai di dalam kitab Al-Yaum wal Lailah dari Al-Hasan ibnu Bisyr dengan lafaz yang sama.

Ibnu Hibban di dalam kitab sahihnya telah meriwayatkan dari hadis Muhammad ibnu Humair (yaitu Al-Himsi, salah seorang Rijal Imam Bukhari), hadis ini dapat dinilai sahih dengan syarat Imam Bukhari. Abul Faraj —yakni Ibnul Jauzi— menduga bahwa hadis ini maudu'.

Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui hadis Ali dan Al-Mugirah ibnu Syu'bah serta Jabir ibnu Abdullah semisal dengan hadis ini, tetapi di dalam sanad masing-masing terdapat ke-daif-an.

Ibnu Murdawaih mengatakan pula:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ زِيَادٍ الْمُقْرِيُّ أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ دُرُسْتُوَيه الْمَرْوَزِيُّ أَخْبَرَنَا زِيَادُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا أَبُو حَمْزَةَ السُّكَّرِيُّ عَنِ الْمُثَنَّى عَنْ قَتَادَةَ عَنِ الْحَسَنِ عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "أَوْحَى اللَّهُ إِلَى مُوسَى بْنِ عِمْرَانَ عَلَيْهِ السَّلَامُ أَنِ اقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِيِّ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ مكتوبة فإنه من يقرؤها فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ أجعلْ لَهُ قَلْبَ الشَّاكِرِينَ وَلِسَانَ الذَّاكِرِينَ وَثَوَابَ الْمُنِيبِينَ وَأَعْمَالَ الصِّدِّيقِينَ وَلَا يُوَاظِبُ عَلَى ذَلِكَ إِلَّا نَبِيٌّ أَوْ صِدِّيقٌ أَوْ عَبْدٌ امتحنتُ قَلْبَهُ لِلْإِيمَانِ أَوْ أُرِيدُ قَتْلَهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ"

telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Hasan ibnu Ziyad Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Durustuwaih Al-Marwazi, telah menceritakan kepada kami Ziyad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Abu Hamzah As-Sukari, dari Al-Musanna, dari Qatadah, dari Al-Hasan, dari Abu Musa Al-Asy'ari, dari Nabi Saw. yang telah bersabda:  Allah mewahyukan kepada Musa ibnu Imran a.s., "Bacalah ayat Kursi pada tiap-tiap sehabis salat fardu, karena sesungguhnya barang siapa yang membacanya setelah selesai dari tiap salat fardu, niscaya Aku jadikan baginya kalbu orang-orang yang bersyukur, lisan orang-orang yang berzikir, pahala para nabi dan amal para siddiqin. Dan tidak sekali-kali melestarikan hal tersebut kecuali hanya seorang nabi atau seorang siddiq atau seorang hamba yang Aku uji kalbunya untuk iman atau Aku menghendakinya terbunuh di jalan Allah."

Hadis ini munkar sekali.

Hadis lain menyebutkan bahwa ayat Kursi memelihara pembacanya pada permulaan siang hari dan permulaan malam hari.

قَالَ أَبُو عِيسَى التِّرْمِذِيُّ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ الْمُغِيرَةِ أَبُو سَلَمَةَ الْمَخْزُومِيُّ الْمَدِينِيُّ أَخْبَرَنَا ابْنُ أَبِي فُدَيْكٍ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمَلِيكِيِّ عَنْ زُرَارَةَ بْنِ مُصْعَبٍ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "مَنْ قَرَأَ: {حم} الْمُؤْمِنَ إِلَى: {إِلَيْهِ الْمَصِيرُ} وَآيَةَ الْكُرْسِيِّ حِينَ يُصْبِحُ حُفِظَ بِهِمَا حَتَّى يُمْسِيَ وَمَنْ قَرَأَهُمَا حِينَ يُمْسِي حُفِظَ بِهِمَا حَتَّى يُصْبِحَ

Abu Isa At-Turmuzi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnul Mugirah (yaitu Abu Salamah Al-Makhzumi Al-Madini), telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Fudaik, dari Abdur Rahman Al-Mulaiki, dari Zararah ibnu Mus'ab, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Barang siapa yang membaca Ha-Mim surat Al-Mu’min sampai kepada firman-Nya, "Ilaihil masir," dan ayat Kursi di saat pagi hari, maka ia akan dipelihara oleh keduanya hingga petang hari. Dan barang siapa yang membaca keduanya hingga petang hari, maka ia akan dipelihara berkat keduanya hingga pagi hari.

Kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat garib. Sebagian dari kalangan ahlul ilmi meragukan hafalan Abdur Rahman ibnu Abu Bakar ibnu Abu Mulaikah Al-Mulaiki.

Sesungguhnya banyak hadis lain yang menceritakan keutamaan ayat Kursi ini, sengaja tidak kami ketengahkan untuk meringkas, mengingat predikatnya tidak ada yang sahih lagi sanadnya daif, seperti hadis Ali yang menganjurkan membacanya di saat hendak ber-hijamah (berbekam). Disebutkan bahwa membaca ayat Kursi di saat hendak berhijamah sama kedudukannya dengan melakukan hijamah dua kali. Dan hadis Abu Hurairah yang menceritakan perihal menulis ayat Kursi pada telapak tangan kiri dengan memakai minyak za'faran sebanyak tujuh kali, lalu dijilat yang faedahnya untuk menguatkan hafalan dan tidak akan lupa pada hafalannya. Kedua hadis tersebut diketengahkan oleh Ibnu Murdawaih, juga hadis-hadis yang lain mengenainya.

Ayat Kursi Mengandung Sepuluh Kalimat yang Menyendiri.

Firman Allah Swt:

{اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلا هُوَ}

Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia. (Al-Baqarah: 255)

Pemberitahuan yang menyatakan bahwa Dialah Tuhan Yang Maha Esa bagi semua makhluk.

{الْحَيُّ الْقَيُّومُ}

Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya). (Al-Baqarah: 255)

Yakni Dia adalah Zat Yang Hidup kekal, tidak mati selama-lamanya, lagi terus-menerus mengurus selain-Nya. Sahabat Umar membacanya qiyamun dengan pengertian bahwa semua makhluk berhajat kepada-Nya, sedangkan Dia Mahakaya dari semua makhluk. Dengan kata lain, segala sesuatu tidak akan berujud tanpa perintah dari-Nya. Perihalnya sama dengan makna yang ada dalam firman-Nya:

أَنْ تَقُومَ السَّماءُ وَالْأَرْضُ بِأَمْرِهِ

Dan di antara  tanda-tanda kekuasaan-Nya  ialah  berdirinya langit dan bumi dengan kehendak-Nya. (Ar-Rum: 25)

Adapun firman Allah Swt.:

{لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلا نَوْمٌ}

tidak mengantuk dan tidak tidur. (Al-Baqarah: 255)

Artinya, Dia tidak pernah terkena kekurangan, tidak lupa, tidak pula lalai terhadap makhluk-Nya. Bahkan Dia mengurus semua jiwa berikut amal perbuatannya, lagi menyaksikan segala sesuatu. Tiada sesuatu pun yang gaib (tidak diketahui) oleh-Nya, tiada suatu perkara yang samar pun yang tidak diketahui-Nya. Di antara kesempurnaan sifat Qayyum-Nya ialah Dia tidak pernah mengantuk dan tidak pernah pula tidur.

Lafaz la ta-khuzuhu artinya tidak pernah terkena; sinatun, artinya mengantuk, yaitu pendahuluan dari tidur. Wala naum, dan tidak pula tidur, lafaz ini disebutkan karena pengertiannya lebih kuat daripada yang pertama.

Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan dari Abu Musa:

قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ، فَقَالَ «إِنَّ اللَّهَ لَا يَنَامُ، وَلَا يَنْبَغِي لَهُ أَنْ يَنَامَ، يُخْفِضُ الْقِسْطَ وَيَرْفَعُهُ، يُرْفَعُ إِلَيْهِ عَمَلُ النَّهَارِ قَبْلَ عَمَلِ اللَّيْلِ، وَعَمَلُ اللَّيْلِ قَبْلَ عَمَلِ النَّهَارِ، حِجَابُهُ النُّورُ أَوِ النَّارُ، لَوْ كَشَفَهُ لَأَحْرَقَتْ سُبُحَاتُ وَجْهِهِ مَا انْتَهَى إِلَيْهِ بَصَرُهُ مِنْ خَلْقِهِ»

Rasulullah Saw. berdiri di antara kami, lalu mengucapkan empat kalimat berikut, yaitu: "Sesungguhnya Allah tidak tidur dan tidak layak bagi-Nya tidur. Dia merendahkan dan mengangkat timbangan (amal perbuatan); dilaporkan kepada-Nya semua amal perbuatan siang hari sebelum amal perbuatan malam hari; dan amal perbuatan malam hari sebelum amal perbuatan siang hari. Hijab (penghalang)-Nya adalah nur atau api. Seandainya Dia membuka hijab-Nya, niscaya Kesucian Zat-Nya akan membakar semua makhluk sejauh pandangan-Nya."

Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, telah menceritakan kepadaku Al-Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah maula Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Tidak mengantuk dan tidak tidur. (Al-Baqarah: 255) Bahwa Musa a.s. pernah bertanya kepada para malaikat, "Apakah Allah Swt. pernah tidur?" Maka Allah mewahyukan kepada para malaikat dan memerintahkan mereka untuk membuat Musa mengantuk selama tiga hari, dan mereka tidak boleh membiarkannya terjaga. Mereka mengerjakan apa yang diperintahkan itu. Mereka memberi dua buah botol kepada Musa supaya dipegang, lalu mereka meninggalkannya. Sebelum itu mereka mewanti-wanti kepada Musa agar hati-hati terhadap kedua botol tersebut, jangan sampai pecah. Maka Musa mulai mengantuk, sementara kedua botol itu dipegang oleh masing-masing tangannya. Kemudian Musa mengantuk dan sadar, dan mengantuk serta sadar. Akhirnya ia mengantuk selama beberapa saat, lalu salah satu dari kedua botol itu beradu dengan yang lainnya hingga pecah.

Ma'mar mengatakan, sesungguhnya apa yang disebutkan oleh kisah di atas merupakan misal (perumpamaan) yang dibuat oleh Allah Swt. Ma'mar 'mengatakan bahwa demikian pula halnya langit dan bumi di tangan kekuasaan-Nya (seandainya Dia mengantuk, niscaya keduanya akan hancur berantakan).

Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir, dari Al-Hasan ibnu Yahya, dari Abdur Razzaq yang mengetengahkan kisah ini. Pada kenyataannya kisah ini merupakan salah satu dari berita kaum Bani Israil, yang kesimpulannya menyatakan bahwa hal seperti ini termasuk salah satu hal yang diajarkan kepada Musa untuk mengetahui bahwa Allah Swt. itu tiada sesuatu pun yang samar bagi-Nya dan bahwa Dia Mahasuci dari hal tersebut.

Hal yang lebih garib (aneh) lagi daripada kisah di atas ialah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Disebutkan bahwa:

حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ أَبِي إِسْرَائِيلَ حَدَّثْنَا هِشَامُ بْنُ يُوسُفَ عَنْ أُمَيَّةَ بْنِ شِبْلٍ عَنِ الْحَكَمِ بْنِ أَبَانَ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَحْكِي عَنْ مُوسَى عَلَيْهِ السَّلَامُ عَلَى الْمِنْبَرِ، قَالَ: "وَقَعَ فِي نَفْسِ مُوسَى: هَلْ يَنَامُ اللَّهُ؟ فَأَرْسَلَ اللَّهُ إِلَيْهِ مَلَكًا فَأَرَّقَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ أَعْطَاهُ قَارُورَتَيْنِ فِي كُلِّ يَدٍ قَارُورَةٌ وَأَمَرَهُ أَنْ يَحْتَفِظَ بِهِمَا". قَالَ: "فَجَعَلَ يَنَامُ تَكَادُ يَدَاهُ تَلْتَقِيَانِ فَيَسْتَيْقِظُ فَيَحْبِسُ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى، حَتَّى نَامَ نَوْمَةً فَاصْطَفَقَتْ يَدَاهُ فَانْكَسَرَتِ الْقَارُورَتَانِ" قَالَ: "ضَرَبَ اللَّهُ لَهُ مَثَلًا عَزَّ وَجَلَّ: أَنَّ اللَّهَ لَوْ كَانَ يَنَامُ لَمْ تَسْتَمْسِكِ السَّمَاءُ وَالْأَرْضُ"

telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Abu Israil, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Yusuf, dari Umayyah ibnu Syibl, dari Al-Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. yang ada di atas mimbarnya mengisahkan kejadian yang dialami oleh Musa a.s.:  Timbul pertanyaan di dalam hati Nabi Musa, apakah Allah tidur? Maka Allah mengutus malaikat kepadanya dan Musa dibuatnya mengantuk selama tiga hari. Sebelumnya malaikat itu memberikan dua buah botol kepadanya, pada masing-masing tangan satu botol; dan memerintahkan kepadanya agar kedua botol itu dijaga (jangan sampai pecah). Lalu Musa tertidur dan kedua tangannya hampir saja bertemu satu sama lainnya, tetapi ia keburu bangun, lalu ia menahan keduanya supaya jangan beradu dengan yang lainnya. Akhirnya Musa tertidur sejenak dan kedua tangannya beradu hingga kedua botol itu pecah. Nabi Saw. bersabda, "Allah Swt. membuat suatu perumpamaan; seandainya Allah tidur, niscaya langit dan bumi tidak dapat dipegang-Nya."

Hadis ini garib sekali, yang jelas hadis ini adalah kisah israiliyat, tidak marfu' (sampai kepada Nabi Saw.).

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Qasim ibnu Atiyyah, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman Ad-Dustuki, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari ayahnya, telah menceritakan kepada kami Asy'as ibnu Ishaq, dari Ja'far ibnu Abul Mugirah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa orang-orang Bani Israil pernah bertanya, "Hai Musa, apakah Tuhanmu tidur?" Musa menjawab, "Ber-takwalah kalian kepada Allah." Maka Tuhan berseru kepadanya, "Hai Musa, mereka menanyakan kepadamu, apakah Tuhanmu tidur? Maka ambillah dua buah botol, lalu peganglah pada kedua tanganmu dan janganlah kamu tidur pada malam harinya." Musa melakukan hal itu. Ketika sepertiga malam hari lewat, Musa merasa mengantuk hingga ia jatuh terduduk, tetapi ia terbangun, lalu dengan segera ia membetulkan letak kedua botol itu. Tetapi ketika malam hari berada pada penghujungnya, Musa mengantuk dan kedua botol itu jatuh, lalu pecah. Maka Allah Swt. berfirman, "Hai Musa, seandainya Aku mengantuk, niscaya terjatuhlah langit dan bumi dan hancur berantakan, sebagaimana kedua botol yang ada pada kedua tanganmu itu terjatuh." Kemudian Allah Swt. menurunkan ayat Kursi ini kepada Nabi-Nya Saw.

Firman Allah Swt.:

{لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ}

Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. (Al-Baqarah: 255)

Ayat ini memberitakan bahwa semuanya adalah hamba-hamba-Nya, berada dalam kekuasaan-Nya dan di bawah pengaturan dan pemerintahan-Nya. Perihalnya sama dengan makna yang ada dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:

{إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ إِلا آتِي الرَّحْمَنِ عَبْدًا لَقَدْ أَحْصَاهُمْ وَعَدَّهُمْ عَدًّا * وَكُلُّهُمْ آتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْدًا}

Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri. (Maryam: 93-95)

Adapun firman Allah Swt.:

{مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلا بِإِذْنِهِ}

Tidak ada seorang pun yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya melainkan dengan seizin-Nya. (Al-Baqarah: 255)

Makna ayat ini sama dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:

وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّماواتِ لَا تُغْنِي شَفاعَتُهُمْ شَيْئاً إِلَّا مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشاءُ وَيَرْضى

Dan berapa banyak malaikat di langit, syafaat mereka sedikit pun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridai-(Nya). (An-Najm: 26)

Sama pula dengan firman-Nya:

وَلا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضى

dan mereka tidak memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridai Allah. (Al-Anbiya: 28)

Demikian itu karena keagungan dan kebesaran serta ketinggian-Nya, hingga tidak ada seorang pun yang berani memberikan syafaat kepada seseorang di sisi-Nya melainkan dengan izin dari-Nya. Seperti hal yang disebutkan di dalam hadis mengenai syafaat, yaitu:

«آتِي تَحْتَ الْعَرْشِ فَأَخِرُّ سَاجِدًا، فَيَدَعُنِي مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَدَعَنِي. ثُمَّ يُقَالُ: ارْفَعْ رَأْسَكَ وَقُلْ تُسْمَعْ وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ- قَالَ- فَيَحِدُّ لِي حَدًّا فَأُدْخِلُهُمُ الْجَنَّةَ» .

Aku datang ke bawah Arasy, lalu aku menyungkur bersujud, dan Allah membiarkan diriku dalam keadaan demikian menurut apa yang dikehendaki-Nya. Kemudian Dia berfirman, "Angkatlah kepalamu dan katakanlah (apa yang engkau kehendaki), niscaya kamu didengar; dan mintalah syafaat, niscaya kamu diberi izin untuk memberi syafaat." Nabi Saw. melanjutkan kisahnya, "Kemudian Allah memberikan suatu batasan kepadaku, lalu aku masukkan mereka ke dalam surga."

Firman Allah Swt.:

{يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ}

Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka. (Al-Baqarah: 255)

Ayat ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwa pengetahuan Allah meliputi semua yang  ada, baik masa lalu, masa  sekarang, maupun masa depannya. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung dalam ayat lain yang mengisahkan malaikat:

{وَمَا نَتَنزلُ إِلا بِأَمْرِ رَبِّكَ لَهُ مَا بَيْنَ أَيْدِينَا وَمَا خَلْفَنَا وَمَا بَيْنَ ذَلِكَ وَمَا كَانَ رَبُّكَ نَسِيًّا}

Dan tidaklah kami (Jibril) turun kecuali dengan perintah Tuhanmu. Kepunyaan-Nyalah apa-apa yang ada di hadapan kita, apa-apa yang ada di belakang kita, dan apa-apa yang ada di antara keduanya, dan tidaklah Tuhanmu lupa. (Maryam: 64)

{وَلا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلا بِمَا شَاءَ}

Dan   mereka   tidak   mengetahui   apa-apa   dari   ilmu   Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. (Al-Baqarah: 255)

Yakni tidak ada seorang pun yang mengetahui sesuatu dari ilmu Allah kecuali sebatas apa yang Allah beri tahukan kepadanya dan apa yang diperlihatkan kepadanya.

Akan tetapi, makna ayat ini dapat ditafsirkan bahwa makna yang dimaksud ialah mereka tidak dapat mengetahui sesuatu pun mengenai pengetahuan tentang Zat dan sifat-sifat-Nya melainkan hanya sebatas apa yang diperlihatkan oleh Allah kepadanya. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya:

وَلا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْماً

sedangkan ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya. (Thaha: 110)

{وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ}

Kursi Allah meliputi langit dan bumi. (Al-Baqarah: 255)

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris, dari Mutarrif, dari Tarif, dari Ja'far ibnu Abul Mugirah, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini. Ibnu Abbas mengatakan, yang dimaksud dengan 'Kursi-Nya' ialah ilmu-Nya.

Hal yang sama telah diriwayatkan Ibnu Jarir melalui hadis Abdullah ibnu Idris dan Hasyim, keduanya dari Mutarrif ibnu Tarif dengan lafaz yang sama. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan pula dari Sa'id ibnu Jubair hal yang semisal.

Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa ulama lainnya mengatakan, "Yang dimaksud dengan Kursi ialah tempat kedua telapak kaki (kekuasaan-Nya)." Kemudian ia meriwayatkannya dari Abu Musa, As-Saddi, Ad-Dahhak, dan Muslim Al-Batin.

Syuja' ibnu Makhlad mengatakan di dalam kitab tafsirnya, telah menceritakan kepada kami Abu Asim, dari Sufyan, dari Ammar Az-Zahabi, dari Muslim Al-Batin, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Nabi Saw. pernah ditanya mengenai makna firman-Nya: Kursi Allah meliputi langit dan bumi. (Al-Baqarah: 255) Maka beliau Saw. menjawab:

«كُرْسِيُّهُ مَوْضِعُ قَدَمَيْهِ وَالْعَرْشُ لَا يُقَدِّرُ قَدْرَهُ إِلَّا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ»

Kursi Allah ialah tempat kedua telapak kaki (kekuasaan-Nya), sedangkan Arasy tiada yang dapat menaksir luasnya kecuali hanya Allah Swt. sendiri.

Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkan pula hadis ini melalui jalur Syuja' ibnu Makhlad Al-Fallas yang menceritakan hadis ini, tetapi ke-marfu'-an hadis ini adalah suatu kekeliruan. Karena Waki' meriwayatkannya pula di dalam kitab tafsirnya, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ammar Az-Zahabi, dari Muslim Al-Batin, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Kursi adalah tempat kedua telapak kaki (kekuasaan)-Nya; dan Arasy, tidak ada seorang pun yang dapat menaksir luasnya.

Hal yang semisal diriwayatkan pula oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya, dari Abul Abbas (yaitu Muhammad ibnu Ahmad Al-Mahbubi), dari Muhammad ibnu Mu'az, dari Abu Asim, dari Sufyan (yaitu As-Sauri) berikut sanadnya, dari Ibnu Abbas, tetapi mauquf sampai kepada Ibnu Abbas saja (dan tidak marfu' sampai kepada Nabi Saw.). Selanjutnya Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih dengan syarat Syaikhain (Bukhari dan Muslim), tetapi keduanya tidak mengetengahkan asar ini.

Ibnu Murdawaih meriwayakan pula melalui jalur Al-Hakim ibnu Zahir Al-Fazzari Al-Kufi yang dikenal hadisnya tak terpakai, dari As-Saddi, dari ayahnya, dari Abu Hurairah secara marfu', tetapi tidak sahih predikatnya.

As-Saddi meriwayatkan dari Abu Malik bahwa Kursi terletak di bawah Arasy.

As-Saddi sendiri mengatakan bahwa langit dan bumi berada di dalam Kursi, sedangkan Kursi berada di hadapan Arasy.

Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, "Seandainya langit dan bumi yang masing-masingnya terdiri atas tujuh lapis dihamparkan, kemudian satu sama lainnya disambungkan, maka semuanya itu bukan apa-apa bila dibandingkan dengan luasnya Kursi, melainkan hanya seperti suatu halqah (sekerumunan manusia) yang berada di tengah-tengah padang pasir."

Hal ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan kepadaku Ibnu Wahb, bahwa Ibnu Zaid pernah mengatakan, ayahnya pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:

«ما السموات السَّبْعُ فِي الْكُرْسِيِّ إِلَّا كَدَرَاهِمَ سَبْعَةٍ أُلْقِيَتْ فِي تُرْسٍ»

Tiadalah langit yang tujuh (bila) diletakkan di dalam Kursi, melainkan seperti tujuh keping uang dirham yang dilemparkan di atas sebuah tameng.

Disebutkan pula, Abu Zar r.a. pernah mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:

"مَا الْكُرْسِيُّ فِي الْعَرْشِ إِلَّا كَحَلْقَةٍ مِنْ حَدِيدٍ أُلْقِيَتْ بَيْنَ ظَهْرَيْ فَلَاةٍ مِنَ الْأَرْضِ"

Tiadalah Kursi itu (bila) diletakkan di dalam Arasy melainkan seperti sebuah halqah (lingkaran) besi yang dilemparkan di tengah-tengah sebuah padang pasir dari bumi.

Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan:

أَخْبَرَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وُهَيْبٍ الغزي أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ أَبِي السَّرِيّ الْعَسْقَلَانِيُّ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ  التَّمِيمِيُّ عَنِ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ الثَّقَفِيِّ عَنْ أَبِي إِدْرِيسَ الْخَوْلَانَيِّ عَنْ أَبِي ذَرٍّ الْغِفَارِيِّ، أَنَّهُ سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْكُرْسِيِّ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: "والذي نفسي بيده ما السموات السَّبْعُ وَالْأَرْضُونَ السَّبْعُ عِنْدَ الْكُرْسِيِّ إِلَّا كَحَلْقَةٍ مُلْقَاةٍ بِأَرْضِ فَلَاةٍ، وَإِنَّ فَضْلَ الْعَرْشِ عَلَى الْكُرْسِيِّ كَفَضْلِ الْفَلَاةِ عَلَى تِلْكَ الْحَلْقَةِ"

telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Wuhaib Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abul Yusri Al-Asqalani, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah At-Tamimi, dari Al-Qasim ibnu Muhammad As-Saqafi, dari Abu Idris Al-Khaulani, dari Abu Zar Al-Gifari, bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah Saw. tentang Kursi. Maka beliau Saw. bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tiadalah langit yang tujuh dan bumi yang tujuh lapis bila diletakkan pada Kursi melainkan seperti sebuah lingkaran (besi) yang dilemparkan di tengah-tengah padang pasir. Dan sesungguhnya keutamaan Arasy atas Kursi sama dengan keutamaan padang pasir atas lingkaran itu.

Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli telah mengatakan di dalam kitab Musnad-nya:

حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي بُكَيْر حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ خَلِيفَةَ عَنْ عُمَرَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: أَتَتِ امْرَأَةٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتِ: ادْعُ اللَّهَ أَنْ يُدْخِلَنِي الْجَنَّةَ. قَالَ: فَعَظَّمَ الرَّبَّ تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَقَالَ: "إن كرسيه وسع السموات وَالْأَرْضَ وَإِنَّ لَهُ أَطِيطًا كَأَطِيطِ الرَّحل الْجَدِيدِ مِنْ ثِقَلِهِ"

telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Bakar, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Abdullah ibnu Khalifah, dari Umar r.a. yang menceritakan bahwa ada seorang wanita datang kepada Rasulullah Saw., lalu berkata, "Doakanlah kepada Allah, semoga Dia memasukkan diriku ke dalam surga." Sahabat Umar melanjutkan kisahnya, bahwa Nabi Saw. menyebutkan asma Allah Yang Mahaagung lagi Mahatinggi, lalu bersabda: Sesungguhnya Kursi Allah meliputi semua langit dan bumi, dan sesungguhnya Kursi Allah mengeluarkan suara seperti suara pelana besi karena beratnya.

Hadis ini diriwayatkan pula oleh Al-Hafiz Al-Bazzar di dalam kitab Musnad-nya yang terkenal, juga Abdu Humaid serta Ibnu Jarir di dalam kitab tafsir masing-masing, Imam Tabrani dan Ibnu Abu Asim di dalam kitab sunnah masing-masing; Al-Hafiz Ad-Diya di dalam kitabnya yang berjudul Al-Mukhtar melalui hadis Ishaq As-Subai'i, dari Abdullah ibnu Khalifah. Akan tetapi, hal tersebut tidak menjamin hadis ini menjadi masyhur, sedangkan mengenai mendengarnya Abdullah ibnu Khalifah dari sahabat Umar masih perlu dipertimbangkan.

Kemudian di antara mereka ada orang yang meriwayatkannya dari Abdullah ibnu Khalifah, dari Umar r.a. secara mauquf (hanya sampai pada dia). Di antara mereka ada yang meriwayatkannya dari Abdullah ibnu Khalifah secara mursal. Ada yang menambahkan pada matannya dengan tambahan yang garib (aneh), dan ada pula yang membuangnya. Hal yang lebih aneh daripada kisah di atas ialah hadis yang diceritakan oleh Jabir ibnu Mut'im mengenai sifat (gambaran) Arasy, seperti hadis yang diriwayatkan Imam Abu Daud di dalam kitab sunnahnya.

Ibnu Murdawaih dan lain-lainnya meriwayatkan banyak hadis dari Buraidah, Jabir, dan selain keduanya yang isinya mengisahkan bahwa kelak di hari kiamat Kursi akan diletakkan untuk menyelesaikan masalah peradilan. Tetapi menurut makna lahiriahnya, hal tersebut tidak disebut di dalam ayat ini (Al-Baqarah: 255).

Sebagian ahli ilmu filsafat mengenai astrologi dari kalangan orang-orang Islam mengatakan bahwa Kursi menurut mereka adalah falak yang jumlahnya ada delapan, yaitu falak yang bersifat tetap; di atasnya terdapat falak lain yang kesembilan, yaitu falak asir yang dikenal dengan sebutan atlas. Akan tetapi, pendapat mereka di-sanggah oleh golongan yang lain.

Ibnu Jarir meriwayatkan melalui jalur Juwaibir, dari Al-Hasan Al-Basri, ia pernah mengatakan bahwa Kursi adalah Arasy. Tetapi menurut pendapat yang benar, Kursi itu lain dengan Arasy; Arasy jauh lebih besar daripada Kursi, seperti yang ditunjukkan oleh banyak asar dan hadis. Dalam hal ini Ibnu Jarir berpegang kepada hadis Abdullah ibnu Khalifah, dari Umar. Menurut kami, kesahihan asar tersebut masih perlu dipertimbangkan.

Firman Allah Swt.:

{وَلا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا}

Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya.   (Al-Baqarah: 255)

Maksudnya, tidak memberatkan-Nya dan tidak mengganggu-Nya sama sekali memelihara langit dan bumi serta semua makhluk yang ada pada keduanya, bahkan hal tersebut mudah dan sangat ringan bagi-Nya. Dialah yang mengatur semua jiwa beserta semua apa yang diperbuatnya, Dialah yang mengawasi segala sesuatu. Tidak ada sesuatu pun yang terhalang dari-Nya, dan tiada sesuatu pun yang gaib bagi-Nya. Segala sesuatu seluruhnya hina di hadapan-Nya dalam keadaan tunduk dan patuh bila dibandingkan dengan-Nya, lagi berhajat kepada-Nya, sedangkan Dia Mahakaya lagi Maha Terpuji, Maha melakukan semua yang dikehendaki-Nya, tidak dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dilakukan-Nya, sedangkan mereka dimintai pertanggungjawaban. Dia Mahamenang atas segala sesuatu, Maha Menghitung atas segala sesuatu, Maha Mengawasi (Waspada), Mahaagung. Tidak ada Tuhan selain Dia, dan tidak ada Rabb selain Dia.

Firman-Nya:

{وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ}

Dan Allah Mahatinggi lagi Mahabesar. (Al-Baqarah: 255)

Sama maknanya dengan firman-Nya:

الْكَبِيرُ الْمُتَعالِ

Yang Mahabesar lagi Mahatinggi. (Ar-Ra'd: 9)

Cara memahami ayat-ayat ini dan hadis-hadis sahih yang semakna dengannya lebih baik memakai metode yang dilakukan oleh ulama Salaf yang saleh dan dianjurkan oleh mereka, yaitu tidak serupa dan tidak mirip dengan apa yang digambarkan dalam teksnya.

{اللَّه لَا إلَه} أَيْ لَا مَعْبُود بِحَقٍّ فِي الْوُجُود {إلَّا هُوَ الْحَيّ} الدَّائِم بِالْبَقَاءِ {الْقَيُّوم} الْمُبَالِغ فِي الْقِيَام بِتَدْبِيرِ خَلْقه {لَا تَأْخُذهُ سِنَة} نُعَاس {وَلَا نَوْم لَهُ مَا فِي السَّمَاوَات وَمَا فِي الْأَرْض} مُلْكًا وَخَلْقًا وَعَبِيدًا {مَنْ ذَا الَّذِي} أَيْ لَا أَحَد {يَشْفَع عِنْده إلَّا بِإِذْنِهِ} لَهُ فِيهَا {يَعْلَم مَا بَيْن أَيْدِيهمْ} أَيْ الْخَلْق {وَمَا خَلْفهمْ} أَيْ مِنْ أَمْر الدُّنْيَا وَالْآخِرَة {وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمه} أَيْ لَا يَعْلَمُونَ شَيْئًا مِنْ مَعْلُومَاته {إلَّا بِمَا شَاءَ} أَنْ يُعْلِمهُمْ بِهِ مِنْهَا بِأَخْبَارِ الرُّسُل {وَسِعَ كُرْسِيّه السَّمَاوَات وَالْأَرْض} قِيلَ أَحَاطَ عِلْمه بِهِمَا وَقِيلَ الْكُرْسِيّ نَفْسه مُشْتَمِل عَلَيْهِمَا لِعَظَمَتِهِ لِحَدِيثِ مَا السَّمَاوَات السَّبْع فِي الْكُرْسِيّ إلَّا كَدَرَاهِم سَبْعَة أُلْقِيَتْ في ترس {ولا يؤوده} يثقله {حفظهما} أي السماوات وَالْأَرْض {وَهُوَ الْعَلِيّ} فَوْق خَلْقه بِالْقَهْرِ {الْعَظِيم} الكبير

255. (Allah, tak ada Tuhan), artinya tak ada ma`bud atau sembahan yang sebenarnya di alam wujud ini, (melainkan Dia Yang Maha Hidup), artinya Kekal lagi Abadi (dan senantiasa mengatur), maksudnya terus-menerus mengatur makhluk-Nya (tidak mengantuk) atau terlena, (dan tidak pula tidur. Milik-Nyalah segala yang terdapat di langit dan di bumi) sebagai kepunyaan, ciptaan dan hamba-Nya. (Siapakah yang dapat), maksudnya tidak ada yang dapat (memberi syafaat di sisi-Nya, kecuali dengan izin-Nya) dalam hal itu terhadapnya. (Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka), maksudnya di hadapan makhluk (dan apa yang di belakang mereka), artinya urusan dunia atau soal akhirat, (sedangkan mereka tidak mengetahui suatu pun dari ilmu-Nya), artinya manusia tidak tahu sedikit pun dari apa yang diketahui oleh Allah itu, (melainkan sekadar yang dikehendaki-Nya) untuk mereka ketahui melalui pemberitaan dari para Rasul. (Kursinya meliputi langit dan bumi) ada yang mengatakan bahwa maksudnya ialah ilmu-Nya, ada pula yang mengatakan kekuasaan-Nya, dan ada pula Kursi itu sendiri yang mencakup langit dan bumi, karena kebesaran-Nya, berdasarkan sebuah hadis, "Tidaklah langit yang tujuh pada kursi itu, kecuali seperti tujuh buah uang dirham yang dicampakkan ke dalam sebuah pasukan besar (Dan tidaklah berat bagi-Nya memelihara keduanya), artinya memelihara langit dan bumi itu (dan Dia Maha Tinggi) sehingga menguasai semua makhluk-Nya, (lagi Maha Besar).

Tafsir Buya Hamka

Pada ayat-ayat yang sebelumnya kita telah diberi pengertian yang dalam sekali tentang perjuangan hidup. Ketika membicarakan Bani Israil mencari raja lama sesudah Nabi Musa meninggal, demikian juga sesudah Daud menang berhadapan dengan Jalut, kita telah diberi pengertian bahwa Tuhan memberi kekuatan kepada yang lemah buat mempertahankan diri daripada tindasan yang lebih kuat.

Di ayat berikutnya diterangkan pula bahwa Tuhan telah mentakdirkan manusia berselisih dan bertengkar. Tetapi kitapun telah diberitahu bahwasanya inti jiwa manusia selalu ingin kepada kebenaran, tidak suka kepada yang mudharat dan suka kepada yang manfaat. Bertambah dipelajari keadaan manusia, bertambah kita tafakkur akan kekuasaan Tuhan.
Niscava timbullah pertanyaan: Siapa Tuhan? Tuhan itu ialah: ALLAH. Tidak ada TUHAN melainkan DIA! (pangkal ayat 255).

Apa arti Tuhan? Tuhan ialah yang menurut naluri manusia wajib dipuji dipuja, disembah disanjung. Tuhan itu ialah Kekuasaan Tertinggi yang mutlak yang diakui ADANYA oleh akal manusia yang sehat. Dia tidak dapat ditangkap oleh pancaindera dan tidak kelihatan oleh mata, tetapi akal murni. manusia mengakui akan adanya Kekuasaan Tertinggi itu. Bekas perbuatanNya inilah yang membuktikan bahwa DIA ADA.

Bertambah mendalam pengetahuan dalam segala segi, bertambah jelas adanya peraturan dalam alam ini. Akal manusia membuktikan adanya akal raya, akal agung. Kecil rasanya manusia di hadapan akal yang agung itu. Sehingga akhirya ahli filsafat keagamaan sampai kepada kesimpulan akal (logika) bahwa yang ADA itu ialah ILMU. Maka ilmu adalah salah satu daripada sifatNya atau namaNya.

Maka terdapatlah di dalam yang diadakanNya itu HIDUP. Maka timbullah kesan bahwasanya segala yang hidup ini, baik manusia dengan akalnya atau nabatat (tumbuh-tumbuhan) dengan kesuburannya, atau hayawanat (binatang-binatang) dengan nalurinya; semuanya itu hidup, pasti diberi hidup oleh yang sebenar HIDUP. Dalam akal mencari-cari itu datanglah tuntunan ayat ini: Yang ADA itulah ALLAH! Tidak Tuhan, artinya tidak ada yang patut dipuja, disembah, dimuliakan, melainkan DIA.

Sebab tidak ada yang berkuasa seperti DIA. “Yang Hidup, yang berdiri sendiriNya.” Mustahil artinya tidak serupa dalam akal bahwa segala yang didapati hidup ini adalah hidup dengan sendirinya, atau dia hidup tetapi hidupnya itu berasal dari tidak apa-apa atau bersumber dari yang mati. Boleh untuk mengetahui ini kita pinjam perkataan Socrates: “Kenallah dirimu!”

Dan boleh kita meminjam perkataan pelopor ahli filsafat modern Descartes: “Aku berpikir, sebab itu aku ada!” Dan boleh kita lanjutkan kepada kata ahli agama: “Barangsiapa mengenal dirinya, niscaya kenallah dia akan Tuhannya. Kita hidup dan alam sekeliling kelihatan hidup. Niscaya hidup yang ada ini adalah bersumber daripada HIDUP yang sebenar hidup. ALLAH itulah yang HIDUP. Atau boleh diteruskan: ALLAH ITULAH HIDUP. Dan Dia berdiri sendiriNya, artinya tidak Dia bersekutu dengan yang lain, sebab
persekutuan adalah alamat dari kelemahan.

Kedua atau ketiga yang bersekutu, makanya bersekutu ialah apabila kedua atau ketiganya lemah berdiri sendiri-sendiri. Maka yang sanggup berdiri sendiri itulah dia yang ALLAH. Kita ini hidup. Kesadaran kita akan adanya diri kitalah yang menunjukkan bahwa kita hidup. Kemudian kita coba menoleh kepada alam yang di sekeliling kita; kepada tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohonan. Kepada berbagai buah-buahan dan berbagai rasanya; ada mangga, ada rambutan, ada durian, ada jenuk berbagai ragam. Semuanya tumbuh dalam setumpak tanah.

Tanah yang dihisapnya tempatnya hidup, tanah yang itu juga. Air hujan yang turunpun air hujan yang itu juga, bahkan angin yang berhembus sepoi-sepoi pun yang itu juga. Mengapa semuanya itu jadi hidup dan masing-masing membawa rasa sendiri-sendiri dan warna sendiri-sendiri, Mengapa jeruk yang asam-pahit berdekat tumbuh dengan nenas yang manis? Kadang-kadang buah yang masih mengkal bercampur dan bertambah masak dan ranum menjadi manis rasanya.

Apakah semuanya itu terjadi atas kehendak hidup dari tum-buh-tumbuhan itu sendiri, hasil permusyawaratan mereka? Niscaya mustahil! Kita lihat ikan yang hidup di air tawar (ikan darat) dan yang hidup di air asin (ikan laut). Kita pindahkan ke dalam aquarium, kita lihat pagi dan petang; alangkah tenteram ikan-ikan itu hidup di dalam air, padahal kita sendiri tidak sanggup pindah buat hidup di dalam air itu.

Para ahli dapat mengatakan bahwa karena adanya insang pada ikan, maka ikanpun sanggup hidup dalam air, tidak sanggup hidup di darat. Mengapa para ahli itu tidak membuatkan insang kepada manusia, sehingga manusia dapat hidup di dalam air, karena bumi itu sudah terlalu sempit buat tempat berkelahi? Ikan yang hidup di dalam air asin sekali-sekali tidaklah pernah asin. Setelah ikan itu mati, barulah dia dapat dijadikan ikan asin. Namun selama dia masih hidup di dalam air yang sangat asin, dia sendiri selamanya tidak akan asin.

Seorang penyelidik kuman, duduk dengan tekun di hadapan mikroskopnya melihat dan meneropong seekor tungau atau tuma atau kutu. Ternyata bahwa tungau, tuma dan kutu yang amat kecil itu, setelah dibesarkan dengan mikroskop, rupanya mempunyai hati dan jantung juga, mempunyai mata dan telinga juga, dan bentuk bikinannya tidak kurang dahsyatnya dengan alat-alat yang terdapat pada gajah.

Orang telah mempelajari Ilmu Hayat di dalam satu Universitas atau Fakultas yang khusus mempelajari itu. Orang hanya dapat mengetahui serba-serbi keganjilan hidup pada segala yang hidup itu. Tetapi di belakang pengetahuan tentang keadaan hidup, namun orang belumlah dapat memecahkan apakah hakikat hidup. Dan dari mana datangnya hidup. Orang akan sampai kepada satu pertanyaan: Segala keganjilan hidup yang terdapat itu mungkinkah terjadi dengan sendirinya? Apakah ada asal-usulnya? Kalau ada asal-usul hidup, mungkinkah asal-usul itu mati? Artinya mungkinkah timbul yang hidup daripada yang mati? Tentu tidak mungkin.

Di sinilah permulaan sampai fikiran kepada AL-HAYYU; kepada hidup yang sebenar hidup. DIAlah sumber segala kehidupan yang sebenarnya, DIA-lah Tuhan, DIAlah ALLAH. Tidak ada yang sebenarnya hidup, melainkan DIA. Sebab segala yang kelihatan hidup ini, bersumber dari hidup itu dan kembali ke dalam hidup itu. Maka hidup yang sebenarnya hidup itu tidaklah pernah merasai mati. DIA hidup terus.

AL-QAYYUM: Artinya yang berdiri sendirinya, tidak bersandar atau bergantung kepada yang lain, sebab yang lain seluruhnya adalah makhlukNya. Yang lain ini ada juga; tetapi karena DIA yang menghidupkan. Yang lain hanya bisa berdiri karena DIA yang mendirikan.

Berkata Mujahid: Al-Qayyum ialah yang berdiri sendiri-sendirinya, sedang vang lain adalah bergantung kepadaNya.

Berkata ar-Rabi: Al-Qayyum ialah bahwa Dia yang menciptakan segala sesuatu, Dia yang memberinya rezeki, dan Dia yang memelihara.

Berkata Qatadah: Al-Qayyum artinya, memberi ukuran kekuatannya dan rezekinya.

Berkata Ibnul Arabi: Al-Qayyum, artinya Pengatur.

Pendeknya AL-QAYYUM ialah yang mutlak berdiri sendiri, tidak bergantung kepada yang lain. Dia yang menegakkan segala yang ada ini, sehingga tidak terupa pada akal adanya sesuatu atau tetap adanya, kecuali dengan DIA. Lantaran itu maka sifat Allah AL-QAYYUM itu disebut sebagai salah satu rangkaian Ism Allah al-A’zham.

“Dia tidak dihampiri oleh kantuk dan tidak (pula) oleh tidur.” Hidup yang sejati itu, yaitu ALLAH, tidaklah masuk pada akal kalau Dia pernah mengantuk. Yang mengantuk itu hanya manusia dan binatang yang lain karena lelah dan payah. Oleh karena beratnya pekerjaan sehari-hari maka urat saraf menjadi lesu, mesti ditidurkan terlebih dahulu, barulah badan segar kembali setelah bangun dari tidur.

Memanglah demikian manusia ataupun makhluk melata di atas bumi ini; ada masa giat dan gesit, ada masa payah dan lelah. Maka tidak terupa pada akal kalau Allah yang hidup mengenal kantuk dan payah, sebab adanya Allah bukanlah terdiri daripada darah dan daging dan urat-urat saraf. Kalau Dia mengantuk dan tidur, samalah keadaannya dengan makhluk yang Dia jadikan. Apatah lagi sementara manusia ditimpa kantuk dan tidur, niscaya pekerjaan manusia terbengkalai. Tidak dapat diteruskannya selama dia mengantuk dan tidur. Ingatannya menjadi hilang, dia tidak tahu diri.

Masakan Pengatur Maha Tinggi dari alam, sumber dari segala kehidupan, akan terbengkalai pekerjaannya? Matahari selalu beredar, tidak terlambat walaupun seperempat detik; dia tiba pada ukurannya yang ditentukan pada waktunya yang tepat. Bumipun mengedari matahari sehingga terjadi siang dan malam. Tidaklah terkhayal dalam fikiran bahwa Maha Pentadbir itu pernah terkantuk atau tertidur.

Dia lebih Maha Besar daripada hanya peredaran siang dan malam, yang pada siang kita bekerja keras dan pada malam kita mengaso istirahat. Alam cakrawala, langit tujuh tingkat, dan bintang-gemintang, termasuk bumi ini adalah lebih besar, Maha Besar daripada hanya peredaran siang dan malam, yang bila matahari telah turun ke Barat badan mulai letih dan minta istirahat.

Bagaimana Dia akan mengantuk ataupun tidur, padahal KepunyaanNya-lah apa yang ada di semua langit dan apa yang dibumi.” Maka sangatlah tidak masuk dalam akal kalau Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu yang ada di semua langit dan di bumi itu akan mengantuk dan tertidur. Sebab bagaimanapun gagah perkasanya manusia, namun di saat dia mengantuk ataupun tertidur adalah saat yang benar-benar menunjukkan kelemahan dan tidak berkuasanya.

Maka sifat kekurangan yang demikian adalah mustahil, artinya tidak masuk akal jika difikirkan pada Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu itu. “Siapa yang akan memohonkan syafaat di sisiNya, kalau bukan dengan izin Nya?” Ini adalah menunjukkan KekuasaanNya yang mutlak, sehingga pemberian ampun atau kurnia yang akan Dia berikan kepada hambaNya yang terlalai ataupun lengah tidak dapat dicarmpuri orang lain.

Sebab tidak ada orang lain yang boleh disebut lain, sebab semua adalah hambaNya. Kalau dalam ayat ini Dia menyebutkan “kecuali dengan izinNya” bukanlah maksudnya ada orang lain yang akan diberiNya izin; ini hanya untuk menjelaskan mutlakNya kekuasaan saja.

“Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di belakang mereka.” Hanya Dia yang mengetahui apa yang dihadapan kita, meskipun kita bermata buat melihat apa yang di hadapan kita, maka banyaklah yang kelindungan yang tidak kelihatan oleh mata. Meskipun dia mempunyai akal dan perhitungan, namun perhitungan kita buat menghitung zaman depan. Kita, tidaklah selalu tepat.

Lebih banyak yang tidak tepat daripada yang tepat. Demikian pula yang ada di belakang kita, baik yang dibelakangi oleh badan kita, atau masa lampau yang telah kita tinggalkan. Sedang Allah mengetahui itu semuanya; kadang-kadang seakan-akan tersenyum-senyumlah Tuhan mentertawakan kita ketika kita mengelak-elak dari sesuatu yang kita sangka berbahaya, padahal kita tidak melihat bahwa bahaya itu sudah berdiri dekat sekali dengan kita.

Sebab itu maka Tuhan bersabda selanjutnya: “Sedang mereka tidaklah meliputi sesuatu juapun daripada ilmuNya.” Kadang-kadang hanya secubit kecil kita diberiNya ilmu, dan oleh karena diberiNya pengetahuan tentang yang secubit kecil itu, waktu kitapun tidak ada tersedia lagi buat mengetahui yang lain. Bertambah orang menjadi spesialis dalam satu ilmu, bertambahlah bingungnya menghadapi imu yang lain.

“Kecuali apa yang Dia kehendaki.” Artinya apa yang Dia kehendaki buat diberikan sajalah yang diberikan kepada kita manusia, serba sedikit. Karena kalau sudah agak banyak otak kita bisa pecah tidak dapat memikulnya. Sebab: “Meliputi pengetahuanNya akan semua langit dan bumi.” Yang dapat kita ketahui hanyalah serba sedikit daripada pengetahuan Allah yang ada di bumi.

Tempoh manusia tidak cukup buat pergi menyelidiki ilmu Tuhan Allah yang ada di semua langit. Kalau manusia mencoba-coba mendekati matahari, belum sampai ke sana, masih di tengah jalan dia akan hangus oleh panas sinar matahari itu. Yang paling dekat dari bumi hanya satu bintang satelit bumi yang bemama bulan; waktu “Tafsir” ini diperbuat, manusia sedang berusaha mempersiapkan perkakas buat sampai ke sana, moga-moga Tuhan memberi izin manusia sampai ke bulan.

Bukan buat membuktikan manusia berkuasa, sebab bulan hanyalah satu bintang kecil, pengiring bumi yang paling dekat kepada kita saja. Padahal di samping matahari kita ini, ada lagi berjuta matahari dan di samping bumi kita ada lagi berjuta-juta bintang lagi. Semuanya itu hanya untuk meyakinkan bahwa memang Ada Yang Maha Kuasa. “Dan tidaklah memberatiNya memelihara keduanya.” Kekuasaan mutlak kepunyaan Allah yang mengatur seluruh alam itu niscaya tidak merasa keberatan atau penat dan lelah mengatur seluruh langit dan bumi.

Sebab keberatan dan penat hanya terdapat pada makhluk, mustahil pada Allah yang tidak mengenal masa kecil ataupun masa tua, yang meliputi segala ruang dan meliputi segala waktu.

“Dan Dia adalah Maha Tinggi, lagi Maha Agung.” (Ujung ayat 255) Maha Tinggilah Allah daripada perumpamaan. KekuasaanNya yang meliputi langit dan bumi, demikian tinggi dan agungnya, sehingga terasa oleh tiap-tiap orang yang berpengetahuan tentang alam dalarm serba-serbi cabangnya. Dan ilmu hayat dalam segala seginya, dan ilmu tubuh manusia (anatomi) dengan segala keajaibannya.

Maka kalau banyak kita dengar keterangan daripada ahli-ahli agama bahwa kita selalu dianjurkan membaca ayat ini, yang dikenal dengan nama “AYATUL KURSI”, dapatlah kita memahami bahwa maksudnya ialah untuk menambah khusyu’ kita kepada Allah dan untuk menambah kita berusaha beribadat dengan langsung menghadapkan jiwa raga kepadaNya, dengan tidak memakai syafaat dan perantaraan.

Memang berpahala siapa yang membacanya dan memahamkan maksudnya, sebab di dalamnya tersimpul Tauhid yang sedalam-dalamnya. Adapun kalau hanya dibaca-baca saja, untuk obat sakit kepala, untuk menjadi azimat tangkal bahaya pianggang, maka samalah artinya dengan kata pepatah: Asing biduk kalang diletak.

المجتبى من مشكل إعراب القرآن:

{اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضَ وَلا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ}
«لا» : نافية للجنس تعمل عمل «إن» ، و «إله» اسم مبني على الفتح والخبر مقدر تقديره مستحق للعبادة. و «إلا» للحصر، و «هو» بدل من الضمير المستتر في الخبر، و «الحيّ القيوم» خبران للجلالة. وكذلك جملة «لا تأخذه سنة» ، وجملة «له ما في السماوات» . قوله «من ذا الذي» : «من» اسم استفهام مبتدأ، «ذا» اسم إشارة خبره، و «الذي» بدل. الجار «بإذنه» متعلق بحال من فاعل «يشفع» ، جملة «وسع كرسيه» مستأنفة لا محل لها. وجملة «وهو العلي» معطوفة على جملة «لا يؤوده» لا محل لها.

إعراب القرآن الكريم:

«اللَّهُ» لفظ الجلالة مبتدأ «لا» نافية للجنس «إِلهَ» اسمها «إِلَّا» أداة حصر «هُوَ» بدل من محل لا واسمها والجملة خبر المبتدأ الله «الْحَيُّ» خبر ثان «الْقَيُّومُ» خبر ثالث أو هما صفتان لله «لا تَأْخُذُهُ» لا نافية تأخذه فعل مضارع ومفعول به «سِنَةٌ» فاعل «وَلا نَوْمٌ» عطف على سنة والجملة مستأنفة أو خبر «لَهُ» متعلقان بمحذوف في محل رفع خبر مقدم «ما» اسم موصول مبتدأ «فِي السَّماواتِ» متعلقان بمحذوف صلة الموصول «وَما فِي الْأَرْضِ» عطف على ما في السموات «مَنْ ذَا» من اسم استفهام مبتدأ «ذَا» اسم إشارة مبني على السكون في محل رفع خبر «الَّذِي» اسم موصول صفة أو بدل «يَشْفَعُ» مضارع الجملة صلة الموصول «عِنْدَهُ» ظرف مكان متعلق بيشفع «إِلَّا» أداة حصر «بِإِذْنِهِ» متعلقان بمحذوف حال «يَعْلَمُ ما» فعل مضارع واسم موصول مفعول به «بَيْنَ» ظرف مكان متعلق بمحذوف صلة الموصول «أَيْدِيهِمْ» مضاف إليه مجرور بالكسرة المقدرة على الياء «وَما» عطف على ما الأولى «خَلْفَهُمْ» ظرف مكان متعلق بمحذوف الصلة أيضا. «وَلا» الواو عاطفة لا نافية «يُحِيطُونَ» فعل مضارع وفاعل «بِشَيْءٍ» متعلقان بالفعل قبلهما «مِنْ عِلْمِهِ» متعلقان بمحذوف صفة شيء «إِلَّا» أداة حصر «بِما» متعلقان بمحذوف بدل من شيء وجملة «شاءَ» صلة الموصول. «وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّماواتِ» فعل ماض وفاعل ومفعول به والجملة مستأنفة «وَالْأَرْضَ» عطف على السموات «وَلا» الواو عاطفة لا نافية. «يَؤُدُهُ حِفْظُهُما» فعل مضارع ومفعوله وفاعله والجملة معطوفة «وَهُوَ» الواو عاطفة هو مبتدأ «الْعَلِيُّ» خبر أول «الْعَظِيمُ» خبر ثان

Topik Pilihan