Bulughul Maram

Kitab Thaharah: Bab Mengusap Khuf, Hadis No. 58 dan 59

Artikel - Rabu, 5 Oktober 2022

بَابُ الْمَسْحِ عَلَى الْخُفَّيْنِ
58 - عَنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ - رضي الله عنه - قَالَ: كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ - صلى الله عليه وسلم - فَتَوَضَّأَ, فَأَهْوَيْتُ لِأَنْزِعَ خُفَّيْهِ, فَقَالَ: «دَعْهُمَا, فَإِنِّي أَدْخَلْتُهُمَا طَاهِرَتَيْنِ» فَمَسَحَ عَلَيْهِمَا. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. (1)
__________
(1) - صحيح. رواه البخاري (206)، ومسلم (274) (79)

53. Dari Mughirah bin Syu’bah RA ia berkata, “Aku pernah bersama Nabi SAW, lalu beliau berwudhu, maka aku tunduk untuk membuka kedua khufnya, maka beliau bersabda: ‘Biarkanlah keduanya, karena sesungguhnya aku memasukkannya dalam keadaan suci’, lalu beliau mengusap atas keduanya.” (Muttafaq alaih)

[Shahih Al Bukhari 206, Shahih Muslim 274]

59 - وَلِلْأَرْبَعَةِ عَنْهُ إِلَّا النَّسَائِيَّ: أَنَّ النَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم - مَسَحَ أَعْلَى الْخُفِّ وَأَسْفَلَهُ. وَفِي إِسْنَادِهِ ضَعْفٌ. (1)
__________
(1) - ضعيف. رواه أبو داود (165)، والترمذي (97)، وابن ماجه (550) وله عدة علل، وقد ضعفه جمع كثير من الأئمة.

 

Dan Imam yang empat –kecuali An Nasa'i-, “Bahwa Nabi SAW mengusap bagian atas khuf dan bagian bawahnya.” Pada sanadnya terdapat kelemahan.

[Dhaif: Dhaif Abu Daud 165, Dhaif At Tirmidzi 97]

ـــــــــــــــــــــــــــــ

[سبل السلام]

Penjelasan Kalimat

Dari Mughirah bin Syu’bah RA ia berkata, “Aku pernah bersama Nabi SAW, (yaitu dalam satu perjalanan, sebagaimana yang dijelaskan oleh Al Bukhari. Dan menurut Malik dan Abu Daud yaitu pada perang Tabuk, pada waktu shalat shubuh) lalu beliau berwudhu, (yakni beliau memulai berwudhu, sebagaimana dijelaskan oleh hadits-hadits lainnya. Dalam satu lafazh: “Beliau berkumur-kumur dan menghirup air ke dalam hidung (istinsyaq) sebanyak tiga kali”, sedang dalam riwayat lainnya, “Maka beliau mengusap kepalanya”. Maka yang dimaksud dengan perkataannya tawadhdha’a adalah beliau memulai berwudhu, bukan berarti beliau telah selesai, sebagaimana zhahirnya lafazh tersebut) maka aku tunduk (yakni aku mengulurkan kedua tanganku, atau aku bermaksud turun dari posisi berdiri untuk duduk) untuk membuka kedua khufnya, (sepertinya ia belum mengetahui dibolehkannya mengusap, atau ia telah mengetahuinya, tetapi ia menyangka bahwa Nabi SAW akan mengerjakan yang lebih utama karena mencuci lebih utama, dan akan disebutkan perbedaan pendapat padanya, atau karena ia mengira bahwa syarat mengusap belum sempurna, yang terakhir ini lebih dekat, berdasarkan sabdanya)  : ‘Biarkanlah keduanya, (yakni kedua khuf tersebut) karena sesungguhnya aku memasukkannya dalam keadaan suci’, (yakni kondisi kedua kaki itu, sebagaimana diterangkan oleh riwayat Abu Daud, “Karena sesungguhnya aku memasukkan kedua kakiku ke dalam kedua khuf, sedang keduanya suci.” lalu beliau mengusap atas keduanya.” Muttafaq alaih, yaitu Shahih menurut Imam Al Bukhari dan Imam Muslim.

Lafazh yang terdapat dalam hadits ini milik Al Bukhari. Al Bazzar menyebutkan bahwa diriwayatkan dari Al Mughirah dari 60 jalan, dan 45 jalan di antaranya disebutkan oleh Ibnu Mandah.

Tafsir Hadits

Hadits tersebut di atas adalah dalil diperbolehkannnya mengusap atas kedua khuf (sepatu) ketika sedang dalam perjalanan, karena hadits ini dengan jelas membolehkannya, sebagaimana yang Anda telah ketahui. Adapun ketika sedang mukim, akan disebutkan penjelasannya pada hadits yang ketiga.

Para ulama berbeda pendapat mengenai diperbolehkannya hal itu. Mayoritas membolehkannya ketika dalam perjalanan, berdasarkan hadits ini dan ketika sedang mukim berdasarkan hadits-hadits lainnya.

Ahmad bin Hambal berkata, ‘(Dalam masalah tersebut) terdapat 40 hadits dari shahabat secara marfu’. Ibnu Abi Hatim berkata, “Padanya terdapat 41 shahabat.” Dan Ibnu Abdil Barr berkata dalam Al Istidzkar, “sekitar 40 orang shahabat meriwayatkannya dari Nabi SAW mengenai mengusap di atas sepatu.” Ibnu Al Mundzir menukil dari Al Hasan Al Bashri ia berkata, “70 orang shahabat Nabi SAW menceritakan kepadaku bahwa beliau mengusap atas kedua sepatu.” Abul Qasim Ibnu Mandah menyebutkan nama-nama orang yang meriwayatkannya dalam Tadzkirahnya dan mencapai 80 shahabat.

Pendapat mengenai diperbolehkannya mengusap khuf (sepatu boot) adalah pendapat amirul mukminin Ali RA, Sa’ad bin Abi Waqash, Bilal, Khudzaifah, Buraidah, Khuzaimah bin Tsabit, Salman dan Jarir Al Bajali serta yang lainnya.

Ibnu Al Mubarak berkata, “Tidak terdapat perbedaan pendapat di kalangan para shahabat mengenai mengusap atas sepatu, karena yang diriwayatkan pengingkaran darinya telah diriwayatkan pula penegasan darinya.”

Ibnu Abdil Barr berkata, “saya tidak mengetahui riwayat yang menyebutkan bahwa hadits tersebut diingkari oleh seorang pun dari ulama salaf kecuali dari Malik, meskipun riwayat yang shahih darinya dengan jelas menetapkannya.”

Penulis berkata, “Sekelompok para Hafizh telah menjelaskan bahwa mengusap atas sepatu adalah mutawatir.”

Seperti itu pula pendapat Abu Hanifah, Asy-Syafi'i, dan yang lainnya berdasarkan hadits yang telah disebutkan.

Dan diriwayatkan dari Al Hadawiyah dan Al Imamiyah serta Al Khawarij pendapat mengenai tidak diperbolehkannya, berdasarkan firman Allah SWT:

وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

...dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki... (QS. Al-Maidah [5]: 6)

Mereka berkata, “Ayat tersebut menunjukkan bahwa harus mencuci kedua kaki dengan air secara langsung. Juga berdasarkan dalil-dalil yang terdahulu pada bab wudhu, yaitu hadits-hadits pengajaran Rasulullah SAW kepada para shahabat, semuanya menentukan bahwa harus membasuh kedua kaki.” Mereka berkata, “Hadits-hadits yang kalian sebutkan mengenai mengusap dimansukh (terhapus) dengan ayat dalam surat Al Maidah. Dalil atas terhapusnya adalah ucapan Ali RA, “Ayat telah mendahului hadits dalam mengatur tentang mengusap kedua khuf” [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 1/169] dan perkataan Ibnu Abbas, “Rasulullah SAW tidak mengusap setelah turunnya Al Ma’idah.”

Dapat dijawab sebagai berikut:

pertama; bahwa ayat wudhu turun pada perang Al Muraisi’, dan Rasulullah SAW mengusapnya pada perang Tabuk, sebagaimana Anda telah ketahui. Sedang al Muraisi’ terjadi sebelum perang Tabuk menurut kesepakatan (para ulama), maka bagaimana bisa menasakh yang terdahulu dengan yang terakhir?

kedua; bahwa jika benar bahwa ayat Al Maidah lebih akhir, maka tidak ada pertentangan antara mengusap dan ayat Al Ma’idah, sebab firman Allah SWT: “Dan kaki kamu” adalah mutlak, dan dibatasi oleh hadits-hadits mengusap atas sepatu, atau secara umum dan dikhususkan oleh hadits-hadits tersebut.

Adapun yang diriwayatkan dari Ali RA maka hadits tersebut munqathi, demikian pula yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas, meskipun bertentangan dengan yang ditegaskan dari keduanya, yaitu pendapat mengenai bolehnya mengusap. Dan hadits keduanya bertentangan dengan hadits yang lebih shahih, yaitu hadits Jarir Al Bajali, karena ia meriwayatkan bahwa ia melihat Rasulullah SAW mengusap atas kedua khufnya, ia di atasnya, ‘Apakah hal itu beliau lakukan sebelum ayat Al Maidah atau setelah? Ia menjawab, ‘Tidakkah aku masuk Islam melainkan setelah turun Al Maidah.’ Hadits ini shahih. [ shahih al Bukhari 380 dan Shahih Muslim 272]

Adapun mengenai hadits-hadits ta’lim (pengajaran wudhu Rasulullah SAW kepada para shahabat), tidak terdapat padanya yang bertentangan dengan diperbolehkannya mengusap atas kedua khuf karena semuanya terjadi pada orang yang tidak mengenakan sepatu, maka dalil mana yang menafikannya? Dan berdasarkan pendapat yang mengatakan bahwa ayat Al Maidah dibaca dengan jar yakni lafazh Wa arjulikum diathafkan kepada lafazh biru uusikum, berarti mengusap kaki diathafkan kepada mengusap kepala, sehingga hal itu berlaku pula dalam mengusap khuf. Dan mengusap khuf telah ditetapkan berdasarkan Al Qur'an dan Sunnah dan ini adalah alasan terbaik bagi yang membacanya jar.

Jika hal ini telah diketahui, maka mengusap khuf bagi yang membolehkannya memiliki dua syarat:

pertama; Seperti yang diisyaratkan oleh hadits, yaitu memakai keduanya setelah dalam keadaan suci. Yaitu dengan memakai keduanya, sedang orang tersebut telah bersuci dan sempurna, dengan berwudhu dan menyempurnakan wudhunya, kemudian memakai keduanya. Maka jika setelah itu dia berhadats kecil, diperbolehkan baginya untuk mengusap keduanya, berdasarkan bahwa yang dimaksud dengan thahiratain (keduanya suci), adalah bersuci dengan sempurna. Ada yang berpendapat, bahwa maksudnya adalah suci dari najis, pendapat ini diriwayatkan dari Daud. Dan akan disebutkan hadits-hadits yang menguatkan pendapat pertama.

kedua; Khuf yang dimaksud di sini adalah khuf dalam keadaan yang sempurna. Karena itulah yang dapat dipahami ketika disebutkan secara mutlak, yaitu yang menutupi lagi kuat, dapat menghalangi menyerapnya air dan tidak sobek. Maka tidak boleh mengusap yang tidak menutup kedua mata kaki, dan bagian yang sobek dimana tempat yang wajib ditutupi itu nampak. Dan diisyaratkan khuf tidak boleh terbuat dengan dianyam, karena tidak dapat menghalangi meresapnya air. Dan tidak boleh mengusap sepatu curian, karena wajib dicopot.

Selanjutnya, hadits Mughirah di atas tidak menjelaskan cara mengusap dan ukuran serta tempatnya, akan tetapi akan dijelaskan hadits berikutnya.

وَلِلْأَرْبَعَةِ عَنْهُ إلَّا النَّسَائِيّ: «أَنَّ النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - مَسَحَ أَعْلَى الْخُفِّ وَأَسْفَلَهُ» . وَفِي إسْنَادِهِ ضَعْفٌ.

Dan Imam yang empat –kecuali An Nasa'i-, “Bahwa Nabi SAW mengusap bagian atas khuf dan bagian bawahnya.” Pada sanadnya terdapat kelemahan.

Tafsir Hadits

Yang dipahami dari ucapan penulis, “Dan Imam yang empat –kecuali An Nasa'i-, “Bahwa Nabi SAW mengusap bagian atas khuf dan bagian bawahnya.” Pada sanadnya terdapat kelemahan.” Ia menerangkan bahwa tempat yang diusap adalah bagian atas dan bawahnya. Akan disebutkan yang berpendapat demikian, tetapi ia telah mengisyaratkan akan kelemahannya. Ia telah menjelaskan segi kelemahannya dalam At Talkhis dan bahwa para imam hadits telah melemahkannya dengan Mughirah ini, demikian pula ia telah menerangkan tempat yang diusap.

Hadits yang bertentangan dengan hadits Mughirah ini adalah hadits berikutnya.

ـــــــــــــــــــــــــــــ

[إبانة الأحكام]

 54.عَنِ الْمُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ - رضي الله عنه - قَالَ: كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ - صلى الله عليه وسلم - فَتَوَضَّأَ, فَأَهْوَيْتُ لِأَنْزِعَ خُفَّيْهِ, فَقَالَ: «دَعْهُمَا, فَإِنِّي أَدْخَلْتُهُمَا طَاهِرَتَيْنِ» فَمَسَحَ عَلَيْهِمَا. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

وَلِلْأَرْبَعَةِ عَنْهُ إِلَّا النَّسَائِيَّ: أَنَّ النَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم - مَسَحَ أَعْلَى الْخُفِّ وَأَسْفَلَهُ. وَفِي إِسْنَادِهِ ضَعْفٌ.

52. Daripada al-Mughirah ibn Syu'bah (r.a), beliau berkata: “Saya pernah bersama Nabi (s.a.w), lalu baginda berwuduk. Maka saya menghulurkan tangan untuk menanggalkan kedua khuffnya (sepasang khuffnya), tetapi baginda malah bersabda: “Biarlah keduanya itu, kerana saya memasang keduanya dalam keadaan bersuci.” Baginda lalu mengusap ke atas sepasang khuffnya itu.” (Muttafaq 'alaihi)

Menurut riwayat yang dikemukakan oleh al-Arba'ah, kecuali al-Nasa'i disebutkan: “Nabi (s.a.w) mengusap bahagian atas dan bahagian bawah khuffnya.” (Dalam sanad hadis ini terdapat unsur dha'if)

Makna Hadis

Antara keistimewaan umat Nabi Muhammad (s.a.w) adalah mengusap khuff. Ia merupakan syiar ahli sunnah wal jama'ah, kerana para pelaku bid'ah mengingkari amalan mengusap khuff. Ia merupakan rukhsah (kemudahan), kerana dengan mengusap khuff maka gugurlah kewajipan membasuh kedua kaki. Allah dan Rasul-Nya membuat ketentuan ini bagi memberi kemudahan kepada umat ini sebagai rahmat kepada mereka.

Lafaz مَسَحَ di-muta'addi-kan dengan huruf 'ala sebagai isyarat bahawa pengusapan dilakukan pada bahagian atas khuff dan ia juga merupakan satu kemudahan sebagaimana disyaratkan memakai sepasang khuff itu dalam keadaan bersih secara sempurna.

Cara mengusap khuff ialah mencelupkan kedua telapak tangan ke dalam air, lalu meletakkan bahagian dalaman telapak tangan kiri di bawah tumit khuff, sedangkan telapak tangan kanan diletakkan di atas hujung-hujung jari telapak kakinya, kemudian menggerakkan telapak tangan kanan ke arah permulaan betis, dan telapak tangan kirinya dilewatkan menuju ke hujung-hujung jari kakinya. Hadis tentang mengusap khuff ini diriwayatkan secara mutawatir dan orang yang mengingkarinya dikhuatiri akan menjadi kufur.

Analisis Lafaz

الْمَسْحِ menurut bahasa adalah mengusapkan tangan ke atas sesuatu sedangkan menurut istilah pula adalah mengusapkan tangan yang basah atau sesuatu yang menggantikan kedudukannya ke permukaan khuff dalam masa yang telah ditentukan oleh syariat.

عَلَى muta'addi dengan 'ala mengisyaratkan kepada tempat yang wajib diusap, iaitu bahagian permukaan khuff, bukan bahagian dalaman dan bukan pula bahagian bawahnya, meskipun disunatkan mengusap bahagian bawahnya.

الْخُفَّيْنِ bentuk tatsniyah dari lafaz al-khuff, ertinya sejenis stoking kaki yang terbuat daripada kulit untuk menutupi telapak kaki hingga kedua mata kaki tertutup. Hikmah menyebut al-khuffain dalam bentuk tatsniyah menunjukkan tidak boleh mengusap salah satunya sahaja.

كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ aku pernah bersama dengan Nabi (s.a.w) dalam perjalanan menuju ke perang Tabuk seperti mana yang disebutkan di dalam riwayat Abu Dawud dan solat yang disebutkan itu adalah solat Subuh. Tabuk adalah perang terakhir yang dilakukan oleh Nabi (s.a.w). Jarak antara Tabuk dengan Madinah ialah sejauh empat belas marhalah menuju ke arah negeri Syam. Sedangkan jarak antara Tabuk dengan Damaskus adalah sejauh sebelas marhalah. Nama “Tabuk” sudah wujud sejak zaman dahulu kala, tetapi pendapat yang lain mengatakan bahawa dinamakan Tabuk kerana sabda Rasulullah (s.a.w) ketika melihat para sahabatnya mencedok air dari mata air: “Mengapa kamu masih tetap mencedoknya dengan cawan secara bersungguh-sungguh?” Akhirnya tempat itu diberi nama “Tabuk.”

فَأَهْوَيْتُ maka aku menghulurkan tanganku.

لِأَنْزِعَ untuk menanggalkan dan mengeluarkan khuffnya.

طَاهِرَتَيْنِ berkedudukan sebagai hal (kata keterangan keadaan) dari lafaz القدمين, di dalam riwayat yang dikemukakan oleh Abu Dawud disebutkan: “Sesungguhnya aku memasukkan kedua telapak kakiku dalam keadaan suci.”

 وَفِي إِسْنَادِهِ ضَعْفٌ, di dalam sanadnya terdapat unsur dha'if, kerana hadis ini diriwayatkan oleh Warrad juru tulis al-Mughirah dan ulama hadis telah menilainya dha'if.

Fiqh Hadis

1. Dibolehkan bagi seseorang berkhidmat kepada orang alim. Seseorang boleh dengan sengaja melakukan pelayanan terhadap orang lain sesuai dengan kebiasaan orang itu yang dia kenal meskipun tidak ada perintah terlebih dahulu.
2. Memakai khuff dalam perjalanan dan boleh mengusap khuff. Dalam hadis yang ketiga berikut ini disebutkan bahawa disyariatkan memakai khuff meskipun dalam keadaan bermukim.
3. Kedua kaki disyariatkan dalam keadaan suci yang sempurna dengan menggunakan air sebelum memakai sepasang khuff.
4. Memberikan pengertian melalui isyarat untuk menolak pemahaman yang keliru kerana sabda Rasulullah (s.a.w) yang mengatakan: “Biarlah keduanya.”
5. Disyariatkan mengusap bahagian atas dan bahagian bawah khuff.

Sumber: 1. Bulugh al-Maram min Adillat al-Ahkam karangan Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani (773 H - 852 H) 2. Subulus Salam Karangan Imam Ash-Shan'ani (w. 1182 H). 3. Ibanatul Ahkam Karangan Alawi Abbas Al-Maliki (w. 1391 H) dan Hasan Sulaiman An-Nuri. Untuk kitab Ibanatul Ahkam jilid 3 dan 4 dilanjutkan oleh Abu Abdullah bin Abd al-Salam ‘Allusy.

Penulis: Mualif
Editor: Muhamad Basuki
©Al-Marji' 2022