Bulughul Maram

Kitab Makanan: Bab Udhhiyah, Syarat Menyembelih dan Hukumnya, Hadis No. 1362

Artikel - Selasa, 5 Juli 2022

1362 - وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم: «مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ, فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا». رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَابْنُ مَاجَه, وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ, لَكِنْ رَجَّحَ الْأَئِمَّةُ غَيْرُهُ وَقْفَهُ. (1)
__________
(1) - حسن. رواه أحمد (8256)، والحاكم (4/ 231 - 232) من طريق عبد الله بن يزيد المقرئ وابن ماجه (3123) من طريق زيد بن الحباب، كلاهما عن عبد الله بن عياش، عن عبد الرحمن الأعرج، عن أبي هريرة، مرفوعًا، به. قلت: وهذا سند حسن من أجل ابن عياش. ورواه عبد الله بن وهب، عن ابن عياش فأوقفه. رواه الحاكم (4/ 232) وقال أوقفه عبد الله بن وهب إلا أن الزيادة من الثقة مقبولة، وأبو عبد الرحمن المقرئ فوق الثقة.

1252. Dari Abu Hurairah Radhiyallaahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Barangsiapa mempunyai kemudahan untuk berkurban, namun ia belum berkurban, maka janganlah sekali-kali ia mendekati tempat shalat kami." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah. Hadits shahih menurut Hakim. Para imam hadits selain Hakim menganggap hadits ini adalah hadits mauquf)

[shahih, Shahih Al-Jami' (6490)]

ـــــــــــــــــــــــــــــ

[سبل السلام]

Tafsir Hadits

Hadits ini menjadi alasan wajibnya berkorban bagi orang yang memiliki harta yang berlebih. Karena Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika melarang untuk mendekati musholla hal ini menunjukkan orang tersebut telah meninggalkan satu kewajiban, seakan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Tidak ada manfaatnya sholat ketika meninggalkan kewajiban ini." Dan juga firman Allah, “Maka sholatlah karena Tuhanmu dan berkorbanlah." (QS. Al-Kautsar: 2), juga hadits Mikhnaf bin Salim secara marfu', "Wajib atas setiap keluarga berkorban tiap tahun."  Lafazh hadits menunjukkan hukum wajib. Inilah pendapat Abu Hanifah. Beliau mewajibkan untuk berkorban kepada orang yang miskin dan kaya. Ada pendapat, "Tidak wajib."

Hadits pertama adalah mauquf yang tidak bisa dijadikan sebgai hujjah. Dan hadits kedua lemah karena ada perawi bernama Abu Ramlah. Al-Khathabi berkata, "Dia itu majhul (tidak dikenal)." Adapun ayat di atas masih mengandung makna lain. Firman Allah tersebut ditafsirkan dengan meletakkan telapak tangan ke hewan di dalam shalat atau doa. Ini adalah riwayat Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Syahin di dalam kitab "Sunannya", Ibnu Mardawaih, dan Al-Baihaqi dari Ibnu Abbas. Dan di dalamnya terdapat riwayat-riwayat dari shahabat seperti itu. Dan seandainya tafsir tadi diterima, maka hal itu menunjukkan bahwa menyembelih setelah shalat maka hal itu menunjukkan waktunya bukan kewajibannya, seakan Allah berfirman, "Jika kamu menyembelih, maka hendaknya setelah shalat 'Id." Ibnu Jarir telah meriwayatkan, bahwasa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menyembelih sebelum beliau shalat, maka beliau menyuruh untuk mengerjakan shalat kemudian menyembelih."

Karena lemahnya dalil-dalil yang menunjukkan wajibnya berkorban, maka mayoritas ulama dari kalangan shahabat, tabi'in, dan ahli fikih berpendapat bahwa hukum menyembelih korban adalah sunnah muakkadah, bahkan Ibnu Hazm berkomentar, 'Tidak ada satu pun riwayat dari shahabat yang mengatakan bahwa hukumnya wajib."

Muslim dan lainnya meriwayatkan dari Ummi Salamah, ia berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

«إذَا دَخَلَتْ الْعَشْرُ فَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّيَ فَلَا يَأْخُذْ مِنْ شَعْرِهِ وَلَا بَشَرِهِ شَيْئًا»

"Jika telah masuk sepuluh hari bulan Dzulhijjah dan salah seorang dari kalian ingin menyembelih korban, maka hendaknya ia tidak mengambil rambut dan kulitnya sedikit pun." [shahih: Muslim (1977)]

Imam Syafi'i berkata, "Sesungguhnya sabda Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam yang menyatakan, "dan ada salah seorang dari kalian" menunjukkan tidak wajibnya berkorban.

Al-Baihaqi meriwayatkan dari hadits Abdullah bin Amr,

«أَنَّ رَجُلًا أَتَى النَّبِيَّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: أُمِرْت بِيَوْمِ الْأَضْحَى عِيدًا جَعَلَ اللَّهُ لِهَذِهِ الْأُمَّةِ. فَقَالَ الرَّجُلُ فَإِنْ لَمْ أَجِدْ إلَّا مَنِيحَةَ أُنْثَى أَوْ شَاةَ أَهْلِي وَمَنِيحَتَهُمْ أَذْبَحُهَا؟ قَالَ: لَا»

bahwa ada seorang laki-laki yang menemui Rasulullah, lalu Rasulullah bersabda, "Saya diperintah pada hari Adha untuk dijadikan sebagai hari raya yang dijadikan oleh Allah untuk umat ini.” Maka laki-laki tadi berkata, "Jika saya tidak mendapatkan kecuali kambing betina atau domba betina milik keluargaku. Apakah aku menyembelihnya?''Rasulullah menjawab, Tidak." [Dha'if. Dhaif Al-Jami' (1265)]

Juga yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dari hadits Ibnu Abbas bahwasa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Ada tiga hal yang mana bagiku adalah kewajiban dan bagi kalian adalah sunnah." Lalu beliau menyebut salah satunya adalah menyembelih korban.

Al-Baihaqi juga meriwayatkan dari jalan yang lain dengan lafazh, "Diwajibkan atasku berkorban dan tidak diwajibkan atas kalian. [Dha'if: Dhaif Al-Jami' (4164)]

Al-Baihaqi juga meriwayatkan bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika menyembelih korban bersabda, "Bismillah. Dan Allah Maha Besar. Ya Allah, ini adalah dariku dan dari orang yang tidak berkorban dari umatku."

Dan perbuatan para shahabat menunjukkan tidak wajibnya berkorban. Al-Baihaqi meriwayatkan dari Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu Anhuma bahwa mereka berdua pernah tidak berkorban karena takut untuk dijadikan contoh."

Al-Baihaqi meriwayatkan dari Ibnu Abbas Radiyallahu Anhu bahwa beliau jika menghadiri penyembelihan, beliau memberikan kepada budaknya dua dirham, lalu berkata, "Belilah dengan dua dirham itu daging, dan beritahu orang-orang bahwa Ibnu Abbas telah berkorban." 

Dan diriwayatkan bahwa Bilal berkorban dengan seekor ayam jantan. Hal serupa diriwayatkan dari Abu Hurairah. Dan riwayat-riwayat dari shahabat dalam masalah ini sangat banyak yang menunjukkan bahwa menyembelih korban hukumnya sunnah.***

ـــــــــــــــــــــــــــــ

[إبانة الأحكام]

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم: «مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ, فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا». رَوَاهُ أَحْمَدُ, وَابْنُ مَاجَه, وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ, لَكِنْ رَجَّحَ الْأَئِمَّةُ غَيْرُهُ وَقْفَهُ

188. Daripada Abu Hurairah (r.a), beliau berkata: Rasulullah (s.a.w) bersabda: “Barangsiapa yang mempunyai kelapangan sedangkan dia belum pernah berqurban, maka janganlah janganlah mendekati surau kami.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibn Majah dan dinilai sahih oleh al-Hakim, meskipun para ulama menilai hadis ini mawquf: 1375).

Makna Hadis

Hadis ini menyuruh kita melakukan ibadah qurban, terlebih-lebih lagi bagi yang berkampuan. Seseorang yang diberi keluasan rizeki dan tidak berqurban dianggap lalai kerana seolah-olah telah meninggalkan salah satu kewajipan.

Analisis Lafaz

سَعَةٌ, keluasan. Dengan erti kata lain, banyak mempunyai harta dan kesempatan. Ada yang mengatakan maksud keluasan di sini ialah harta yang sudah mencapai nisab zakat.
فَلَا يَقْرَبَنَّ مُصَلَّانَا, janganlah mendekati surau kami. Menurut al-Sindi, ini tidak bermaksud solat seseorang tidak sah apabila tidak berqurban, tetapi maksudnya ialah orang itu telah diusir dari kumpulan pilihan.

Fiqh Hadis

Hadis ini menyuruh umat Islam berqurban lebih-lebih lagi bagi orang yang mempunyai keluasan. Abu Hanifah mewajibkan berqurban meskipun orang itu tidak mampu. Dalilnya adalah hadis di atas dan firman Allah (s.w.t): 

“Oleh itu, kerjakanlah sembahyang kerana Tuhanmu semata-mata, dan sembelihlah qurban (sebagai bersyukur).” (Surah al-Kautsar: 2)

Selain itu, Abu Hanifah juga berdalil dengan hadis Mukhnif bin Sulaim secara marfu’: 

“Setiap anggota keluarga diwajibkan berqurban setiap tahun.”

Jumhur ulama berpendapat qurban tidak diwajibkan sebaliknya ia merupakan ibadah sunat muakkad. Dalil-dalil yang digunakan oleh Abu Hanifah disanggah oleh jumhur ulama sebagai berikut:

    1. Hadis Ummu Salamah yang diriwayatkan oleh Muslim secara marfu’: “Jika telah tiba hari kesepuluh dan salah seorang kamu ingin berqurban, maka janganlah diambil bulu dan kulitnya walau sedikit pun.” Menurut al-Syafi’i, kalimat “ فأراد ” bermaksud “ingin” yang menunjukkan makna sunnat.
    2. Hadis al-Bara’ bin ‘Azib dalam kitab al-Sahih bahawa Rasulullah (s.a.w) berkhutbah pada waktu hari raya qurban: “Apa yang pertama sekali kita kerjakan hari ini ialah mengerjakan solat kemudian pulang untuk berqurban. Barangsiapa yang melakukan ini, maka dia benar-benar telah melaksanakan Sunnah kami.”
    3. Hadis Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash tentang seseorang yang datang bertanya: “Bolehkah dia berqurban dengan kambing milik ayahnya. Rasulullah (s.a.w) menjawab: “Tidak boleh. Tetapi potonglah kukumu…”. Para periwayat hadis ini tsiqat dan al-Baihaqi yang meriwayatkannya.
    4. Hadis yang diriwayatkan daripada Abu Bakr dan ‘Umar di mana keduadua sahabat ini tidak pernah berqurban kerana khuatir kalau ada orang yang menyangkanya wajib. Demikian riwayat yang dikeluarkan oleh al-Baihaqi.
    5. Bagi pensyarah kitab ini, dalil-dalil yang digunakan jumhur ulama belum memadai untuk dijadikan dalil dan ini pula yang ditegaskan oleh oleh pengarang al-Jauhar al-Naqi.***

Sumber: 1. Bulugh al-Maram min Adillat al-Ahkam karangan Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani (773 H - 852 H) 2. Subulus Salam Karangan Imam Ash-Shan'ani (w. 1182 H). 3. Ibanatul Ahkam Karangan Alawi Abbas Al-Maliki (w. 1391 H) dan Hasan Sulaiman An-Nuri. Untuk kitab Ibanatul Ahkam jilid 3 dan 4 dilanjutkan oleh Abu Abdullah bin Abd al-Salam ‘Allusy.

 

Penulis: Mualif
Editor: Muhamad Basuki
©Al-Marji' 2022