61 - وَعَنْ صَفْوَانَ بْنِ عَسَّالٍ - رضي الله عنه - قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - يَأْمُرُنَا إِذَا كُنَّا سَفْرًا أَنْ لَا نَنْزِعَ خِفَافَنَا ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيَهِنَّ, إِلَّا مِنْ جَنَابَةٍ، وَلَكِنْ مِنْ غَائِطٍ, وَبَوْلٍ, وَنَوْمٍ. أَخْرَجَهُ النَّسَائِيُّ, وَالتِّرْمِذِيُّ وَاللَّفْظُ لَهُ, وَابْنُ خُزَيْمَةَ وَصَحَّحَاهُ. (1)
__________
(1) - حسن. رواه النسائي (1/ 83 - 84)، والترمذي (96)، وابن خزيمة (196)، وقال الترمذي: حسن صحيح.
55. Dari Shafwan bin Assal dia berkata, “Nabi SAW menyuruh kami jika dalam perjalanan agar tidak melepaskan khuf selama tiga hari tiga malam, baik karena berak, kencing ataupun tidur, kecuali karena janabah.” (HR. An Nasa'i dan At Tirmidzi –lafazh ini miliknya-, dan Ibnu Khuzaimah keduanya menshahihkannya)
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Penjelasan Kalimat
“Nabi SAW menyuruh kami jika dalam perjalanan (kata safran adalah bentuk jamak dari saafara, seperti tajran jamak dari taajara) agar tidak melepaskan khuf selama tiga hari tiga malam, kecuali karena janabah (jika janabah kami harus membukanya, walaupun belum berlalu tiga hari tiga malam) akan tetapi (kami tidak membukanya) baik karena berak, kencing ataupun tidur, (sebab hadats-hadats ini, kecuali jika telah berlalu jangka waktu yang telah disebutkan)”
Hadits ini dikeluarkan oleh An Nasa'i, dan At Tirmidzi dan lafazh tersebut miliknya. Juga dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah. Keduanya menshahihkannya, yaitu At Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah. Dan diriwayatkan oleh Asy-Syafi'i, Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Ad Daruquthni serta Al Baihaqi.
At Tirmidzi berkata menukil dari Imam Al Bukhari, “Sesungguhnya hadits itu adalah hadits hasan.” Bahkan imam Al Bukhari berkata, “Tidak ada sesuatu hadits dalam penentuan waktu yang lebih shahih dari hadits Shafwan bin Assal Al Muradi”, dan dishahihkan oleh At Tirmidzi dan Al Khaththabi.
Tafsir Hadits
Hadits tersebut adalah dalil tentang ketentuan waktu diperbolehkannya mengusap khuf bagi musafir selama tiga hari tiga malam. Dalam hadits tersebut juga terdapat dalil bahwa itu hanya untuk wudhu bukan mandi. Dan hal itu telah disepakati. zhahir ungkapannya, Ya’muruna menunjukkan wajib, akan tetapi kesepakatan ulama memalingkan dari zhahirnya, maka tetaplah diperbolehkannya atau sunnah.
Para ulama berbeda pendapat, apakah yang lebih utama mengusap khuf itu ataukah melepaskannya lalu mencuci kedua kaki? Penulis menukil dari Ibnu Al Mundzir, bahwa mengusap lebih utama.
Imam An Nawawi berkata, “Para shahabat kami menjelaskan bahwa mencuci lebih utama, dengan syarat tidak meninggalkan mengusap lantaran tidak suka terhadap sunnah, sebagaimana mereka lebih mengutamakan qashar atas menyempurnakan (shalat dalam perjalanan).”