Bulughul Maram

01. Kitab Thaharah: 4. Bab Wudhu, Meratakan Air pada Anggota Wudhu, Hadis No. 55

  • ARTIKEL
  • Minggu, 11 September 2022 | 05:49 WIB
foto

Foto: bincangsyariah.com

55 - وَعَنْ أَنَسٍ - رضي الله عنه - قَالَ: رَأَى النَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - رَجُلًا, وَفِي قَدَمِهِ مِثْلُ الظُّفْرِ لَمْ يُصِبْهُ الْمَاءُ. فَقَالَ: «ارْجِعْ فَأَحْسِنْ وُضُوءَكَ». أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ, وَالنَّسَائِيُّ. (1)
__________
(1) - صحيح. رواه أبو داود (173) ووهم الحافظ -رحمه الله- في عزوه للنسائي، إذا لم يروه لا في «الكبرى» ولا في «الصغرى» والله أعلم.

50. Dari anas ia berkata, Nabi SAW melihat seorang laki-laki yang di kakinya ada seperti kuku yang tidak terkena air (wudhu), maka beliau bersabda: “Kembalilah dan perbaikilah wudhumu” (HR. Abu Daud dan An Nasa'i)

[Shahih: Shahih Abu Daud 173]

ـــــــــــــــــــــــــــــ

[سبل السلام]

Penjelasan Kalimat

Nabi SAW melihat seorang laki-laki yang di kakinya ada seperti kuku (terdapat banyak bahasa lainnya, tetapi yang paling bagus adalah yang telah disebutkan) yang tidak terkena air (yaitu air wudhu), maka beliau bersabda (kepadanya): “Kembalilah dan perbaikilah wudhumu”

Tafsir Hadits

Hadits ini dikeluarkan oleh Abu Daud dan An Nasa'i, dan telah dikeluarkan oleh Abu Daud dari jalan Khalid bin Ma’dan, dari salah seorang shahabat Nabi SAW,

«رَأَى رَجُلًا يُصَلِّي وَفِي ظَهْرِ قَدَمِهِ لُمْعَةٌ قَدْرُ الدِّرْهَمِ لَمْ يُصِبْهَا الْمَاءُ فَأَمَرَهُ النَّبِيُّ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - أَنْ يُعِيدَ الْوُضُوءَ وَالصَّلَاةَ»

“Bahwa Nabi SAW melihat seorang laki-laki sedang shalat dan di bagian atas telapak kakiknya terdapat bintik sebesar dirham yang belum terkena air, maka beliau menyuruhnya mengulangi wudhu dan shalat.” [Shahih: Shahih Abu Daud 175]

Ahmad bin Hambal berkata ketika di atasnya mengenai sanadnya apakah bagus atau tidak? Ia menjawab ‘Ya’.

Hadits di atas adalah dalil wajibnya mengenakan (meratakan) air kepada seluruh anggota wudhu, dalam nash disebutkan kaki dan diqiyaskan atas yang lainnya. Dan telah ditegaskan dalam hadits:

«وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنْ النَّارِ»

Kecelakaan bagi tumit (yang tidak terkena air)’ [Shahih: Al Bukhari 60 dan Muslim 241]

Diucapkan oleh Rasulullah SAW pada sekelompok orang yang tumitnya tidak tersentuh air. Pendapat ini yang dipegang oleh jumhur.

Diriwayatkan dari Abu Hanifah bahwa ia berkata, “Dimaafkan dari separuh anggota wudhu atau seperempatnya atau lebih kecil dari dirham.”  Beberapa riwayat yang diceritakan darinya seperti ini dalam buku Al Maqalat, dan dibantah oleh para pengikutnya yang ada pada masa ini. mereka berkata, “Sesungguhnya ucapan itu bukan perkataan Abu Hanifah dan bukan perkataan salah seorang dari para pengikutnya.”

Dengan hadits itu pula ia berdalil wajibnya membasuh anggota wudhu secara berkesinambungan. Beliau menyuruhnya mengulangi wudhu, dan tidak hanya menyuruhnya membasuh yang belum terkena air. Ada yang mengatakan hadits tersebut tidak dapat dijadikan dalil, karena beliau ingin menegaskan dalam pengingkarannya itu, dan sebagai isyarat bahwa siapa yang meninggalkan sesuatu maka seolah-olah ia meninggalkan semuanya. Dan tidak diragukan kelemahan pendapat ini, yang lebih baik adalah mengatakan, bahwa perkataan perawi, ‘Beliau menyuruhnya mengulangi wudhu’, yaitu membasuh yang ditinggalkannya. Dinamakan mengulangi menurut dugaan orang yang berwudhu tersebut, karena sesungguhnya ia shalat berdasarkan dugaan bahwa ia telah berwudhu dengan benar, lalu dinamailah wudhu dalam ucapannya, ‘ia mengulangi wudhu’, karena itu adalah wudhu menurut bahasa.

Hadits tersebut adalah dalil bahwa orang bodoh dan lupa, hukum keduanya dalam meninggalkannya sama dengan yang sengaja.

ـــــــــــــــــــــــــــــ

[إبانة الأحكام]

50. وَعَنْ أَنَسٍ - رضي الله عنه - قَالَ: رَأَى النَّبِيُّ - صلى الله عليه وسلم - رَجُلًا, وَفِي قَدَمِهِ مِثْلُ الظُّفْرِ لَمْ يُصِبْهُ الْمَاءُ. فَقَالَ: «ارْجِعْ فَأَحْسِنْ وُضُوءَكَ». أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ, وَالنَّسَائِيُّ

50. Daripada Anas (r.a), beliau berkata: “Nabi (s.a.w) melihat seorang lelaki yang pada telapak kakinya terdapat bahagian sebesar kuku masih belum terkena air (wuduk). Melihat itu, baginda bersabda: 'Pergilah dan kerjakan wuduk kamu dengan betul'.” (Disebut oleh Abu Dawud dan al-Nasa'i )

Makna Hadis

Orang yang tidak tahu tidak dimaafkan apabila melakukan kelalaian dalam melaksanakan kewajipan, kerana Rasulullah (s.a.w) telah memerintahkan lelaki tersebut untuk membetulkan wuduknya dan mengulanginya semula dengau cara yang lebih sempurna seperti mana yang telah ditunjukkan oleh riwayat lain berkaitan masalah ini.

Jika ada sebahagian anggota wuduk yang belum terkena siraman, maka ia dapat membatalkan wuduk. Oleh itu, Rasulullah (s.a.w) secara terang-terangan mengingkari perbuatan orang yang lalai dalam meratakan basuhan ke atas tumit kakinya hingga masih ada bahagian yang belum terkena air. Sehubungan itu, baginda bersabda:

وَيْلٌ لِلْأَعْقَابِ مِنْ النَّارِ

“Sungguh binasa bagi tumit-tumit (yang tidak terkena air wuduk) kerana ia akan dibakar oleh neraka.”

Analisis Lafaz

لَمْ يُصِبْهُ الْمَاءُ tidak terkena air wuduk.
فَأَحْسِنْ وُضُوءَكَ lakukanlah wudukmu dengan cara yang paling sempurna, seperti mana yang disebutkan di dalam riwayat lain yang mengatakan: “Pergilah dan sempurnakan wudukmu.”

Fiqh Hadis

  1. Wajib meratakan semua anggota wuduk dengan air berlandaskan nash hadis yang mewajibkan meratakan basuhan pada kaki dan dengan mengqiyaskannya dengan mandi junub. Membiarkan salah satu anggota wuduk tanpa dibasuh dengan air adalah tidak dibolehkan dan itu wajib untuk segera disempurnakan. Jika tidak, maka wuduknya batal.
  2. Dianjurkan mengulangi semula wuduk secara berurutan, kerana Rasulullah (s.a.w) memerintahkan lelaki tersebut supaya mengulangi wuduknya dan tidak hanya menyuruh membasuh anggota wuduk yang tertinggal sahaja. Hukum al-muwalah (berurutan) menurut mazhab Maliki adalah wajib, sedangkan menurut jumhur ulama adalah sunat.
  3. Memberikan pengajaran kepada orang yang tidak tahu dan bersikap lemah lembut ketika memberikan pengajaran kepadanya.
  4. Orang yang tidak tahu dan orang yang lupa sama hukumnya dengan orang yang bersengaja meninggalkan perkara wajib, kerana wuduk merupakan syarat sahnya solat, sedangkan syarat ini merupakan perintah Allah yang tidak pandang bulu (tidak pilih kasih).***

Sumber: 1. Bulugh al-Maram min Adillat al-Ahkam karangan Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani (773 H - 852 H) 2. Subulus Salam Karangan Imam Ash-Shan'ani (w. 1182 H). 3. Ibanatul Ahkam Karangan Alawi Abbas Al-Maliki (w. 1391 H) dan Hasan Sulaiman An-Nuri. Untuk kitab Ibanatul Ahkam jilid 3 dan 4 dilanjutkan oleh Abu Abdullah bin Abd al-Salam ‘Allusy.

Penulis: Mualif
Editor: Muhamad Basuki
©2022 Al-Marji'

Bagikan melalui:
Artikel Terkait

Topik Pilihan