Bulughul Maram

01. Kitab Thaharah: 4. Bab Wudhu, Berkumur, Istinsyaq, dan Istintsar Tiga Kali, Hadis No. 54

  • ARTIKEL
  • Selasa, 6 September 2022 | 07:05 WIB
foto

Foto: islami.co

54 - وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ - رضي الله عنه - فِي صِفَةِ الْوُضُوءِ: ثُمَّ أَدْخَلَ - صلى الله عليه وسلم - يَدَهُ, فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفٍّ وَاحِدَةٍ, يَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلَاثًا. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. (1)
__________
(1) - صحيح. وهو جزء من الحديث المتقدم برقم (35)

49. Dari Abdullah bin Zaid –tentang sifat wudhu-, “Kemudian Rasulullah SAW memasukkan tangannya lalu berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung dari satu kali ciduk, beliau melakukannya tiga kali.” (Muttafaq alaih)

[Shahih: Al Bukhari 199, Muslim 235]

ـــــــــــــــــــــــــــــ

[سبل السلام]

Penjelasan Kalimat

Dari Abdullah bin Zaid –tentang sifat wudhu (yaitu sifat wudhu Rasulullah SAW) Kemudian Rasulullah SAW memasukkan tangannya (yaitu ke dalam air) lalu berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung (tidak disebutkan istintsar -menghembuskan air dari hidung– karena yang dimaksudkan hanyalah menyebutkan bahwa cukup dengan satu kali cidukan air yang dimasukkan ke dalam mulut dan hidung. Adapun menghembuskannya bukan maksud dari hadits tersebut) dari satu kali ciduk, ( Al Kaffu dapat dijadikan mudzakkar dan muanats) beliau melakukannya tiga kali. (secara zhahir, satu kali cidukan kedua telapak tangannya cukup untuk tiga kali, meskipun mengandung makna bahwa yang dimaksudkan adalah beliau melakukan keduanya dari satu kali ciduk, beliau menciduk pada setiap kali ciduk, sebanyak tiga kali)

Tafsir Hadits

Hadits di atas seperti hadits pertama, adalah dalil menyatukan keduanya. Keduanya adalah potongan dari dua hadits panjang mengenai sifat wudhu, dan telah berlalu yang seperti ini. karena penulis hanya menyebutkan yang dijadikannya sebagai hujjah, seperti menyatukannya yang terdapat dalam hadits di atas.

ـــــــــــــــــــــــــــــ

[إبانة الأحكام]

49 - وَعَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ - رضي الله عنه - فِي صِفَةِ الْوُضُوءِ: ثُمَّ أَدْخَلَ - صلى الله عليه وسلم - يَدَهُ, فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفٍّ وَاحِدَةٍ, يَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلَاثًا. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

49. Daripada 'Abdullah ibn Zaid mengenai gambaran wuduk Rasulullah (s.a.w) bahawa kemudian Nabi (s.a.w) memasukkan kedua tangannya (untuk mengambil air), lalu berkumur dan ber-istinsyaq dari telapak tangannya. Hal ini baginda lakukan sebanyak tiga kali.” (Muttafaq 'alaih)

Makna Hadis

Masalah ini telah dijelaskan sebelum ini dalam gambaran mengenai wuduk pada hadis no. 30 dan no. 31. Ibn Hajar menyebut semula hadis berkaitan gambaran wuduk ini adalah untuk mengemukakan hujah yang ingin disampaikannya di sini iaitu menggabungkan antara berkumur dengan ber-istinsyaq sebanyak tiga kali dengan sekali cedok tangan dan tiga kali dengan tiga cedok tangan. Kedua-dua hadis ini menunjukkan bahawa dibolehkan meringkaskan hadis dengan cara mengambil bahagian yang hendak dijadikan hujah sesuai dengan topik pembahasan seperti mana yang biasa dilakukan oleh al-Bukhari.

Analisis Lafaz

تَمَضْمَضَ, berkumur-kumur.
اسْتَنْثَرَ, mengeluarkan air dari hidung setelah memasukkannya.
ثَلَاثًا, berkedudukan sebagai maf'ul mutlaq yang menggantikan masdar yang telah dibuang. Bentuk lengkapnya ialah يَفْعَلُ ذَلِكَ ثَلَاثًا.
وَاسْتَنْشَقَ, huruf waw berfungsi sebagai mutlaq al-jam'i, yakni penghimpunan secara mutlak tanpa ada mana yang mesti didahulukan dan mana yang dikemudiankan. Tetapi sebahagian ulama ada yang mentafsirkannya bermakna fa' supaya dengan demikian dapat diambil satu pemahaman adanya makna berurutan antara berkumur dengan ber-istinsyaq. Jadi disunatkan mendahulukan berkumur ke atas istinsyaq.

Fiqh Hadis

Menggabungkan antara berkumur dengan ber-istinsyaq sebanyak tiga kali dengan sekali cedok yang memenuhi kedua telapak tangan atau dengan tiga kali cedok air dengan menggabungkan keduanya pada setiap kali cedokan; semua ini telah disebutkan oleh Sunnah dan seseorang dibolehkan memilih mana satu yang hendak dikerjakannya.

Sumber: 1. Bulugh al-Maram min Adillat al-Ahkam karangan Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani (773 H - 852 H) 2. Subulus Salam Karangan Imam Ash-Shan'ani (w. 1182 H). 3. Ibanatul Ahkam Karangan Alawi Abbas Al-Maliki (w. 1391 H) dan Hasan Sulaiman An-Nuri. Untuk kitab Ibanatul Ahkam jilid 3 dan 4 dilanjutkan oleh Abu Abdullah bin Abd al-Salam ‘Allusy.

 

Penulis: Mualif
Editor: Muhamad Basuki
©2022 Al-Marji'

Bagikan melalui:
Artikel Terkait

Topik Pilihan