Bulughul Maram

14. Kitab Makanan: 02. Bab Udhhiyah, Memeriksa Hewan Kurban, Hadis No. 1366

  • ARTIKEL
  • Sabtu, 16 Juli 2022 | 15:47 WIB
foto

Foto: tirto.id

1366 - وَعَنْ عَلِيٍّ - رضي الله عنه - قَالَ: أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَنْ نَسْتَشْرِفَ الْعَيْنَ وَالْأُذُنَ, وَلَا نُضَحِّيَ بِعَوْرَاءَ, وَلَا مُقَابَلَةٍ, وَلَا مُدَابَرَةٍ, وَلَا خَرْمَاءَ, وَلَا ثَرْمَاءَ. أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ, وَالْأَرْبَعَةُ. (1) وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ, وَابْنُ حِبَّانَ, وَالْحَاكِمُ. (2)
__________
(1) - كذا «الأصل» وفي «أ»: «الخمسة».
(2) - ضعيف. وفي «الأصل» تفصيل طرقه ورواياته.

1256. Dari Ali Radhiyallahu Anhu berkata, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan kami agar memeriksa mata dan telinga, dan agar kami tidak menyembelih hewan yang buta, yang terpotong telinga bagian depannya atau belakangnya, yang robek telinganya, dan tidak pula yang ompong gigi depannya. (HR. Ahmad dan Al-Arba'ah. Hadits shahih menurut Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Hakim)1

ـــــــــــــــــــــــــــــ

[سبل السلام]

Penjelasan Kalimat

Meneliti atau memeriksa artinya memperhatikan mata dan telinga dan melihat-lihatnya agar tidak salah memilih hewan yang kurang baik atau cacat. Muqabalah adalah hewan yang sebagian ujung telinganya putus sehingga terkatung-katung. Mudabarah adalah hewan yang telinga bagian belakang putus dan sisanya terkatung-katung. Kharqa adalah telinga yang berlubang. Tsarmaa adalah hewan yang giginya lepas (ompong). Ada yang mengatakan gigi seri yang ompong. Ada pendapat lain, yaitu gigi seri dan gigi sampingnya. Ada yang mengatakan gigi lepas sampai akar-akarnya. Rasulullah melarang itu semua karena kurangnya makanan (karena gigi ompong). Hal itu dikatakan dalam kitab An-Nihayah. Dalam buku penjelasan menggunakan kata "sarqa". Tapi di dalam buku Bulughul Maram adalah "tsarmaa" sebagaimana kami sebutkan.

Tafsir Hadits

Di dalam hadits ini terdapat dalil yang menunjukkan bolehnya menyembelih hewan sebagaimana disebutkan dalam hadits. Inilah madzhab Hadawiyah. Imam Yahya berkata, "Boleh tapi makruh." Al-Mahdi menguatkan pendapat itu. Zhahir hadits tampaknya sesuai dengan pendapat pertama. Ada hadits yang melarang berkorban dengan hewan shufrah sebagaimana riwayat Abu Dawud  dan Hakim. Shufrah adalah hewan yang kurus sebagaimana dalam kitab An-Nihayah. Dalam satu riwayat berlafazhkan, "mashfurah." Ada yang memaknai hewan yang telinga putus total.

Hadits riwayat Abu Dawud dari hadits Uqbah bin Amir As-Sulami bahwa ia berkata, "Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam melarang hewan mushfarah, musta'shalah, bakhqa, musyayyi'ah dan kasra'."

Mushfarah adalah hewan yang terpotong telinganya hingga isi dalamnya kelihatan. Musta'shalah adalah hewan yang tanduknya putus total. Bakhaa adalah hewan yang matanya hanya terlihat bagian putihnya sehingga tidak bisa melihat walaupun matanya masih ada. Musyayyi'ah adalah hewan yang kurus dan lemah. Kasra' adalah hewan yang salah satu anggota badannya patah. Hadits ini lafazhnya dari Abu Dawud.

Adapun hewan yang tulang ekor dan ekornya patah, maka boleh karena adanya riwayat dari Ahmad, Ibnu Majah dan Baihaqi dari hadits Abu Sa'id bahwa ia berkata, "Saya membeli kambing untuk korban lalu ada serigala yang menerkamnya hingga tulang ekornya terputus. Kemudian aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam tentang hal itu, kemudian beliau menjawab, "Berkorbanlah dengan hewan itu."3

Di dalamnya ada perawi yang bernama Jabir Al-Ja'fi dan gurunya yang bernama Muhammad bin Qurdhah adalah seorang yang tak dikenal (majhul). Akan tetapi, hadits ini ada saksinya (hadits lain sebagai penguat) pada hadits riwayat Baihaqi yang menjadi penguat. Ibnu Taimiyyah dalam kitab Al-Muntaqa menjadikannya sebagai dasar bahwa cacat yang muncul setelah ditentukannya hewan korban, maka hal itu tidak menjadi masalah. Sementara Al-Hadawiyah berpendapat bahwa tidak sahnya hewan yang tulang ekor dan ekornya tidak ada.

Dalam kitab Nihayatul Mujtahid disebutkan dua hadits yang saling bertentangan. Nasa'i menyebutkan dari Abu Bardah, ia berkata, "Ya Rasulullah! Saya tidak suka hewan yang ada cacatnya di tanduk dan telinga." Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjawab, "Jika kamu tidak menyukainya tinggalkanlah. Tapi kamu jangan melarang orang lain."4

Kemudian Nasa'i menyebutkan hadits kedua, yaitu hadits Ali, "Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menyuruh kami untuk meneliti mata...."Al-Hadits. Maka, barangsiapa yang mentarjih (menganggap lebih kuat) hadits Abu Burdah, ia berkata, "Tidak perlu hati-hati dalam memilih hewan kecuali empat cacat dan yang lebih besar dari itu." Dan barangsiapa yang mengkompromikan dua hadits ia akan menganggap bahwa hadits Abu Burdah tentang cacat ringan yang tidak kelihatan dan hadits Ali tentang cacat yang sangat terlihat.

Faedah

Para ulama bersepakat bolehnya berkorban dengan semua jenis binatang ternak. Mereka hanya berselisih mana yang lebih utama. Dan lebih jelas dalam berkorban bahwa kambing adalah lebih utama karena Rasulullah SAW melakukan dan memerintahkan hal itu. Walaupun kemungkinan lain karena mudah untuk memperolehnya. Kemudian mereka bersepakat tidak bolehnya berkorban selain binatang ternak kecuali apa yang diriwayatkan dari Hasan bin Shalih bahwasanya boleh berkorban dengan satu sapi liar untuk sepuluh orang dan biawak padang pasir untuk satu orang. Juga apa yang diriwayatkan dari Asma' bahwasanya ia berkata, "Kami berkorban bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dengan kuda." Serta apa yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya beliau berkorban dengan ayam jantan. 

Footnote penterjemah:

  1. Dhaif: Abu Daud 2804, kecuali perintah untuk memeriksa
  2. Dhaif: Abu Daud 2803
  3. Sanadnya lemah sekali.  Ibnu Majah (3205)
  4. Shahih: An-Nasa'i (4382)

ـــــــــــــــــــــــــــــ

[إبانة الأحكام]

وَعَنْ عَلِيٍّ - رضي الله عنه - قَالَ: أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - أَنْ نَسْتَشْرِفَ الْعَيْنَ وَالْأُذُنَ, وَلَا نُضَحِّيَ بِعَوْرَاءَ, وَلَا مُقَابَلَةٍ, وَلَا مُدَابَرَةٍ, وَلَا خَرْمَاءَ, وَلَا ثَرْمَاءَ. أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ, وَالْأَرْبَعَةُ. (1) وَصَحَّحَهُ التِّرْمِذِيُّ, وَابْنُ حِبَّانَ, وَالْحَاكِمُ

192. Daripada Ali (r.a), beliau berkata: “Rasulullah (s.a.w) pernah menyuruh kami memeriksa mata dan telinga haiwan qurban. Kami tidak berqurban dengan haiwan yang matanya kabur, tidak pula dengan haiwan yang hujung telinganya terpotong, tidak pula dengan haiwan yang belakang telinganya terpotong, tidak pula dengan haiwan yang kedua telinganya terbelah dan tidak pula dengan haiwan yang giginya rontok.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, al-Arba’ah dan dinilai sahih oleh al-Tirmizi, Ibn Hibban dan al-Hakim: 1379).

Makna Hadis

Hadis ini memiliki makna yang sama dengan hadis al-Bara’ bin ‘Azib sebelum ini. Rasulullah (s.a.w) menyuruh agar haiwan yang hendak diqurbankan itu diteliti kesihatan fizikalnya. Matanya tidak boleh kabur, hujung atau belakang telinganya tidak boleh terpotong, kedua telinganya tidak boleh terbelah dan giginya tidak boleh rontok.

Analisis Lafaz

نَسْتَشْرِفَ, memeriksa. Dengan erti kata lain, meneliti sama ada haiwan itu sihat atau sebaliknya. Makna asal kalimat ini adalah seseorang meletakkan tangannya di atas kening supaya tidak silau ketika melihat sesuatu.
عوراء, matanya kabur.
مقابلة, hujung telinganya terpotong sehingga bahagian depannya bergantung.
مدابرة, belakang telinganya terpotong sehingga bahagian belakangnya bergantung.
خرقاء, kedua telinganya terbelah.
ثرماء, haiwan yang giginya hadapannya rontok. Ada yang mengatakan gigi hadapan dan juga gigi samping. Ada lagi yang mengatakan gigi yang terpotong dari bawah. Rasulullah (s.a.w) melarang untuk mengurbankan haiwan seperti ini kerana ia tidak sihat.

Dalam riwayat al-Tirmizi dan Abu Dawud tidak dijumpai kalimat ثرماء melainkan ثرقاء, yakni, haiwan yang telinganya terbelah memanjang.

Fiqh Hadis

Hadis ini menyuruh umat Islam memeriksa kesihatan mata dan telinga haiwan yang hendak diqurban. Menurut al-Baghawi, ulama berbeza pendapat tentang haiwan yang telinganya sedikit terpotong. Sebahagian mereka mengatakan haiwan itu tidak boleh dijadikan qurban. Inilah pendapat al-Syafi’i. Menurut Ashab al-Ra’yi, jika bahagian yang terpotong itu tidak melebihi setengah telinga, maka haiwan itu tidak ada masalah untuk dijadikan qurban. Tetapi jika bahagian yang potong itu melebihi separuh telinga, maka ia tidak boleh dijadikan qurban. Menurut Ishaq pula jika yang terpotong hanya sepertiga, maka tidak ada masalah untuk dijadikan qurban dan jika lebih daripada itu, maka ia tidak boleh dijadikan qurban.

Penting!

Di dalam kitab al-Sail, al-Shan’ani berkata: “Haiwan yang kurus "مصْفَرَة" juga tidak boleh dijadikan qurban, namun ada pula yang mengatakan maksud haiwan mushfarah ialah haiwan yang putus telinga. Abu Dawud meriwatakan hadis ‘Uqbah bin ‘Amir al-Salmi bahawa Rasulullah (s.a.w) melarang untuk mengurbankan haiwan yang telinganya putus, tanduknya patah, tidak dapat melihat, sakit dan haiwan yang patah tulangnya.”

Menurut al-Shan’ani, haiwan yang terpotong bahagian belakang atau terpotong ekornya boleh dijadikan qurban, kerana ada hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Ibn Majah dan al-Baihaqi daripada Abu Sa’id, beliau berkata: “Saya pernah membeli seekor kambing kibasy untuk diqurbankan.

Lalu, kambing itu digigit serigala pada bahagian belakangnya. Kemudian, saya menanyakan masalah ini kepada Rasulullah (s.a.w). Maka, baginda bersabda: “Haiwan itu boleh diqurbankan.” Dalam sanad hadis ini terdapat nama Jabir al-Ju’fi dan gurunya bernama Muhammad bin Qurthah, seorang yang majhul. Hadis ini dikuatkan oleh hadis lain yang dikeluarkan oleh al-Baihaqi bahkan Ibn Taimiyah berpegang dengan hadis ini untuk mengatakan bahawa cacat yang terjadi setelah haiwan itu diniatkan untuk diqurbankan, tidaklah ada salahnya. Dengan erti kata lain, haiwan itu sah untuk dijadikan qurban.***

Sumber: 1. Bulugh al-Maram min Adillat al-Ahkam karangan Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani (773 H - 852 H) 2. Subulus Salam Karangan Imam Ash-Shan'ani (w. 1182 H). 3. Ibanatul Ahkam Karangan Alawi Abbas Al-Maliki (w. 1391 H) dan Hasan Sulaiman An-Nuri. Untuk kitab Ibanatul Ahkam jilid 3 dan 4 dilanjutkan oleh Abu Abdullah bin Abd al-Salam ‘Allusy.

 

Penulis: Mualif
Editor: Muhamad Basuki
©2022 Al-Marji'

Bagikan melalui:

Topik Pilihan