1363 - وَعَنْ جُنْدُبِ بْنِ سُفْيَانَ - رضي الله عنه - قَالَ: شَهِدْتُ الْأَضْحَى مَعَ رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - فَلَمَّا قَضَى صَلَاتَهُ بِالنَّاسِ, نَظَرَ إِلَى غَنَمٍ قَدْ ذُبِحَتْ, فَقَالَ: «مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَلْيَذْبَحْ شَاةً مَكَانَهَا, وَمَنْ لَمْ يَكُنْ ذَبَحَ فَلْيَذْبَحْ عَلَى اسْمِ اللَّهِ». مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. (1)
__________
(1) - صحيح. رواه البخاري (5562)، ومسلم (1960) (2) واللفظ لمسلم.
1253. Dari Jundub bin Sufyan Radhiyallahu Anhu berkata, "Aku pernah berhari raya Idul Adha bersama Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Setelah beliau selesai shalat bersama kaum muslimin, beliau melihat seekor kambing telah disembelih. Beliau bersabda, "Barangsiapa menyembelih sebelum shalat, hendaknya ia menyembelih seekor kambing lagi sebagai gantinya. Dan barangsiapa yang belum menyembelih, hendaknya ia menyembelih dengan nama Allah." (Muttafaq Alaih)
[Shahih: Al Bukhari 5500 dan Muslim 1960]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Tafsir Hadits
Hadits ini menjadi dalil bahwa waktu menyembelih adalah setelah shalat 'Id. Maka tidak sah apabila dilakukan sebelumnya. Dan maksud dari shalat adalah shalatnya dia sendiri. Dan ada kemungkinan adalah shalatnya imam. Sesungguhnya huruf "lam" adalah untuk menunjukkan waktu dalam sabdanya, "Ash-shalat" maksudnya adalah sebelumnya, yakni shalat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Inilah pendapat Malik. Beliau berkata, "Tidak boleh sebelum shalat imam, khutbah dan penyembelihannya selesai." Dan dalil tentang penyembelihan imam adalah riwayat Ath-Thahawi dari hadits Jabir, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menunaikan shalat pada hari raya di Madinah, lalu majulah beberapa orang kemudian mereka menyembelih. Mereka mengira Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam telah menyembelih. Maka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menyuruh mereka untuk mengulangi." Pendapat ini disanggah bahwa maksudnya adalah Rasulullah melarang mereka agar tidak tergesa-gesa sehingga penyembelihan dilakukan sebelum waktunya. Untuk itu, tidak ada hadits tentang masalah ini melainkan selalu dikaitkan dengan shalat. Imam Ahmad berpendapat seperti pendapat Imam Malik dan tidak mensyaratkan dalam menyembelih. Hal senada juga dari Al-Hasan, Al-Auza'i, dan Ishaq bin Rahawaih.
Imam Syafi'i dan Dawud berkata, "Waktu penyembelihan adalah ketika matahari sudah terbit dan berlalu kira-kira waktu shalat dan dua khutbah sekalipun imam dan orang yang menyembelih tidak shalat. Al-Qurthubi berkata, "Zhahirnya hadits menunjukkan hubungan penyembelihan dengan shalat. Tetapi Imam Syafi'i meriwayatkan bahwa barangsiapa yang tidak berkewajiban shalat terkena beban, maka menyembelihnya sesuai waktu shalat. Ibnu Daqiq berkata, "Lafazh ini lebih jelas dalam hubungannya dengan shalat dan itu adalah sabdanya dalam sebuah riwayat, "Barangsiapa yang menyembelih sebelum shalat, maka hendaknya ia menyembelih kembali sebagai gantinya." Beliau berkata, "Tapi jika kita terima menurut zhahirnya hadits, maka konsekuensinya adalah penyembelihan tidak sah bagi orang yang tidak shalat 'Id. Jika ada yang berpendapat demikian, maka ia adalah orang yang paling berbahagia melihat zhahirnya hadits. Dan jika tidak, maka harus keluar dari zhahir hadits ini dan masalah lainnya masih dalam pembahasan. Ath-Thahawi meriwayatkan dari hadits Jabir bahwa ada seorang laki-laki yang menyembelih sebelum Rasulullah shalat. Maka beliau melarang seseorang untuk menyembelih sebelum shalat." Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban. Anda telah tahu dalil yang mana yang lebih kuat dari semua pendapat ini. Pembicaraan ini telah dimulai pada waktu membahas penyembelihan.
Adapun akhir waktu penyembelihan, maka terdapat banyak pendapat. Menurut Al-Hadawiyah, adalah hari kesepuluh bulan Dzulhijjah dan dua hari setelahnya. Pendapat senada juga disampaikan oleh Malik dan Ahmad. Imam Syafi'i berpendapat bahwa hari-hari penyembelihan adalah empat hari, yaitu hari kesepuluh dan tiga hari berikutnya. Menurut Dawud dan sebagian para tabi'in adalah hari kesepuluh saja kecuali di Mina (tempat para haji bermalam), maka dibolehkan tiga hari sesudahnya. Menurut pendapat lain adalah hingga akhir bulan Dzulhijjah. Ibnu Rusyd dalam kitabnya Al-Bidayah mengatakan bahwa sumber perbedaan pendapat dikarenakan dua hal:
Pertama: Perbedaan masalah hari-hari yang terbilang (ayyam ma'lumat) dalam firman-Nya, "Agar mereka menyaksikan manfaat-manfaat untuk mereka." (Al-Hajj: 28). Ada yang mengatakan hari nahar dan dua hari setelahnya. Dan itu adalah pendapat yang populer. Ada pendapat lain yang mengatakan sepuluh hari pertama Dzulhijjah.
Kedua: pertentangan antara dalil di dalam ayat ini dengan hadits Jabiir bin Muth'im secara marfu' bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Semua penjuru Mekah adalah tempat penyembelihan. Dan semua hari tasyriq adalah waktu penyembelihan. [Shahih: Shahih Al Jami' 4537 dengan lafazh: “Seluruh penjuru Mina...dst]
Maka barangsiapa yang berkata tentang hari-hari yang tertentu adalah hari nahar dan dua hari sesudahnya dalam ayat ini berarti ia mentarjih (mengunggulkan) dalil ayat daripada hadits di atas. Dan ia berkata, "Tidak ada penyembelihan kecuali di hari-hari itu." Dan barangsiapa yang mengkompromikan antara hadits dan ayat ia berpendapat bahwa tidak ada pertentangan antara keduanya, karena hadits menambah hukum baru dalam ayat, padahal ayat tersebut tidak bermaksud membatasi hari penyembelihan. Adapun maksud hadits yang di dalamnya terkandung pembatasan mengatakan bolehnya menyembelih pada hari keempat jika masih masuk dalam hari tasyriq. Dan tidak ada perselisihan di antara mereka bahwa hari-hari tertentu adalah hari tasyriq yaitu tiga hari setelah hari nahar (Idul Adha) kecuali apa yang diriwayatkan dari Sa'id bin Jubair beliau berkata bahwa hari nahar termasuk hari tasyriq. Tetapi mereka berbeda pendapat dalam memahami hari-hari yang tertentu menjadi dua pendapat.
Adapun orang yang mengatakan bahwa hanya hari nahar saja karena hal itu berpijak pada pemahaman bahwa hari-hari tertentu adalah sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Mereka berkata, "Dan apabila ada ijma' yang mengatakan bahwa tidak boleh menyembelih kecuali hari kesepuluh dan itu adalah waktu penyembelihan yang terdapat di nash, maka penyembelihan itu tidak boleh, kecuali hari nahar saja."
Di dalam kitab An-Nihayah disebutkan bahwa Imam Malik dalam madzhab masyhurnya berpendapat bahwa penyembelihan tidak boleh dilakukan pada malam hari-hari nahar. Selain beliau ada yang berpendapat boleh. Dan sumber perbedaan adalah kata "hari" menunjukkan siang dan malam seperti firman Allah, "Maka Shalih berkata, "Bersenang-senanglah kalian di dalam rumah kalian tiga hari" (QS. Hud: 65). Dan kata hari juga disebutkan untuk menunjukkan siang saja tanpa malam seperti firman-Nya, "Tujuh hari dan delapan malam " (QS. Al-Haqqah: 7). Allah menyambungkan (athaf) siang ke dalam malam berarti ada perbedaan. Maka, tinggal melihat dari siang dan malam mana yang lebih tepat. Argumentasi yang membedakan antara siang dan malam; bahwa tidak sah menyembelih di waktu malam karena ia melihat dari sisi mafhumnya kata siang. Tapi dikatakan bahwa dalil itu menunjukkan bolehnya menyembelih di waktu siang. Dan asal menyembelih adalah kehati-hatian. Maka menyembelih di waktu malam adalah sebuah kehati-hatian. Jadi, dalil itu menunjukkan bolehnya menyembelih di waktu malam.
Saya mengatakan bahwa tidak ada kehati-hatian dalam menyembelih bahkan Allah telah membolehkan menyembelih hewan kapan saja. Tetapi kehati-hatian itu hanya berdasarkan pada akal adalah sebelum hal itu dibolehkan Allah.***
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[إبانة الأحكام]
وَعَنْ جُنْدُبِ بْنِ سُفْيَانَ - رضي الله عنه - قَالَ: شَهِدْتُ الْأَضْحَى مَعَ رَسُولِ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - فَلَمَّا قَضَى صَلَاتَهُ بِالنَّاسِ, نَظَرَ إِلَى غَنَمٍ قَدْ ذُبِحَتْ, فَقَالَ: «مَنْ ذَبَحَ قَبْلَ الصَّلَاةِ فَلْيَذْبَحْ شَاةً مَكَانَهَا, وَمَنْ لَمْ يَكُنْ ذَبَحَ فَلْيَذْبَحْ عَلَى اسْمِ اللَّهِ». مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.
189. Daripada Jundub bin Sufyan (r.a), beliau berkata: “Saya pernah mengalami hari raya Aidiladha bersama Rasulullah (s.a.w). Setelah selesai mengerjakan solat Aidiladha, baginda melihat ke arah kambing yang telah disembelih. Melihat itu, baginda bersabda: “Barangsiapa menyembelih sebelum solat Aidiladha, maka hendaklah dia menyembelih semula seekor kambing sebagai gantiannya dan barangsiapa yang belum menyembelih qurban, maka sembelihlah dengan membaca nama Allah. (Muttafaq ‘alaih: 1376).
Makna Hadis
Hadis ini menjelaskan bahawa menyembelih haiwan qurban itu hendaklah dilakukan setelah mengerjakan solat raya Aidiladha, kerana Allah (s.w.t)
berfirman:
“Oleh itu, kerjakanlah sembahyang kerana Tuhanmu semata-mata, dan sembelihlah korban (sebagai bersyukur).” (Surah al-Kautsar: 2)
Jadi, Rasulullah (s.a.w) menyuruh orang yang menyembelih qurban sebelum solat hari raya dilakukan supaya menyembelih semula seekor kambing sebagai gantiannya.
Analisis Lafaz
قَبْلَ الصَّلَاةِ, sebelum solat. Ada kemungkinan maksudnya adalah sebelum imam mengerjakan solat atau sebelum pemilik haiwan qurban itu mengerjakan solat.
Fiqh Hadis
Barangsiapa menyembelih haiwan qurban sebelum mengerjakan solat, maka haiwan itu dinyatakan sedekah, kerana qurban hanya boleh dilakukan setelah mengerjakan solat hari raya. Imam Malik berkata: “Tidak boleh menyembelih qurban melainkan setelah imam solat berkhutbah dan menyembelih qurban.
Mengapa itu dibolehkan setelah imam mengerjakan solat hari raya, bukan setelah pemilik qurban mengerjakan solat? Ini kerana ada hadis yang dikeluarkan oleh al-Thahawi daripada Jabir bahawa Rasulullah (s.a.w) pernah mengerjakan solat hari raya qurban di Madinah. Tiba-tiba, ada beberapa orang yang datang dan terus menyembelih qurban milik mereka. Mereka mengira Rasulullah (s.a.w) sudah menyembelih qurban. Mereka kemudian disuruh baginda untuk menyembelih qurban semula.
Imam Ahmad sependapat dengan Malik, tetapi imam Ahmad tidak mensyaratkan imam solat harus menyembelih qurban. Pendapat ini turut dikemukakan oleh al-Hasan, al-Auza’i dan Ishaq.
Menurut al-Syafi’i dan Dawud pula meyembelih qurban itu dilakukan setelah matahari terbit dan setelah mengerjakan solat hari raya serta kedua khutbah selesai dibacakan, walaupun imam atau pemilik qurban belum lagi mengerjakan solat hari raya.
Penting!
Hadis ini menjelaskan permulaan waktu menyembelih haiwan qurban tetapi tidak membincangkan batas akhir waktu berqurban. Ulama berbeza pendapat dalam masalah ini.
- Menurut Malik dan Imam Ahmad, batas akhir berqurban adalah penghujung hari kedua belas Zulhijjah.
- Menurut al-Syafi’i, waktu berqurban adalah empat hari yang dimulai dengan waktu hari raya itu sendiri ditambah tiga hari lagi sesudahnya.
- Menurut Dawud dan beberapa tabi’in, waktu berqurban hanya satu hari iaitu hari raya Aidiladha, kecuali di Mina di mana dibolehkan berqurban selama tiga hari di tempat itu.
Sumber: 1. Bulugh al-Maram min Adillat al-Ahkam karangan Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani (773 H - 852 H) 2. Subulus Salam Karangan Imam Ash-Shan'ani (w. 1182 H). 3. Ibanatul Ahkam Karangan Alawi Abbas Al-Maliki (w. 1391 H) dan Hasan Sulaiman An-Nuri. Untuk kitab Ibanatul Ahkam jilid 3 dan 4 dilanjutkan oleh Abu Abdullah bin Abd al-Salam ‘Allusy.