Bulughul Maram

01. Kitab Thaharah: 4. Bab Wudhu, Menyela-nyela Jari dan Bersungguh-sungguh Beristinsyaq, Hadis No. 39

  • ARTIKEL
  • Selasa, 24 Mei 2022 | 06:14 WIB
foto

Foto: dakta.com

39 - وَعَنْ لَقِيطِ بْنُ صَبْرَةَ, - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم: «أَسْبِغِ الْوُضُوءَ, وَخَلِّلْ بَيْنَ الْأَصَابِعِ, وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ, إِلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا». أَخْرَجَهُ الْأَرْبَعَةُ, وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَة. (1)
وَلِأَبِي دَاوُدَ فِي رِوَايَةٍ: «إِذَا تَوَضَّأْتَ فَمَضْمِضْ». (2)
__________
(1) - صحيح. رواه أبو داود (142 و 143)، والنسائي (1/ 66 و 69)، والترمذي، (38)، وابن ماجه (448)، وابن خزيمة (150 و 168) من طريق عاصم بن لقيط بن صبرة، عن أبيه، به.
(2) - صحيح. سنن أبي داود (144)

36. Dari Laqith bin Shabirah RA, ia berkata Rasulullah SAW bersabda: “Sempurnakanlah wudhu, dan sela-selalah antara jari jemari, dan bersungguh-sungguhlah ketika beristinsyaq, kecuali bila engkau sedang berpuasa.” (HR. Imam yang empat dan dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah)

[shahih: Shahih Al Jami' 927]

Dan Abu Daud dalam satu riwayat: “apabila engkau berwudhu maka berkumur-kumurlah.

[shahih: Abu Daud 144]

ـــــــــــــــــــــــــــــ

[سبل السلام]

Biografi Perawi

Laqith adalah Ibnu Amir Ibnu Shabirah, julukannya Abu Razin – sebagaimana dikatakan Ibnu Abdil Barr – seorang shahabat yang sangat masyhur, termasuk penduduk Thaif.

Penjelasan Kalimat

Sempurnakanlah wudhu, ( Al Isbagh yaitu menyempurnakan (membasuh) seluruh anggota wudhu) dan sela-selalah antara jari jemari, (yang dimaksudkan adalah jari-jari kedua tangan dan kaki, dan telah disebutkan dengan jelas dalam hadits Ibnu Abbas: “jika engkau berwudhu, maka sela-selalah ruas jari kedua tangan dan kakimu.” [Shahih: Shahih Al Jami' 452], akan disebutkan perawinya sebentar lagi) dan bersungguh-sungguhlah ketika beristinsyaq, kecuali bila engkau sedang berpuasa.

Dan Abu Daud dalam satu riwayat: “apabila engkau berwudhu maka berkumur-kumurlah.” Juga dikeluarkan oleh Ahmad, Asy-Syafi'i, Ibnu al Jarud, Ibnu Hibban, Al Hakim dan Al Baihaqi dan dishahihkan oleh At Tirmidzi dan Al Baghawi serta Al Qaththan.

Tafsir Hadits

Hadits tersebut menunjukkan wajibnya menyempurnakan wudhu, yaitu membasuh atau mengusap seluruh anggota wudhu. Dalam Al Qamus, lafazh ‘asbagha al wudhu’ yakni meratakan air dan menyempurnakan hak setiap anggota wudhu. Membasuh tiga kali pada anggota wudhu tidak diwajibkan, tetapi hanya sunnah. Tidak boleh lebih dari tiga kali. Maka jika ragu apakah telah mencuci anggota wudhu dua kali atau tiga kali, hendaknya dihitung membasuhnya dua kali.

Al-Juwaini berkata, “Mengerjakan wudhu hanya tiga kali dan tidak boleh melebihkannya, karena dikhawatirkan melakukan bid'ah.”

Adapun yang diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa ia mencuci kakinya tujuh kali, maka perbuatan shahabat tidak dapat dijadikan sebagai hujjah, dan hal itu dapat dipahami bahwa ia mencuci najis empat kali yang tidak dapat hilang melainkan dengan jumlah tersebut, dan juga dalil atas wajibnya menyela-nyela ruas jari.

Telah ditegaskan pula dalam hadits Ibnu Abbas sebagai telah disebutkan yang diriwayatkan oleh At Tirmidzi, Ahmad, Ibnu Majah dan Al Hakim dan dihasankan Al Bukhari.

Adapun cara meratakan air pada anggota wudhu adalah menyela-nyela bagian yang dibasuh dengan jari kelingking tangan kiri. Ini tidak terdapat dalam nash, hanya saja Al Ghazali berkata, “dilakukannya dengan tangan kiri diqiyaskan atas istinja”, dan dimulai dengan bagian bawah jari. Abu Daud dan At Tirmidzi meriwayatkan hadits dari Al Mustaurid bin Syaddad:

«رَأَيْت رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - إذَا تَوَضَّأَ يُدَلِّكُ بِخِنْصَرِهِ مَا بَيْنَ أَصَابِعِ رِجْلَيْهِ»

“Aku melihat Rasulullah SAW jika berwudhu beliau menggosok ruas jari-jari kakinya dengan jari kelingkingnya.”

[Shahih: At Tirmidzi 40]

Dalam lafazh lain Ibnu Majah (يُخَلِّلُ) menyela-nyela sebagai ganti dari (يُدَلِّكُ) menggosok.

Hadits tersebut menunjukkan perintah untuk bersungguh-sungguh dalam ber-istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung) bagi yang tidak berpuasa, namun tidak dianjurkannya bagi yang sedang berpuasa agar air tidak turun ke tenggorokannya yang dapat merusak puasanya. Hal itu menunjukkan bahwa mubalaghah (bersungguh-sungguh) tidak wajib, sebab seandainya wajib, nisacaya tidak diperbolehkan meninggalkannya.

Sabda beliau dalam riwayat Abu Daud, “Jika engkau berwudhu maka berkumur-kumurlah”, dijadikan dalil wajibnya berkumur-kumur. Bagi yang berpendapat bahwa berkumur-kumur tidak wajib, ia menjadikannya Sunnah dengan indikasi yang telah disebutkan dalam hadits Rifa’ah bin Rafi mengenai perintah Rasulullah SAW terhadap Arab Badui berkenaan dengan tata cara wudhu, yang shalat tidak sah tanpa dengannya. Dalam tata cara wudhu tersebut tidak disebutkan kumur-kumur dan istinsyaq.

ـــــــــــــــــــــــــــــ

[إبانة الأحكام]

وَعَنْ لَقِيطِ بْنُ صَبْرَةَ, - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم: «أَسْبِغِ الْوُضُوءَ, وَخَلِّلْ بَيْنَ الْأَصَابِعِ, وَبَالِغْ فِي الِاسْتِنْشَاقِ, إِلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا». أَخْرَجَهُ الْأَرْبَعَةُ, وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَة. (1)
وَلِأَبِي دَاوُدَ فِي رِوَايَةٍ: «إِذَا تَوَضَّأْتَ فَمَضْمِضْ».

36. Daripada Laqith ibn Shabirah (r.a), beliau berkata: Rasulullah (s.a.w) bersabda: “Sempurnakan wuduk, menyelahi di antara jari jemari, dan lakukan istinsyahaq dengan kuat, kecuali jika kamu sedang berpuasa.” (Disebut oleh al-Arba‟ah, dan dinilai sahih oleh Ibn Khuzaimah)
Menurut salah satu riwayat oleh Abu Dawud: “Apabila kamu berwuduk, maka berkumurlah.”

Makna Hadis

Syariat Islam memerintahkan kita ketika berwuduk supaya melakukannya dengan betul dan sempurna dan memastikan anggota wuduk yang tidak dapat kelihatan secara zahir terbasuh seperti celah-celah yang ada di antara jari-jemari. Ia mesti diambil berat dan dipastikan yang air masuk ke dalamnya sekali gus membersihkannya. Demikian pula diperintahkan agar dalam ber-istinsyaq kita melakukannya dengan kuat dengan memasukkan air ke dalam lubang hidung. Semua itu dilakukan demi menyempurnakan wuduk.

Analisis Lafaz

أَسْبِغِ الْوُضُوءَ sempurnakanlah fardu-fardu dan sunat-sunatnya. Al-Isbagh menurut bahasa ertinya menyempurnakan.
خَلِّلْ al-Takhlil ialah mencelah-celahi, yakni memasukkan air ke sela sela jari-jemari dan membersihkannya.
بَالِغْ al-mubalaghah dalam ber-istinsyaq ialah memasukkan air ke dalam lubang hidung dengan kuat, tetapi air tidak sampai masuk ke dalam bahagian otak. Jika sampai masuk ke daam bahagian otak, maka hukumnya makruh.

Fiqh Hadis

1. Disunatkan menyempurnakan wuduk dengan meratakan air ke seluruh anggota tubuh yang wajib dibasuh dan diusap.
2. Dianjurkan mencela-celahi jari-jemari agar air sampai ke bahagian dalam celah-celahnya.
3. Dianjurkan ber-mubalaghah dalam ber-istinsyaq kecuali bagi orang yang sedang berpuasa agar air dikhuatiri masuk ke dalam tenggorok dan boleh membatalkan puasa.
4. Dianjurkan berkumur-kumur ketika berwuduk. Jumhur ulama berpendapat, hukumnya sunat, sedangkan menurut sekumpulan ulama yang lain, wajib dan inilah pendapat yang masyhur dari Imam Ahmad. Menurut Imam Abu Hanifah, wajib berkumur-kumur dan istinsyaq hanya ketika mandi bukan ketika berwuduk.

Periwayat Hadis

Laqith ibn 'Amir ibn Shabirah adalah seorang sahabat yang masyhur yang berasal dari al-Tha'if. Beliau meriwayatkan sejumlah 24 hadis. Anaknya yang bernama 'Ashim dan anak saudaranya yang bernama Waqi' ibn Adas mengambil riwayat daripadanya.***

Sumber: 1. Bulugh al-Maram min Adillat al-Ahkam karangan Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani (773 H - 852 H) 2. Subulus Salam Karangan Imam Ash-Shan'ani (w. 1182 H). 3. Ibanatul Ahkam Karangan Alawi Abbas Al-Maliki (w. 1391 H) dan Hasan Sulaiman An-Nuri.

Penulis: Mualif
Editor: Muhamad Basuki
©2022 Al-Marji'

Bagikan melalui:
Artikel Terkait

Topik Pilihan