Bulughul Maram

01. Kitab Thaharah: 4. Bab Wudhu, Sifat Wudhu Nabi SAW, Hadis No. 33

  • ARTIKEL
  • Sabtu, 30 April 2022 | 04:06 WIB
foto

Foto: bersamadakwah.net

33 - وَعَنْ حُمْرَانَ: أَنَّ عُثْمَانَ - رضي الله عنه - دَعَا بِوَضُوءٍ, فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ, ثُمَّ مَضْمَضَ, وَاسْتَنْشَقَ, وَاسْتَنْثَرَ, ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ, [ص:15] ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ, ثُمَّ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ, ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ, ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ, ثُمَّ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ, ثُمَّ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا. مُتَّفَقٌ عَلَيْه. (1)
__________
(1) - صحيح. رواه البخاري (159)، ومسلم (226) من طريق عطاء بن يزيد الليثي، عن حمران به.

30. Dari Humran bahwa Utsman RA minta air wudhu, lalu ia mencuci kedua telapak tangannya tiga kali, kemudian berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidungnya lalu mengeluarkannya, kemudian ia membasuh wajahnya tiga kali, kemudian ia mencuci tangan kanannya hingga siku tiga kali, kemudian yang kiri seperti itu, kemudian ia mengusap kepalanya, kemudian mencuci kaki kanannya hingga mata kaki tiga kali, kemudian yang kiri seperti itu, kemudian berkata, “aku melihat Rasulullah SAW berwudhu seperti wudhuku ini.” (Muttafaq alaih)

[shahih: Al Bukhari 159, Muslim 226]

ـــــــــــــــــــــــــــــ

[سبل السلام]

Biografi Perawi

Humran adalah Ibnu Aban maula Utsman bin Affan yang dikirim kepadanya oleh Khalid dari salah satu tawanan perang, lalu ia dimerdekakan oleh Utsman.

Penjelasan Kalimat

Bahwa Utsman RA minta air wudhu, (yaitu air yang akan ia gunakan berwudhu)  lalu ia mencuci kedua telapak tangannya tiga kali, (ini adalah sunnah wudhu menurut kesepakatan para ulama, bukan mencucinya tiga kali ketika bangun tidur sebagaimana yang akan disebutkan haditsnya, tetapi ini adalah sunnah wudhu. Maka seandainya ia bangun tidur kemudian hendak berwudhu, tersebut dalam hadits bahwa ia mencucinya tiga kali karena bangun tidur kemudian mencucinya tiga kali untuk wudhu. Juga mengandung makna menyatukannya) kemudian berkumur-kumur (الْمَضْمَضَةُ   ‘berkumur’ adalah memasukkan air ke dalam mulut kemudian memuntahkannya, wudhu yang sempurna adalah memasukkan air ke dalam mulut kemudian memutar-mutarnya lalu memuntahkannya, demikian yang terdapat dalam Asy Syarh. Sedang dalam Al Qamus: berkumur adalah menggerak-gerakkan air dalam mulut, ia menyebutkan menggerak-gerakkan dan tidak menyebut memuntahkan. Tidak disebutkan dalam hadits Utsman apakah ia melakukan hal itu satu ataukah tiga kali. Akan tetapi dalam hadits Ali RA bahwa ia berkumur-kumur lalu memasukkan air ke dalam hidung dan menghembuskannya dengan tangan kirinya, ia melakukan tiga kali, kemudian berkata, ‘inilah wudhu Nabi Allah’ [Shahih: An Nasa'i 91]) dan memasukkan air ke dalam hidungnya (الِاسْتِنْشَاقُ adalah memasukkan air ke dalam hidung dan menariknya dengan napas sampai ujungnya) lalu mengeluarkannya (الِاسْتِنْثَارُ  , menurut jumhur ahli bahasa dan ahli hadits serta para fuqaha adalah mengeluarkan air dari hidung setelah menghirupnya)  kemudian ia membasuh wajahnya tiga kali, kemudian ia mencuci tangan kanannya (dalam hadits ini terdapat keterangan rinci terhadap apa yang disebutkan secara global dalam ayat: ‘dan tanganmu...’ (QS. Al-Maidah [5]: 6) dan bahwa dia mendahulukan yang kanan) hingga siku (kata ‘إلَى  ‘ pada dasarnya adalah berarti hingga ujung, tetapi terkadang pula digunakan dengan makna ‘مَعَ ‘ bersama.  Dan hadits-hadits telah menerangkan bahwa inilah yang dimaksudkan. Sebagaimana dalam hadits Jabir, (كَانَ يُدِيرُ الْمَاءَ عَلَى مِرْفَقَيْهِ) ‘beliau SAW memutar-mutarkan air atas kedua sikunya’, dikeluarkan oleh Ad Daruquthni dengan sanad dhaif, dan dikeluarkan dengan sanad hasan pada sifat wudhu Utsman, bahwa ia mencuci kedua tangannya hingga kedua siku hingga ia mengusap ujung-ujung kedua lengan, dan menurut Al Bazzar dan At Thabrani dari hadits Wa’il bin Hujr pada sifat wudhu (وَغَسَلَ ذِرَاعَيْهِ حَتَّى جَاوَزَ الْمَرَافِقَ) ‘dan beliau mencuci kedua siku hingga melewati siku’. Dan dalam Ath-Thahawi dan At Thabrani dari hadits Tsa’labah bin Ubbad dari ayahnya (ثُمَّ غَسَلَ ذِرَاعَيْهِ حَتَّى سَالَ الْمَاءُ عَلَى مِرْفَقَيْهِ) ‘Kemudian ia mencuci kedua sikunya hingga mengalir di atas kedua sikunya’. Hadits-hadits ini saling menguatkan satu sama lainnya. Ishaq bin Rahawaih berkata, Illa dalam ayat di atas mengandung makna al ghayah (hingga ujung) dan mengandung makna ma’a (bersama), maka sunnah (hadits) menjelaskan bahwa dengan makna ma’a. Asy-Syafi'i berkata: ‘saya tidak mengetahui adanya perbedaan mengenai masuknya kedua siku pada saat wudhu, dengan ini maka Anda telah mengetahui bahwa dalil telah menegaskan masuknya siku’. Az Zamakshari berkata, “lafazh Illa secara mutlak mengandung makna al ghayah, adapun masuknya kedua siku dalam hukum yang wajib dibasuh atau tidak harus berdasarkan dalil, kemudian ia menyebutkan beberapa contoh hal tersebut. Dan Anda telah mengetahui di sini telah tegak dalil atas masuknya siku termasuk bagian yang dibasuh.” tiga kali, kemudian yang kiri seperti itu, (maksudnya hingga siku tiga kali) kemudian ia mengusap kepalanya, (hal ini sama dengan ayat dalam menggunakan huruf ‘ba’ sedang ‘masaha’ (mengusap) membutuhkan objek baik dengan bersamanya maupun secara sendirian. Al Qurthubi berkata, ‘Huruf ‘ba’ di sini litta’diyah, boleh dihapus dan boleh disebutkan.’ Ada yang mengatakan bahwa ba di sini untuk memberikan faedah makna yang dikandungnya. Bahwa ghusl (mencuci) secara bahasa menunjukkan yang dicuci dan mashu (mengusap) secara bahasa tidak menunjukkan yang diusap. Maka jika seseorang berkata امْسَحُوا رُءُوسَكُمْ usaplah kepalamu, niscaya sudah cukup mengusapnya dengan tangan tanpa air. Seolah-olah ia mengatakan, فَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ الْمَاءَ usaplah kepala kamu dengan air. Ini termasuk al qalb (jumlah yang dibalik), asalnya adalah فَامْسَحُوا بِالْمَاءِ رُءُوسَكُمْ (usaplah dengan air kepalamu)

Tafsir Hadits

Para ulama berbeda pendapat, apakah wajib mengusap seluruh kepala ataukah sebagiannya? Mereka berkata, ‘Ayat di atas tidak menunjukkan kedua hal tersebut secara khusus, sebelum firman-Nya: ‘dan sapulah kepalamu’ mencakup seluruh kepala atau sebagiannya. Ayat tersebut tidak menunjukkan bahwa harus seluruhnya dan juga tidak sebagiannya.

Akan tetapi yang berpendapat bahwa sah mengusap sebagiannya ia berkata, “Sesungguhnya As Sunnah telah menjelaskan salah satu dari dua kemungkinan dari kandungan ayat di atas, yaitu yang diriwayatkan oleh Asy-Syafi'i dari hadits Atha’

«أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - تَوَضَّأَ فَحَسَرَ الْعِمَامَةَ عَنْ رَأْسِهِ وَمَسَحَ مُقَدَّمَ رَأْسِهِ»

‘Bahwa Rasulullah SAW berwudhu, lalu membuka sorban dari kepalanya dan mengusap bagian depan kepalanya.’

[Musnad Asy-Syafi'i no 7]

Hadits ini meskipun mursal, tetapi menjadi kuat dengan disebutkannya secara marfu dari hadits Anas.

[Dhaif: Dhaif Abu Daud 147]

Hadits ini meskipun pada sanadnya ada perawi yang tidak dikenal identitasnya, tetapi keduanya diperkuat dengan hadits yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Manshur dari hadits Utsman mengenai sifat wudhu,

«أَنَّهُ مَسَحَ مُقَدَّمَ رَأْسِهِ»

‘Bahwa ia mengusap bagian depan kepalanya.’

Padanya terdapat perawi yang diperdebatkan.

Telah ditegaskan dari hadits Ibnu Umar [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 1/22]  bahwa cukup dengan mengusap sebagian kepala. Dikatakan oleh Ibnu Al Mundzir dan yang lainnya, “Dan tidak diingkari oleh seorang pun dari shahabat.”

Di antara ulama ada yang mengatakan, “Jika hanya mengusap sebagian, maka harus disempurnakan dengan mengusap di atas surban, berdasarkan hadits Mughirah –akan datang – dan hadits Jabir yang diriwayatkan oleh Muslim.

Dalam riwayat ini tidak disebutkan mengusap dengan berulang sebagaimana disebutkan pada yang lainnya, meskipun juga tidak disebutkan secara berulang pada berkumur-kumur sebagaimana yang telah Anda ketahui, dan tidak disebutkannya berarti tidak terdapat dalil padanya. Dan akan disebutkan komentar mengenai hal tersebut.

Lafazh ‘Kemudian ia mencuci kaki kanannya hingga kedua mata kaki tiga kali’ dikomentari sebagaimana halnya pada lafazh ‘mencuci tangannya hingga siku’. Akan tetapi batasan mengenai siku telah disepakati, berbeda dengan kedua mata kaki yang masih diperdebatkan. Adapun pendapat yang masyhur adalah tulang yang tumbuh pada pertemuan betis, ini adalah pendapat mayoritas ulama. Diceritakan dari Abu Hanifah dan Al Imamiyah bahwa tulang yang terdapat pada punggung kaki tempat tali sendal. Dalam masalah ini terdapat diskusi dan pembicaraan panjang.

Dalam Asy Syarh ia berkata, “Dalil yang paling jelas maksudnya menurut pendapat jumhur, adalah hadits An Nu’man bin Basyir mengenai sifat shaf dalam shalat:

«فَرَأَيْت الرَّجُلَ مِنَّا يَلْزَقُ كَعْبَهُ بِكَعْبِ صَاحِبِهِ»

“Maka aku melihat seorang di antara kami melekatkan tumitnya pada tumit yang lain.”

[Shahih: Shahih Abu Daud 662]

Saya katakan, “Tidak asing bahwa tidak ada hujjah padanya, karena yang menyelisihinya berkata, ‘saya menamainya tumit dan tidak menyelisihi kalian padanya.’ Akan tetapi saya katakan, ‘Bukan itu yang dimaksudkan pada ayat wudhu, karena ka’b adalah nama bagi organ tubuh yang menonjol yang terdapat pada punggung kaki. Yang dimaksudkan pada hadits Nu’man, bahwa ia menamakan ka’b yang menonjol, sementara tidak ada perbedaan atas penamaannya, dan kami telah menerangkannya pada catatan kaki dalam kitab Dhau’ An Nahr tentang rajihnya mazhab jumhur, dan kami telah menyebutkan dalil-dalilnya di sana.

Lafazh hadits : ‘kemudian yang kiri demikian pula (yaitu sampai mata kaki tiga kali) kemudian ia berkata (yaitu Utsman) Aku melihat Rasulullah SAW berwudhu seperti wudhuku ini.’

Lanjutan hadits tersebut: “Maka ia berkata, Rasulullah SAW bersabda:

«مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ: لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ»

Siapa yang berwudhu seperti wudhuku ini kemudian shalat dua rakaat, dengan jiwa yang tenang dan khusyu’ pada kedua rakaat tersebut, maka diampuni dosa yang telah ia lakukan.’

Yaitu tidak terlintas dalam jiwanya urusan dunia dan segala yang tidak ada kaitannya dengan shalat. Jika godaan itu datang, namun ia melawannya, maka dimaafkan dan tidak dianggap tergoda jiwanya.

Perlu diketahui bahwa hadits di atas menunjukkan bahwa anggota-anggota wudhu yang di-athaf-kan dengan kata tsumma dilakukan secara berurutan sebanyak tiga kali tetapi tidak berarti wajib, karena hanya sifat perbuatan yang mendapatkan keutamaan dan tidak berarti shalatnya tidak sah, kecuali jika dengan sifatnya, dan tidak dengan lafazh yang menunjukkan wajibnya sifat tersebut.

Mengerjakannya secara berurutan dibantah oleh Al Hanafiyah, mereka berkata ‘tidak wajib’. Melakukannya dengan tiga kali tidak wajib menurut ijma, tetapi terdapat perbedaan yang syadz.

Dalil yang menyatakan tidak wajibnya adalah hadits-hadits menyebutkan dengan jelas bahwa beliau SAW berwudhu dua kali-dua kali, satu kali-satu kali, sebagian anggota wudhu tiga kali dan yang lainnya tidak, dan disebutkan dengan jelas dalam wudhu beliau yang dilakukan dengan satu kali bahwa Allah tidak menerima shalat tanpa dengannya.

Terdapat perbedaan pendapat mengenai wajibnya berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung. Ada yang berpendapat keduanya wajib, berdasarkan perintah keduanya dalam hadits Abu Daud dengan sanad shahih dan di dalamnya beliau SAW bersabda:

«وَبَالِغَ فِي الِاسْتِنْشَاقِ إلَّا أَنْ تَكُونَ صَائِمًا»

“Dan bersungguh-sungguhlah ketika memasukkan air ke dalam hidung kecuali jika sedang berpuasa.”

[Shahih: Shahih Al Jami' 927]

Dan bahwa beliau SAW selalu melakukannya dalam semua wudhunya. Yang lain berpendapat bahwa kumur-kumur hukumnya sunnah, berdasarkan hadits Abu Daud dan Ad Daruquthni, di dalamnya disebutkan:

«أَنَّهُ لَا تَتِمُّ صَلَاةُ أَحَدِكُمْ حَتَّى يُسْبِغَ الْوُضُوءَ كَمَا أَمَرَ اللَّهُ تَعَالَى، فَيَغْسِلَ وَجْهَهُ وَيَدَيْهِ إلَى الْمِرْفَقَيْنِ وَيَمْسَحُ بِرَأْسِهِ وَرِجْلَيْهِ إلَى الْكَعْبَيْنِ»

“bahwa tidak sempurna shalat salah seorang kamu hingga ia menyempurnakan wudhu sebagaimana diperintahkan oleh Allah SWT, maka hendaklah ia mencuci wajah dan kedua tangannya sampai siku, dan mengusap kepala dan mencuci kedua kaki hingga mata kaki.’

[shahih: Shahih Al Jami' 2420]

Beliau tidak menyebutkan berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung. Beliau hanya menyebutkan perkara wajib yang shalat tidak diterima tanpa dengannya. Dengan demikian dapat dipahami bahwa perintah tersebut menunjukkan sunnah.

ـــــــــــــــــــــــــــــ

[إبانة الأحكام]

 وَعَنْ حُمْرَانَ: أَنَّ عُثْمَانَ - رضي الله عنه - دَعَا بِوَضُوءٍ, فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ, ثُمَّ مَضْمَضَ, وَاسْتَنْشَقَ, وَاسْتَنْثَرَ, ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ, [ص:15] ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ, ثُمَّ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ, ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ, ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ, ثُمَّ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ, ثُمَّ قَالَ: رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا. مُتَّفَقٌ عَلَيْه

30. Daripada Humran bahawa Khalifah 'Utsman meminta air untuk berwuduk, lalu beliau membasuh kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali, kemudian berkumur dan melakukan istinsyaq serta istintsar. Setelah itu beliau membasuh mukanya sebanyak tiga kali, lalu membasuh tangan kanan beserta sikunya sebanyak tiga kali dan melakukan hal yang serupa terhadap tangan kirinya. Kemudian mengusap kepalanya, lalu membasuh kaki kanannya berikut kedua buku lalinya sebanyak tiga kali dan melakukan hal yang serupa terhadap kaki kirinya. Setelah itu beliau berkata: “Aku pernah melihat Rasulullah (s.a.w) melakukan wuduk seperti wudukku sekarang ini.” (Muttafaq 'alaih)


وَعَنْ عَلِيٍّ - رضي الله عنه: فِي صِفَةِ وُضُوءِ النَّبِيِّ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- قَالَ: وَمَسَحَ بِرَأْسِهِ وَاحِدَةً. أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُد، وَأَخْرَجَهُ النَّسَائِيُّ وَالتِّرْمِذِيُّ بِإِسْنَادٍ صَحِيْحٍ، بَلْ قَالَ التِّرْمِذِيُّ: إِنَّهُ أَصَحُّ شَيْءٍ فِي البَابِ

31. Ali (r.a) mengatakan sehubungan dengan gambaran tentang wuduk Nabi (s.a.w): “Dan baginda mengusap kepalanya satu kali.” (Disebut oleh Abu Dawud)

Makna Hadis

Pengajaran secara praktikal faedahnya dapat dirasakan secara langsung dan kaedah ini mudah diterima dan diingati. Ini diperkuatkan lagi dengan teori yang disebutkan dalam buku-buku pendidikan, bahawa pakar pendidikan menganjurkan untuk melakukan sistem pengajaran seperti ini. Hadis ini menjelaskan kepada kita tentang wuduk yang pernah diperagakan oleh Khalifah 'Utsmam di hadapan orang ramai, agar orang yang belum faham dapat menyaksikan dan mengingatinya dengan cepat. Hadis yang diceritakan oleh 'Ali (r.a) di dalamnya terdapat tambahan keterangan yang tidak disebutkan dalam hadis Khalifah 'Utsman, iaitu mengusap kepala satu kali, padahal anggota lainnya sebanyak tiga kali.

Analisis Lafaz

'Utsman ibn 'Affan ibn Abu al-'Ash al-Umawi adalah Dzul al-Nurain, Amirul Mu'minin dan orang yang membiayai perlengkapan serta bekalan ketenteraan kepada Jaisy al-'Usrah. Beliau merupakan salah seorang di antara sepuluh orang sahabat4 yang mendapat khabar gembira masuk syurga dan salah seorang di antara enam orang sahabat5 yang diredhai. Beliau sentiasa menghidupkan seluruh malam harinya dengan solat dan meriwayatkan sebanyak 146 hadis. Beliau meninggal dunia kerana dibunuh pada tahun 35 Hijriah dalam usia 82 tahun.

 بِوَضُوءٍ, dengan waw yang difathahkan, ertinya air yang digunakan untuk berwuduk.

كَفَّيْهِ, bentuk tatsniyah lafaz kaffun, ertinya telapak tangan yang fungsinya sebagai penopang tubuh. Disyariatkan membasuh telapak tangan tiga kali sebelum melakukan wuduk untuk memastikan tidak ada kotoran yang biasanya melekat pada telapak tangan sekaligus untuk mengenal pasti warna air.
مَضْمَضَ, berasal dari madhmadhah, ertinya mengumur air dalam mulut, kemudian mengeluarkannya semula. Pekerjaan ini didahulukan ke atas istinsyaq memandangkan ia lebih penting sekaligus untuk mengenal pasti rasa air.
وَاسْتَنْشَقَ, berasal dari istinsyaq, ertinya memasukkan air ke lubang hidung, kemudian menyedotnya dengan nafas sampai ke bahagian paling dalam dari lubang hidung. Ini disyariatkan untuk membersihkan rongga hidung daripada kotoran sekaligus untuk mengenal pasti bau air.
وَاسْتَنْثَرَ, berasal dari istintsar, ertinya mengeluarkan air dari lubang hidung sesudah istinsyaq.
غَسَلَ وَجْهَهُ, al-ghaslu ertinya mengalirkan air pada anggota tuhuh atau membasuh. Membasuh wajah disunatkan dimulai dari bahagian atas wajah dan hendaklah air diambil dengan kedua telapak tangan supaya basuhan tersebut merata. Al-Wajhu berasal dari kata muwajahah. Definisinya secara memanjang dimulai daripada tumbuhnya rambut kepala hingga batas terakhir sedangkan secara melebar ialah di antara kedua daun telinga.
 إِلَى الْمِرْفَقِ, ila menurut pengertian asal menunjukkan makna intiha', tetapi digunakan pula untuk makna ma'a seperti mana yang terdapat dalam hadis ini. Inilah pendapat jumhur ulama. Al-mirfaq ialah tulang yang menonjol pada batas terakhir lengan. Dinamakan demikian kerana anggota ini digunakan untuk menyandarkan tubuh di kala bersandar dan juga untuk kegunaan yang lain.
ثُمَّ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ, kemudian 'Utsman melakukan hal yang serupa terhadap tangan kirinya, yakni membasuh siku sebanyak tiga kali.
ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ, lafaz masaha dapat menjadi muta'addi dengan sendirinya dan juga menjadi muta'addi dengan ba' (huruf jarr) yang menunjukkan makna ta'diyah yang boleh dibuang dan boleh pula disebutkan.
إِلَى الْكَعْبَيْنِ, bersama dengan kedua buku lalinya. Lafaz al-ka'baini adalah bentuk tatsniyah dari lafaz ka'bun, ertinya tulang yang menonjol dari kedua sisi pada pergelangan antara betis dengan telapak kaki. Ia disebut buku lali atau mata kaki.
نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا, seperti wuduk yang kuperagakan ini. Di dalam riwayat Abu Dawud dalam kitab al-Sunan disebutkan: “Berwuduklah seperti wudukku ini!”
مُتَّفَقٌ عَلَيْه, al-Bukhari dan Muslim. Sambungan hadis ini ialah lalu Rasulullah (s.a.w) bersabda:

مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِي هَذَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ: لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وما تأخر

“Barang siapa yang berwuduk seperti wudukku ini, kemudian dia mengerjakan solat dua rakaat tanpa berbisik-bisik kepada dirinya sendiri ketika mengerjakan solat dua rakaat itu, maka diampuni baginya dosa-dosa telah berlalu dan juga dosa-dosa yang kemudian.”

Apa yang dimaksudkan dengan makna  لَا يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ ialah seseorang itu tidak berbisik-bisهk kepada dirinya sendiri mengenai urusan duniawi dan perkara-perkara yang tidak ada kaitannya dengan solat.

Fiqh Hadis

1. Telah disepakati bahawa boleh meminta tolong mendatangkan air dan hukum perbuatan ini tidak makruh. Lain halnya dengan meminta tolong untuk membasuh anggota tubuh, maka itu dimakruhkan, kecuali kerana terdapat alasan yang dibenarkan syariat Islam.
2. Disunatkan membasuh kedua telapak tangan sebelum memasukkannya ke dalam bekas untuk mengambil air.
3. Disunatkan membasuh beberapa anggota wuduk sebanyak tiga kali. Menurut pendapat jumhur ulama, tiga kali basuhan ini hukumnya sunat, bukan wajib, kerana terdapat hadis sahih yang menegaskan bahawa Rasulullah (s.a.w) melakukan (basuhan) wuduk sebanyak satu sekali basuhan.
4. Kedua-dua siku hendaklah dibasuh bersamaan dengan kedua tangan. Begitu pula kedua-dua mata kaki hendaklah dibasuh bersamaan dengan kedua telapak kaki, kerana ila bermakna ma'a. Pemahaman seperti ini berlandaskan kepada perbuatan Rasulullah (s.a.w).
5. Mendahulukan yang sebelah kanan ke atas sebelah kiri.
6. Wajib mengusap kepala secara mutlak, namun adakah sudah memadai menyapu sebahagian kepala atau mesti menyapunya secara keseluruhan? Ulama berselisih pendapat dalam masalah ini. Imam Malik dan Imam Ahmad dalam suatu riwayat mengatakan bahawa wajib meratakan usapan ke seluruh kepala. Pendapat ini disokong oleh sekumpulan mazhab al-Syafi'i. Tetapi kebanyakan ulama berpendapat cukup hanya mengusap sebahagian kepala dan di antara mereka yang berpendapat demikian ialah Imam al-Syafi'i. Mereka yang berpendapat wajib mengusap seluruh kepala mentafsirkan huruf ba' dalam firman-Nya برئوسكم adalah shilah (penghubung). Sedangkan yang berpendapat sudah memadai mengusap sebahagian kepala mengatakan bahawa huruf ba' tersebut bermakna tab'idhiyah (sebahagian). Jadi ayat ini masih bersifat umum dan perlukan penjelasan. Ia kemudian dijelaskan oleh Sunnah bahawa mengusap sebahagian kepala sudah memadai. Apa yang dimaksudkan dengan “sebahagian” di sini menurut Imam Abu Hanifah ialah seperempat dari kepala, sedangkan menurut Imam al-Syafi'i batasan minimum “sebahagian” itu selagi perbuatan itu sudah dapat dikatakan mengusap sekalipun yang diusapnya hanya sehelai rambut kepala.
7. Disyariatkan tartib (berurutan) dalam berwuduk. Imam al-Syafi'i mewajibkan tartib ini dan begitu pula Imam Ahmad. Lain halnya dengan Imam Maliki dan Imam Abu Hanifah, di mana keduanya mengatakan bahawa tartib adalah sunat.
8. Mengajar dengan cara praktik atau peragaan mampu memberi kesan dan pengaruh yang lebih mendalam berbanding mengajar dengan cara teori.
9. Disyariatkan mengusap kepala satu kali.

Periwayat Hadis

Humran ibn Abban mawla Khalifah 'Utsman ibn 'Affan, pemberian panglima perang Khalid ibn al-Walid dari tawanan perang 'Ain al-Tamar. Ibn Sa'ad berkata: “Humran banyak meriwayatkan hadis. Wa'il, 'Urwah, 'Atha' al-Laitsi dan Yazid ibn Aslam mengambil riwayat daripadanya.” Beliau meninggal dunia sesudah tahun 75 Hijriah.

'Ali ibn Abu Thalib al-Hasyimi adalah orang yang mula-mula masuk Islam dari kalangan kanak-kanak. Beliau adalah anak bapa saudara Rasulullah (s.a.w) dan saudara sepupunya. Beliau berkahwin dengan Fatimah, kemudian mempunyai dua orang anak; al-Hasan dan al-Husain. Ibunya bernama Fatimah binti Asad. Beliau diberi gelaran “Abu Turab” oleh Nabi (s.a.w) dan menyertai setiap peperangan kecuali perang Tabuk kerana pada waktu itu beliau ditugaskan menjadi pengganti Rasulullah (s.a.w) di Madinah. Ali mati syahid di Kufah pada bulan Ramadhan tahun 40 Hijriah dalam usia 63 tahun.

4)Sepuluh orang tersebut ialah Abu Bakar, 'Umar, 'Utsman, 'Ali, al-Zubair ibn al-'Awwam, Abu 'Ubaidah, Amir ibn al-Jarrah, Sa'd ibn Abu Waqqash, Sa'id ibn Zaid, 'Abdurrahman ibn 'Auf dan Talhah bin 'Ubaidillah. Maksudnya adalah mereka ini mendapat khabar gembira masuk syurgadalam majlis yang sama, kerana sahabat yang mendapat khabar gembira masuk syurga banyak jumlahnya.

5)Mereka adalah 'Utsman ibn 'Affan, 'Ali ibn Abu Thalib, 'Abdurrahman ibn Auf, al-Zubair ibn al-'Awwam, Talhah ibn 'Ubaidillah, dan Sa'd ibn Abu Waqqash.

Sumber: 1. Bulugh al-Maram min Adillat al-Ahkam karangan Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani (773 H - 852 H) 2. Subulus Salam Karangan Imam Ash-Shan'ani (w. 1182 H). 3. Ibanatul Ahkam Karangan Alawi Abbas Al-Maliki (w. 1391 H) dan Hasan Sulaiman An-Nuri.

Penulis: Mualif
Editor: Muhamad Basuki
©2022 Al-Marji'

Bagikan melalui:
Artikel Terkait