Bulughul Maram

01. Kitab Thaharah: 3. Bab Menghilangkan Najis - Bekas Darah Haid yang Tidak Hilang - Hadis No. 31

  • ARTIKEL
  • Rabu, 27 April 2022 | 05:40 WIB
foto

Foto: © istok.com

31 - وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَتْ خَوْلَةُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ, فَإِنْ لَمْ يَذْهَبْ الدَّمُ? قَالَ: «يَكْفِيكِ الْمَاءُ, وَلَا يَضُرُّكِ أَثَرُهُ». أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ, وَسَنَدُهُ ضَعِيف. (1)
__________
(1) - حسن. رواه أبو داود (365) وغيره. «تنبيه» عزو الحافظ الحديث للترمذي إنما هو من باب الوهم وإن تبعه على ذلك غيره. وأما تضعيفه لسند الحديث فلعلة غير قادحة.

28. Dari Abu Hurairah RA ia berkata, “Khaulah bertanya, ‘Wahai Rasulullah SAW, bagaimana jika darahnya tidak hilang?’ beliau menjawab, ‘Cukuplah bagimu air, dan tidak membahayakanmi bekasnya’.” (HR. At Tirmidzi dan sanadnya dhaif)

[Shahih: Shahih Abu Daud 365, dan saya tidak menemukannya dalam Sunan At Tirmidzi]

ـــــــــــــــــــــــــــــ

[سبل السلام]

Tafsir Hadits

Hadits tersebut adalah dalil terhadap apa yang telah kami sebutkan, bahwa tidak wajib menggunakan barang tajam untuk menghilangkan bekas najis dan bendanya. Dan pendapat itulah yang diambil pada sekelompok Ahlul Bait, Al Hanafiyah dan Asy-Syafi'iyah.

Yang mewajibkan menghilangkannya dengan memaksa – yaitu Al Hadawiyah - berdalil bahwa maksud dari bersuci adalah agar orang yang akan menunaikan shalat dalam kesiapan yang sempurna dan dengan perhiasan yang bagus, dan berdasarkan hadits:

«اُقْرُصِيهِ وَأَمِيطِيهِ عَنْك بِإِذْخِرَةٍ»

‘Gosok dan hilangkanlah ia (darah haidh) darimu dengan idzkhir.’

[Shahih: Shahih At Tirmidzi 138]

Ia berkata dalam Asy Syarh, “Anda telah mengetahui bahwa yang telah disebutkan tidak memenuhi apa yang diinginkan, dan bahwa pendapat pertama lebih kuat”, ini komentarnya.

Ada juga yang berkata, “Telah disebutkan perintah mencuci dari haidh dengan air dan daun bidara, dan daun bidara termasuk sesuatu yang tajam, dan hadits yang diriwayatkan dengannya sangat kuat sebagaimana yang telah Anda ketahui, maka ia membatasi apa yang disebutkan secara mutlak dan mengkhususkan menggunakan sesuatu yang tajam ketika mencuci darah haidh, dan tidak diqiyaskan dengan najis lainnya, lantaran tidak sempurnanya syarat-syarat qiyas. Hadits: ‘Tidak membahayakanmu bekasnya”, dan hadits Aisyah RA serta perkataannya , ‘Dan tidak hilang’, dapat dipahami bahwa itu setelah menggunakan barang tajam.

Inilah hadits-hadits yang disebutkan dalam bab ini, yang mencakup najisnya arak, daging keledai piaraan, mani, air seni bayi laki-laki dan perempuan serta darah haidh. Seandainya penulis memasukkan bab tentang kencingnya Arab Badui dalam masjid, dan menyamak kulit dan yang sepertinya, niscaya akan lebih bagus.

ـــــــــــــــــــــــــــــ

[إبانة الأحكام]

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رضي الله عنه - قَالَ: قَالَتْ خَوْلَةُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ, فَإِنْ لَمْ يَذْهَبْ الدَّمُ? قَالَ: «يَكْفِيكِ الْمَاءُ, وَلَا يَضُرُّكِ أَثَرُهُ». أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ, وَسَنَدُهُ ضَعِيف

28. Daripada Abu Hurairah (r.a), beliau berkata: “Khaulah bertanya: "Wahai Rasulullah, bagaimana kalau warna darahnya masih juga tidak hilang?" Nabi (s.a.w) menjawab: “(Membasuhnya dengan) air sudah memadai bagi kamu dan tidak membahayakanmu kesan yang masih ada itu.” (Disebut oleh al-Tirmizi, tetapi sanad hadis ini dha'if)

Makna Hadis

Seorang manusia berdiri di hadapan Allah mesti dalam keadaan tubuh badan yang suci. Untuk itu, pakaiannya pun mesti suci. Jika salah satu najis seperti darah terkena pakaiannya, dia wajib menghilangkannya dengan apa jua cara disertai dengan usaha keras untuk membersihkannya. Jika warna najis tersebut sukar untuk dihilangkan dari pakaian, maka itu dimaafkan oleh agama Islam. Dalam kaitan ini, Rasulullah (s.a.w) bersabda:

َٝوَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ اَحَدٌ اِلَّا غَلَبَهُ 1

“Tidak seorang pun yang bersikap berlebihan dalam agama ini melainkan agama pasti mengalahkannya.” Dengan kata lain, seseorang pasti tidak mampu mengamalkan agama ini ekstrim kerana dia sememangnya tidak mampu berbuat demikian. Ini merupakan salah satu bentuk kemudahan hukum Islam.

Analisis Lafaz

أَثَرُهُ, warnanya.
وَسَنَدُهُ ضَعِيف, sanad hadis ini dha'if kerana di dalamnya terdapat Ibn Lahai'ah, seorang periwayat yang dha'if.

Fiqh Hadis

1. Tidak wajib menggunakan barang kesat seperti bahan yang digunakan untuk menyamak atau sabun untuk menghilangkan warna najis dan melenyapkan 'ainnya, sebaliknya sudah memadai dengan menggunakan air.
2. Sisa bau najis atau warnanya tidak membuat mudarat apabila sukar dihilangkan.
3. Disunatkan merubah kesan warna darah dengan shufrah atau minyak zakfaran untuk menutupi warna aslinya dan mengelakkan diri daripada terus melihatnya seperti mana yang telah dinyatakan dalam hadis yang disebut oleh al-Darimi.

Periwayat Hadis

Khaulah ialah Khaulah bind Yasar (r.a).

Kesimpulan

Hadis-hadis yang telah disebut dalam bab ini memberitahu najisnya benda-benda berikut, iaitu khamar, daging keldai kampung, air mani, air kencing bayi perempuan dan bayi lelaki dan darah haid.

Soalan

1. Apa yang dimaksudkan dengan najis itu?
2. Apakah takrif khamar
3. Apakah hukum khamar yang dijadikan cuka mengikut pendapat para ulamak?
4. Apakah hukum khamar apabila menjadi cuka dengan sendirinya?
5. Apakah makna lafaz رِجْسٌ?
6. Apakah hukum daging keldai kampung dan keldai liar?
7. Sebutkan masalah-masalah yang telah dinasakh secara berulang kali?
8. Apakah hukum air liur haiwan yang boleh dimakan dagingnya?
9. Apa yang dimaksudkan dengan mani?
10. Apakah air mani itu? Jelaskan perbezaan pendapat ulamak tentang suci dan najisnya air mani!
11. Terangkan makna lafaz-lafaz berikut: تقرصه, الغلام, الجاريه, الحك, الفرك dan النضح !
12. Apakah perbezaan antara air kencing bayi lelaki dengan bayi perempuan? Jelaskan hikmah perbezaannya!
13. Apakah haid itu, bagaimanakah hukumnya dan dengan cara apakah menghilangkan untuk kesannya?
14. Bagaimanakah hukum sisa warna najis yang masih wujud meskipun setelah berusaha keras untuk menghilangkannya?
15. Apakah diwajibkan menggunakan suatu bahan yang memiliki kemampuan pembersih ekstra untuk menghilangkan warna najis?

1)  Catatan editor:

سنن النسائي ٤٩٤٨: اَخْبَرَنَا اَبُو بَكْرِ بْنُ نَافِعٍ قَالَ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ عَلِيٍّ عَنْ مَعْنِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ سَعِيدٍ عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِنَّ هَذَا الدِّينَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ اَحَدٌ اِلَّا غَلَبَهُ فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا وَاَبْشِرُوا وَيَسِّرُوا وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَيْءٍ مِنْ الدَّلْجَةِ

Sunan Nasa'i 4948: Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Bakar bin Nafi', dia berkata: telah menceritakan kepada kami Umar bin Ali dari Ma'n bin Muhammad dari Sa'id dari Abu Hurairah, dia berkata: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya agama ini mudah dan tidak ada seorangpun yang bersikap keras terhadap agama melainkan dia akan terkalahkan, maka bersikaplah lurus, dan bersikaplah sederhana, berilah kabar gembira, berilah kemudahan, dan mintalah pertolongan pada saat pagi hari dan sore hari dan sedikit dari waktu malam." 

Sumber: 1. Bulugh al-Maram min Adillat al-Ahkam karangan Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani (773 H - 852 H) 2. Subulus Salam Karangan Imam Ash-Shan'ani (w. 1182 H). 3. Ibanatul Ahkam Karangan Alawi Abbas Al-Maliki (w. 1391 H) dan Hasan Sulaiman An-Nuri.

Penulis: Mualif
Editor: Muhamad Basuki
©2022 Al-Marji'

Bagikan melalui:

Topik Pilihan