بَابُ الْحَثِّ عَلَى الْخُشُوعِ فِي الصَّلَاةِ
251- عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: «نَهَى رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - أَنْ يُصَلِّيَ الرَّجُلُ مُخْتَصِرًا» مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ، وَاللَّفْظُ لِمُسْلِمٍ، وَمَعْنَاهُ: أَنْ يَجْعَلَ يَدَهُ عَلَى خَاصِرَتِهِ
251. Dari Abu Hurairah RA, bahwasanya Rasulullah SAW melarang orang laki-laki mengerjakan shalat dengan berkacak pinggang.” (Muttafaq alaih dan ini lafazh Muslim), artinya yaitu seseorang meletakkan tangannya pada pinggangnya.
[Shahih: Al Bukhari 1220 dan Muslim 545]
[سبل السلام]
Dalam Al-Qamus dijelaskan bahwa arti khusyu' ialah khudhu (tunduk), atau hampir seperti itu, karena kata tunduk berkenaan dengan perbuatan badan, sedangkan kata khusyu' berkenaan dengan suara, pandangan, ketenangan dan perasaan rendah.
Dalam As-Syarh dijelaskan bahwa khudhu' (tunduk) kadang berasal dari dalam hati dan kadang berasal dari badan, seperti tunduk dalam ketenangan. Al-Fakhrur Razi mengatakan bahwa keduanya harus diperhatikan, demikian disebutkan di dalam tafsirnya.
Di antara ungkapan yang menunjukkan bahwa khusyu' berasal di dalam hati ialah hadits Ali Radhiyallahu Anhu,
«الْخُشُوعُ فِي الْقَلْبِ»
"Kekhusyu'an adalah di dalam hati." HR. Al-Hakim.
Menurut saya, di antara hal yang mendukung pendapat itu ialah hadits yang berbunyi,
«لَوْ خَشَعَ قَلْبُ هَذَا لَخَشَعَتْ جَوَارِحُهُ»
"Jika hati orang ini khusyu' pastilah anggota badannya akan khusyu' (tenang) pula."1
Juga disebutkan di dalam doa memohon perlindungan,
«وَأَعُوذُ بِك مِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ»
"Saya berlindung kepada-Mu dari hati yang tidak khusyu'." [Al Bukhari 1220, Muslim 545]
Kemudian para ulama berbeda pendapat mengenai hukumnya di dalam shalat, namun jumhur ulama mengatakan bahwa ia tidak wajib. Al-Ghazali telah menjelaskannya dengan panjang lebar di dalam Ihya' Ulumuddin dan menyebutkan dalil-dalil yang mewajibkannya. Kemudian An-Nawawi mengklaim para ulama telah berijma' bahwa ia tidak wajib.
Penjelasan Kalimat
"Bahwasanya Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam (ungkapan ini adalah ungkapan berita dari Abu Hurairah, dan beliau tidak menyebutkan ucapan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam saat itu, namun hukumnya tetap marfu’) melarang orang laki-laki mengerjakan shalat dengan berkacak pinggang (demikian pula halnya dengan wanita)."
Tafsir Hadits
Ibnu Hajar menjelaskan maksud hadits ini, yakni seseorang meletakkan tangan pada pinggangnya, baik tangan tersebut tangan kanan maupun tangan kiri, atau bahkan kedua-duanya. Akan tetapi penjelasan ini bertentangan dengan apa yang disebutkan di dalam Al-Qamus mengenai hadits, "Al-Mukhashirun (Orang-orang yang mendirikan shalat malam), pada wajah-wajah mereka terdapat cahaya." Al-Mukhashirun artinya, orang-orang yang mendirikan shalat malam, jika mereka merasa lelah mereka meletakkan tangan pada pinggang mereka. -
Namun saya tidak mendapati takhrij hadits ini, seandainya hadits tersebut shahih, maka jalan untuk mengkompromikan kedua hadits tersebut ialah sebagai berikut, yaitu meletakkan tangan pada pinggang tersebut dilarang jika tidak didorong oleh rasa lelah, sebagaimana yang terdapat dalam tafsir hadits tersebut. Hanya saja tafsir ini bertentangan dalam penjelasan An-Nihayah, yaitu bahwa yang dimaksud dalam hadits kedua ini ialah mereka itu ialah orang-orang yang telah beramal shalih, dan mereka bersandarkan kepada amal shalih tersebut. Disebutkan dalam Al-Qamus, kata Al-Khashirah, artinya As-Syakilah (pinggang atau pinggul).
Makna yang telah disebutkan oleh Ibnu Hajar adalah makna yang banyak dipakai oleh banyak orang. Ada juga orang yang mengatakan bahwa arti Al-Khashirah ialah tongkat untuk bertelekan padanya. Ada juga yang mengatakan bahwa artinya ialah, jika seseorang menyingkat satu surat Al-Qur'an dengan cara membaca satu atau dua ayat dari akhir surat tersebut. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa maksudnya ialah orang yang menyingkat shalatnya dengan cara mempercepat berdiri, ruku', sujud dan hal-hal yang lainnya.
[إبانة الأحكام]
وَفِي الْبُخَارِيِّ: عَنْ عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: أَنَّ ذَلِكَ فِعْلُ الْيَهُودِ.
Makna Hadis
Hendaklah anda menghadap kiblat ketika solat sama dengan cara anda menghadap Allah kelak pada hari kiamat di mana anda seolah-solah sedang berdiri di hadapan-Nya, sedangkan Dia menghadap kepada anda dan anda bermunajat kepada-Nya dengan sopan serta penuh khusyuk. Dalam keadaan ini, janganlah anda menyerupai orang Yahudi dengan cara bercekak pinggang, seperti orang yang sedang disalib. Ini merupakan sikap yang bercanggah dengan citra tunduk dan patuh kepada Tuhan Yang Maha Membalas.
Anafisis Lafaz
الْحَثِّ anjuran.
الْخُشُوعِ فِي الصَّلَاةِ menghadap kepada Allah dengan sepenuh hati.
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ Rasulullah (s.a.w) melarang. Ulama berpendapat bahawa larangan ini menunjukkan makna makruh.
مُخْتَصِرًا meletakkan tangan di atas pinggang. Dengan erti kata lain, bercekak pinggang.
َٝوَمَعْنَاهُ kalimat ini merupakan tafsiran penulis, Ibn Hajar al-Asqalani.
ذَلِكَ isim isyarat yang ditujukan kepada perbuatan bercekak pinggang dalam solat.
Fiqh Hadis
1. Dilarang bercekak pinggang ketika dalam solat, kerana sikap ini bercanggah dengan khusyuk.
2. Makruh meniru perbuatan orang yang melanggar perintah Allah. Kita telah dilarang meniru perbuatan rnereka dalam segala tindakan mereka.
1) Hadis ini diperbincangkan kesahihannya.