Bulughul Maram

01. Kitab Thaharah: 2. Bab Bejana - Bejana Ahli Kitab dan Penggunaannya - Hadis No. 21

  • ARTIKEL
  • Selasa, 19 April 2022 | 18:30 WIB
foto

Foto: ©alimentarum.org

Istilah Ahlul Kitab berasal dari dua kata bahasa Arab yang tersusun dalam bentuk Idhafah yaitu ahlu dan Al-kitab. Ahlu berarti pemilik , ahli, sedangkan Al- kitab berarti kitab suci. Jadi, Ahlul Kitab berarti, “Pemilik Kitab Suci”, yakni para umat nabi yang diturunkan kepada mereka kitab suci (wahyu Allah). Dalam hal ini Imam Syafi’i (w. 204 H) menegaskan bahwa yang dimaksud Ahlul Kitab hanya terbatas pada dua golongan saja, yaitu golongan Yahudi dan Nasrani dari Bani Israel. Sedangkan diluar Bani Israel, sekalipun beragama Yahudi atau Nasrani, menurut Imam Syafi’i, tidak termasuk Ahlul Kitab. (insists.id)

21 - وعَنْ أَبِي ثَعْلَبَةَ الخُشَنِيِّ - رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ - قَالَ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّا بِأَرْضِ قَومٍ أَهْلِ كِتَابٍ، أَفَنَأْكُلُ فِي آنِيَتِهِمْ؟ قَالَ: «لاَ تَأكُلُوا فِيهَا إِلاَّ أَنْ لاَ تَجِدُوا غَيْرَهَا، فَاغْسِلُوهَا، وَكُلُوا فِيهَا». مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ. (1)
__________
(1) - صحيح. رواه البخاري (5478) و (5488)، (5496)، ومسلم (1930)، وله طرق وألفاظ، عن أبي ثعلبة.

19. Dari Abu Tsa’labah al Khusyani RA ia berkata, “Aku bertanya, “Wahai Rasulullah SAW, sesungguhnya kami berada pada negeri ahli kitab, bolehkah kami makan pada bejana mereka?’ beliau SAW menjawab, “Janganlah kamu makan padanya, kecuali jika kalian tidak mendapatkan yang lain, maka cucilah (bejana mereka) kemudian makanlah padanya.” (Muttafaq alaih)

[Shahih: Al Bukhari 5478, Muslim 1930]

ـــــــــــــــــــــــــــــ

[سبل السلام]

Biografi Perawi

Abu Tsa’labah al Khusyani, dinisbatkan kepada Khusyain bin an Namir dari Qudha’ah. namanya Jurhum bin Nasyib, ia lebih terkenal dengan julukan yang diberikan padanya. Ia membaiat Rasulullah SAW pada Baiat ar Ridhwan. Rasulullah SAW memberikan bagian kepadanya pada perang Khaibar dan mengutusnya kepada kaumnya, lalu mereka pun masuk Islam. Ia berpindah ke Syam dan meninggal dunia di sana pada tahun 57 H, dan ada yang berpendapat yang lain tentang tahun meninggalnya.

Tafsir Hadits

Hadits ini dijadikan dalil najisnya bejana ahli kitab. Apakah karena najisnya makanan mereka, ataukah karena mereka makan babi dan minum khamar (arak) padanya, ataukah karena dimakruhkan? Yang mengatakan najisnya makanan orang kafir adalah Al Hadawiyah dan Al Qasimiyah, dan didukung oleh Ibnu Hazm. Mereka juga berdalil dengan zhahirnya firman Allah SWT:

 {إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ}

Sesungguhnya orang-orang yang Musyrik itu najis.” (QS. At-Taubah [9]: 28)

Dan ahli kitab disebut orang musyrik, karena mereka mengatakan bahwa Isa adalah putra Allah, dan Uzair adalah putra Allah.

Selain mereka dari Ahlul Bait seperti Al Mu’ayyid dan yang lainnya berpendapat mengenai sucinya makanan mereka, dan ini yang benar berdasarkan firman Allah SWT:

 {وَطَعَامُ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حِلٌّ لَكُمْ وَطَعَامُكُمْ حِلٌّ لَهُمْ}

makanan (sembelihan) orang-orang yang diberikan Al Kitab itu halal bagimu dan makanan kamu halal pula bagi mereka.” (QS. Al-Maidah [5]: 5)

Dan bahwa Nabi SAW berwudhu  dari tempat bekal seorang musyrik. Juga berdasarkan hadits Jabir yang diriwayatkan oleh ahmad dan Abu Daud:

«وَكُنَّا نَغْزُو مَعَ رَسُولِ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - فَنُصِيبُ مِنْ آنِيَةِ الْمُشْرِكِينَ وَأَسْقِيَتِهِمْ وَلَا يَعِيبُ ذَلِكَ عَلَيْنَا»

“Kami pernah bersama Rasulullah SAW, lalu mendapatkan bejana dan tempat minum orang musyrik, dan beliau tidak mencela hal itu atas kami.”

[Shahih: Shahih Abu Daud 3838]

Ahmad meriwayatkan dari hadits Anas, bahwa Rasulullah SAW diajak oleh seorang Yahudi kepada jamuan makanan roti yang terbuat dari gandum yang telah berubah.

[Musnad Ahmad 3/210]

Dalam Al Bahr ia berkata, “Seandainya makanan mereka haram, niscaya beliau menyuruh untuk menjauhinya lantaran minimnya jumlah kaum Muslimin ketika itu. Dan banyaknya mereka menggunakannya pasti tidak lepas dari pakaian dan makanan mereka. Kebiasaan semacam ini perlu adanya penentuan hukum.

Mereka berkata, “Hadits Abu Tsa’labah tidak berarti dimakruhkannya makan pada bejana mereka lantaran kotoran, karena jika najis, beliau tidak akan mensyaratkan ketiadaan yang lain, sebab bejana yang bernajis dan juga benda lainnya setelah menghilangkan najisnya adalah sama-sama tidak bernajis, atau untuk menutup kemungkinan agar tidak jatuh kepada haram, atau karena ia najis lantaran apa yang dimasak di dalamnya bukan karena makanan mereka, sebagaimana yang dijelaskan dalam riwayat Abu Daud dan Ahmad dengan lafazh:

«إنَّا نُجَاوِرُ أَهْلَ الْكِتَابِ وَهُمْ يَطْبُخُونَ فِي قُدُورِهِمْ الْخِنْزِيرَ وَيَشْرَبُونَ فِي آنِيَتِهِمْ الْخَمْرَ؟ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: إنْ وَجَدْتُمْ غَيْرَهَا»

“Sesungguhnya kami hidup di sekitar Ahli Kitab dan mereka memasak babi dalam panci mereka, minum khamar dalam bejana mereka, maka Rasulullah SAW bersabda, “Jika kalian mendapatkan yang lainnya.”

[Shahih: Abu Daud 3839]

Haditsnya yang pertama mutlak, sedang yang ini muqayyad (terikat atau khusus) dengan bejana yang di dalamnya dimasak dan diminum apa yang telah disebutkan, maka yang mutlak ditinggalkan lalu mengamalkan yang muqayyad. Adapun ayat, maka najis menurut bahasa adalah yang dianggap kotor, lebih umum dari pengertian menurut syariat. Ada yang berpendapat bahwa maknanya adalah yang bernajis, karena mereka disertai kemusyrikan yang sama dengan najis, juga karena mereka tidak bersuci, tidak mandi dan tidak menjauhi berbagai najis yang bercampur dengan mereka, olehnya itu maka dipadukanlah antara hadits ini dengan ayat Al Maidah dan hadits-hadits tersebut sesuai dengan hukumnya, dan ayat Al Maidah lebih jelas maksudnya.

ـــــــــــــــــــــــــــــ

[إبانة الأحكام]

19. Daripada Abu Tsa‟labah al-Khusyani (r.a) bahawa “Saya pernah bertanya: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami tinggal di dalam negeri yang dihuni oleh masyarakat ahli kitab, bolehkah kami makan dengan menggunakan wadah mereka?” Rasulullah (s.a.w) menjawab: “Janganlah kamu makan dengan menggunakan bejana milik mereka kecuali jika kamu tidak menemukan tempat yang lain, maka cucilah bejana itu terlebih dahulu dan kemudian gunakanlah untuk makan.” (Muttafaq 'alaih)

Makna Hadis

Syariat Islam melarang kita makan dan minum dengan menggunakan bekas milik orang Yahudi dan Nasrani. Barangkali rahsia larangan ini ialah kebanyakan wadah milik mereka adalah najis, sebab mereka tidak pernah memperhatikan masalah bersuci dari najis. Namun ketika dalam keadaan darurat, syariat Islam membolehkan kita untuk menggunakan wadah mereka sesudah mencucinya terlebih dahulu dengan air, agar kita lebih yakin akan kesuciannya.

Analisis Lafaz

 أهل كتاب iaitu orang Yahudi sedangkan kitab mereka adalah Taurat dan orang Nasrani sedangkan kitab mereka adalah Injil.
فَاغْسِلُوهَا، وَكُلُوا فِيهَا perintah mencuci bejana ini dilakukan sebelum ia digunakan, sebab wadah tersebut dianggap masih najis memandangkan mereka tidak pernah menjauhi benda-benda najis, seperti arak dan daging khinzir.

Fiqh Hadis

1. Boleh menggunakan wadah milik ahli kitab sesudah mencucinya terlebih dahulu.
2. Larangan dalam hadis ini menunjukkan makna makruh, sebab wadah mereka dianggap menjijikkan kerana banyak digunakan untuk sesuatu yang najis.

Periwayat Hadis

Abu Tsa'labah al-Khusyani, dinisbahkan kepada Khusyain ibn al-Namir dari kabilah Qudha'ah. Nama aslinya adalah Jartsum ibn Nasyir. Beliau turut menyertai Bai'at Ridhwan kepada Nabi (s.a.w), turut serta dalam perang Hunain dan Rasulullah (s.a.w) telah menetapkan satu bahagian harta perang untuknya ketika perang Khaibar. Beliau meriwayatkan sebanyak 40 hadis dan Ibn al-Musayyab telah mengambil riwayat hadis daripadanya, dan meninggal dunia pada tahun 75 Hijriah ketika sedang sujud dalam solatnya.

Sumber: 1. Subulus Salam Karangan Imam Ash-Shan'ani (w. 1182 H). 2. Ibanatul Ahkam Karangan Alawi Abbas Al-Maliki (w. 1391 H) dan Hasan Sulaiman An-Nuri.

Penulis: Mualif
Editor: Muhamad Basuki
©2022 Al-Marji'

Bagikan melalui:

Topik Pilihan