13 - وَعَن ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم: «أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ, فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ: فَالْجَرَادُ وَالْحُوتُ, وَأَمَّا الدَّمَانُ: فَالطِّحَالُ وَالْكَبِدُ». أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ, وَابْنُ مَاجَهْ, وَفِيهِ ضَعْفٌ (1)
__________
(1) - رواه أحمد (2/ 97)، وابن ماجه (3314)، وسنده ضعيف كما أشار إلى ذلك الحافظ. ولكنه يصح عن ابن عمر موقوفا، والموقوف له حكم الرفع كما قاله البيهقي رحمه الله.
11. Dari Ibnu Umar RA, Rasulullah SAW bersabda: “Dihalalkan bagi kami dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai yaitu belalang dan ikan, dan dua darah yaitu limpa dan hati.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah dan padanya terdapat kelemahan)
[Shahih: Shahih Al Jami' 210]
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[سبل السلام]
Penjelasan Kalimat
“Dihalalkan bagi kami dua bangkai (yakni setelah diharamkan sebagaimana yang termaktub dalam ayat) dan dua darah Adapun dua bangkai yaitu belalang (yakni bangkainya) dan ikan (yakni bangkainya), dan dua darah yaitu limpa dan hati.”
HR. Ahmad dan Ibnu Majah dan padanya terdapat kelemahan, karena diriwayatkan oleh Abdurrahman bin Zaid bin Aslam dari ayahnya dari Ibnu Umar. Ahmad berkata, “haditsnya munkar.” Ia menshahihkannya secara mauquf, sebagaimana dikatakan oleh Abu Zur’ah dan Abu Hatim. jika telah jelas mauquf, maka ia memiliki hukum sama dengan marfu. Karena ucapan shahabat ‘dihalalkan bagi kami begini..’ atau ‘diharamkan bagi kami begini...’ seperti ucapan ‘Kami diperintahkan...’ atau ‘Kami dilarang...’, maka dapat dijadikan hujjah.
Tafsir Hadits
Hadits tersebut menunjukkan halalnya belalang dalam kondisi bagaimanapun didapatkan. Maka tidak perlu dipertimbangkan sedikit pun, baik mati secara normal (alami) maupun mati karena sebab tertentu.
Hadits tersebut juga merupakan bantahan bagi yang mensyaratkan kematiannya dengan sebab manusia, atau dengan memotong kepalanya, dan jika tidak karena sebab ini maka diharamkan. Demikian pula menunjukkan atas halalnya bangkai ikan dalam kondisi bagaimanapun didapatkan, baik dalam keadaan mengapung ataupun tidak berdasarkan hadits ini dan juga hadits ‘Halal bangkainya.’
Ada yang berpendapat bahwa bangkai ikan tidak halal kecuali yang mati dengan sebab manusia, surutnya air, melemparnya atau karena masuk ke dalam tanah, sedang yang mengapung tidak halal, berdasarkan hadits:
«مَا أَلْقَاهُ الْبَحْرُ أَوْ جَزَرَ عَنْهُ فَكُلُوا، وَمَا مَاتَ فِيهِ فَطَفَا فَلَا تَأْكُلُوهُ»
“Apa yang terdapat di laut atau yang dipotong maka makanlah, dan yang mati di dalamnya lalu mengapung maka janganlah kamu memakannya.” (HR. Ahmad dan Abu Daud dari Jabir)
[Dhaif: Dhaif Al Jami 5019]
Hadits ini khusus dan mengkhususkan keumuman dua hadits terdahulu. Hal ini dapat dijawab bahwa hadits ini dhaif menurut kesepakatan para imam hadits.
An Nawawi berkata, “Hadits Jabir ini dhaif menurut kesepakatan para imam hadits, tidak boleh dijadikan hujjah jika tidak ditentang hadits lain, namun hadits ini ditentang oleh hadits lain, sehingga tidak dapat mengkhususkan hadits yang umum. Karena Nabi SAW makan sejenis ikan paus yang didapat oleh salah seorang pasukan di laut, dan beliau tidak bertanya sebab kematiannya. Kisah ini sangat terkenal dalam buku-buku hadits dan sejarah.”
Hati hewan hukumnya halal menurut ijma, begitu juga dengan limpa. Tetapi dalam Al Bahr Dijelaskan bahwa limpa hukumnya makruh berdasarkan hadits Ali RA. Akan tetapi hadits ini tidak diketahui siapa yang meriwayatkannya dari Ali.
«إنَّهُ لُقْمَةُ الشَّيْطَانِ»
Bahwa limpa adalah suapan setan,
[HR. Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushanaf 5/126] *
artinya ia gembira dengan memakannya.
_____________
* yakni no 24370 pada maktabah syamilah dengan menyertakan sanad yaitu:
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ قَالَ: حَدَّثَنَا وَكِيعٌ، عَنْ إِسْرَائِيلَ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنِ الْحَارِثِ، عَنْ عَلِيٍّ، قَالَ: «الطِّحَالُ لُقْمَةُ الشَّيْطَانِ»
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar, ia berkata, Waqi menceritakan pada kami, dari Isra’il dari Abu Ishaq, dari Al Harits, dari Ali, Ia berkata: ‘limpa adalah suapan setan.’
Jadi pernyataan pensyarah (yakni Ash-shan’ani, ‘hadits ini tidak diketahui siapa yang meriwayatkannya dari Ali’ adalah tidak benar, karena Ibnu Abi Syaibah telah meriwayatkannya dengan sanad yang jelas, walau sanadnya mungkin perlu diteliti kembali. (ebook editor)
ـــــــــــــــــــــــــــــ
[إبانة الأحكام]
11. Daripada Ibn Umar (r.a) bahawa Rasulullah (s.a.w) pernah bersabda: “Telah dihalalkan bagi kami dua bangkai dan dua jenis darah. Adapun dua bangkai itu ialah (bangkai) belalang dan (bangkai) ikan, sedangkan dua jenis darah itu ialah hati dan limpa.” (Disebut oleh Ahmad dan Ibn Majah, tetapi dalam hadis ini ada unsur dha'if)
Makna Hadis
Allah (s.w.t) telah mengharamkan bangkai melalui nash dalam al-Qur'an, tetapi mengecualikan beberapa hal melalui lisan Rasul-Nya. Untuk itu, Allah (s.w.t) membolehkan kita memakan bangkai laut dan bangkai belalang, serta menghalalkan pula darah, iaitu hati dan limpa.
Analisis Lafaz
مَيْتَتَانِ bentuk tatsniyah dari lafaz ميته, iaitu haiwan yang mati tanpa melalui proses sembelihan yang diperakui oleh syariat.
دَمَانِ bentuk tatsniyah dari lafaz دم, ertinya dua jenis darah.
الْجَرَادُ isim jenis yang digunakan untuk jenis jantan dan betina. Bentuk tunggalnya dapat dibezakan dari jamaknya, iaitu dengan meletakkan huruf ta‟ di bahagian akhirnya hingga menjadi جرادة. Belalang dinamakan الْجَرَادُ kerana ia gemar merosak tanaman dan merupakan salah satu di antara haiwan yang merosakkan tanaman.
الْحُوتُ ikan, yakni haiwan laut yang hanya hidup di dalam laut yang dalam. Hal ini bagi mengecualikan haiwan yang hidup di dua alam, seperti ketam, buaya, dan katak di mana haiwan tersebut tidak halal.
وَفِيهِ ضَعْفٌ di dalam hadis ini terdapat unsur dha'if kerana berasal daripada riwayat yang dikisahkan oleh 'Abdurrahman ibn Zaid ibn Aslam yang hadisnya dikategorikan sebagai munkar. Abu Zir'ah dan al-Hakim telah memberi keterangan bahawa hadis 'Abdurrahman dimawqufkan kepada Ibn 'Umar, yakni hanya sampai kepada Ibn 'Umar, tidak sampai kepada Rasulullah (s.a.w).
Fiqh Hadis
1. Haram memakan bangkai kecuali bangkai belalang dan bangkai ikan, namun dalam masalah ini ini masih ada perselisihan pendapat. Imam al-Syafi'i dan Imam Abu Hanifah mengatakan bahawa bangkai belalang halal dimakan dalam keadaaan apa jua sekalipun sebaik dijumpai bangkainya, sama ada mati dengan sendirinya ataupun mati disebabkan oleh perbuatan manusia. Imam Malik dan Imam Ahmad mengatakan bahawa bangkai belalang tidak halal dimakan kecuali belalang yang mati kerana perbuatan manusia, seperti sebahagian anggota tubuhnya dipotong, direbus, dilempar ke dalam api dalam keadaan hidup, atau dipanggang. Jika belalang mati dengan sendirinya atau dijumpai dalam keadaan mati di dalam suatu tempat, maka hukumnya haram dimakan. Adapun ikan, menurut mazhab jumhur ulama, semuanya halal dimakan, sama ada mati kerana perbuatan manusia atau kerana dipukul ombak laut ke tepi pantai atau ikan itu sendiri yang melompat ke daratan lalu mati. Demikian pula haram dimakan ikan yang mengapung dalam keadaan mati, tetapi menurut Imam al-Syafi'i hukumnya halal dimakan.
2. Haram memakan darah, kecuali hati dan limpa maka ia halal dimakan.
Sumber: 1. Subulus Salam Karangan Imam Ash-Shan'ani (w. 1182 H). 2. Ibanatul Ahkam Karangan Alawi Abbas Al-Maliki (w. 1391 H) dan Hasan Sulaiman An-Nuri.